Digempur Israel Habis-habisan, Wilayah Bersejarah di Lebanon Ini Jadi Kota Hantu
TYRE, iNews.id - Pasukan Israel sejak beberapa hari terakhir menggempur Kota Tyre, Lebanon. Sebagian besar penduduk kota pesisir itu terpaksa mengungsi akibat serangan udara pasukan Zionis yang terus menerus.
Perang telah mengubah kota pesisir nan indah dan kaya peninggalan sejarah itu menjadi kota hantu.
Serangan Israel merusakan banyak bangunan, termasuk yang bernilai sejarah. Tak heran, Tyre masuk dalam daftar Warisan Budaya UNESCO.
Pantai-pantai yang biasanya dipenuhi turis menjadi sepi.
Bulan lalu, para pegiat konservasi membantu penyu laut yang terancam punah bertelur di sepanjang garis pantai. Namun sejak militer Israel memperingatkan warga untuk tidak melakukan aktivitas di pantai dan laut, aktivitas menjadi sepi.
"Kami sangat khawatir. Situasinya mungkin seperti Gaza dan Israel lebih sering mengeluarkan perintah evakuasi yang memaksa saya meninggalkan kampung halaman. Tidak seperti pada 2006, ini sangat sulit," kata Khalil Ali (59), seorang nelayan kepada Reuters, dikutip Sabtu (26/10/2024).
Dituduh Selingkuh oleh Baim Wong, Paula Verhoeven Khawatir Jejak Digital: Maafkan Mama dan Papa Nak
Wali Kota Tyre Hassan Dabouq mengatakan hanya sekitar 25 persen penduduk yang bertahan. Seperti Ali, para penduduk juga mengkhawatirkan kota kampung halaman bernasib sama seperti Gaza.
"Orang-orangnya sama, perangnya sama, mentalitasnya sama, dan pejabat (Israel)-nya sama, dengan dukungan sama dari Amerika dan Eropa. Unsur-unsurnya sama, jadi mengapa Lebanon bisa berbeda?" kata Dabouq.
Kapal-kapal nelayan yang biasanya melaut, diparkir memenuhi pelabuhan. Daerah itu biasanya ramai dengan aktivitas nelayan dengan hasil tangkapan untuk dijual ke pedagang. Namun sejak Rabu lalu menjadi sangat sepi.
Toko-toko dan restoran di jalan-jalan utama Tyre juga tutup ditinggal pemiliknya mengungsi.
Serangan Israel ke Lebanon sejak perang 7 Oktober 2023 telah menewaskan 2.500 orang lebih. Penambahan korban terjadi sejak serangan intensif pada September lalu. Selain itu lebih dari 1,2 juta orang terpaksa meninggalkan mengungsi.
Penduduk yang bertahan umumnya tidak punya tujuan lain untuk mengungsi atau anggota keluarga yang menjaga properti. Namun ada pula keluarga yang tetap bertahan karena memilih lebih baik mati di kampung halaman, ketimbang pengungsian.