"Dugaan Pemalsuan Dokumen di Sengketa Tanah Karangan Labuan Bajo: Ancaman Hukum Mengintai"
Kupang, iNewsAlor.id - Kasus sengketa lahan seluas 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), semakin memanas, dugaan pemalsuan dokumen pun mencuat.
Dikutip dari iNewsFlores.id, dugaan pemalsuan dokumen yang diajukan oleh Muhamad Rudini dan rekan-rekannya ke persidangan kini menjadi sorotan, terutama terkait keaslian tanda tangan pada dokumen (P-20) yang digunakan sebagai alat bukti.
Kasus dugaan Pemalsuan dokumen ini pun kini telah dilaporkan ke Polres Manggarai Barat, oleh salah satu ahli waris fungsionaris adat, yang merasa dirugikan dengan tanda tangan yang dipalsukan oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dokumen yang dipermasalahkan adalah surat pernyataan tertanggal 17 Januari 1998, yang ditandatangani oleh Haji Ishaka dan Haku Mustafa (tokoh adat), Drs. Yos Vins Dahur (Camat Komodo), serta Yoseph Latip (Lurah Labuan Bajo). Surat tersebut menjadi bukti pembatalan penyerahan tanah adat dari Haji Ishaka kepada Nasar Bin Haji Supu pada 10 Maret 1990.
Keaslian Tanda Tangan Dipertanyakan
Dalam proses penyelidikan, keaslian tanda tangan pada dokumen tersebut mulai diragukan.
Haji Ramang, anak dari almarhum Haji Ishaka, menyatakan bahwa tanda tangan ayahnya dan Haku Mustafa pada dokumen tersebut tidak identik dengan arsip resmi keluarga.
“Kami menemukan tanda tangan tersebut berbeda dari dokumen lain yang dimiliki keluarga. Dugaan ini merugikan kami sebagai ahli waris,” ujar Haji Ramang.
Kuasa hukum Keluarga Naput, Mursyid Candra, Jumat (17/01/2025) di Kupang, menyebutkan bahwa ahli tanda tangan Sapta Dwikardana telah memeriksa dokumen tersebut dan menemukan kejanggalan, tidak ada kesesuaian dengan dokumen pembanding.
"Ahli juga telah meneliti dan menemukan tidak adanya kesesuaian dengan dokumen pembanding".ujar Mursyid.
Mursyid menambah dokumen yang dijadikan sebagai alat bukti tersebut juga aslinya tidak bisa ditunjukkan oleh penggugat, saat sidang hanya menunjukkan foto copy, inilah yang menjadi alasan untuk ajukan memori banding dan hadirkan saksi ahli, ujarnya.
Sapta Dwikardana, selaku ahli yang dimintai penasehat hukum, memeriksa keaslian dokumen tersebut mengatakan baru pertama kali lakukan penyelidikan spesimen tanda tangan, yang semuanya, ada 4 tanda tangan ditemukan tidak identik dengan pembanding.
"Jadi ini pertama kali saya temukan, semua tidak identik, biasanya hanya ada 1 atau 2" Ujar Sapta yang sering dipanggil menjadi ahli di KPK dan Mabes Polri.
Memori Banding Pengadilan Tinggi Kupang
Bukti (P-20), inilah yang diajukan dalam persidangan perdata pada 14 Agustus 2024 sebagai alat bukti. Namun, pihak tergugat, ahli waris dari almarhum Niko Naput, langsung mempersoalkan keaslian dokumen tersebut.
Tim kuasa hukum ahli waris Naput, kini mengajukan memori banding atas putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo Nomor 1/Pdt.G/2024/PN.LBJ ke Pengadilan Tinggi Kupang pada 17 Januari 2025. Mereka meminta pengadilan menindaklanjuti keberatan terkait dokumen yang dinilai tidak valid.
“Kami mendesak majelis hakim untuk memeriksa ahli guna memastikan keaslian dokumen, karena ini menyangkut keadilan bagi keluarga Naput,” ujar Charis Sucipto salah satu kuasa hukum.
Ancaman Pidana dalam Dugaan Pemalsuan
Kasus ini juga berpotensi memasuki ranah pidana. Berdasarkan Pasal 263 hingga Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pelaku pemalsuan dokumen dapat menghadapi hukuman berat, termasuk:
Pasal 263: Pemalsuan surat biasa, dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun.
Pasal 264: Pemalsuan dokumen otentik, seperti sertifikat tanah, dengan ancaman penjara maksimal 8 tahun.
Pasal 266: Penyertaan keterangan palsu dalam dokumen otentik, dengan ancaman penjara maksimal 7 tahun.