Awas, Industri RI Ini Terancam Bahaya Gara-Gara Tarif Trump
IDXChannel - Kebijakan tarif impor resiprokal yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump diperkirakan berdampak signifikan terhadap sektor-sektor industri utama Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira memprediksi beberapa sektor, seperti otomotif, elektronik, dan padat karya akan mengalami tekanan besar.
"Karena tarif resiprokal berlaku secara universal, maka produk yang paling terdampak adalah komponen elektronik, mesin, minyak kelapa sawit, alas kaki, pakaian jadi, minyak kelapa sawit (CPO), suku cadang kendaraan, karet dan produk perikanan. Produk itu berkontribusi paling besar dalam ekspor ke AS," ujar Bhima saat dihubungi IDXChannel, Minggu (6/4/2025).
Bhima mencontohkan sektor otomotif. Pertumbuhan ekspor ke AS rata-rata 11 persen antara periode 2019-2023. Dengan adanya tarif impor, pertumbuhan ini bisa berbalik negatif.
"Pertumbuhan ekspor otomotif bisa jadi negatif begitu ada kenaikan tarif yang luar biasa. Pertama, konsumen AS menanggung tarif dengan harga pembelian kendaraan yang lebih mahal. Penjualan kendaraan bermotor turun di AS," tuturnya.
Selain itu, Bhima memperkirakan, sektor padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil juga akan terpuruk.
"Sektor padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil diperkirakan makin terpuruk. Sebagian besar brand internasional yang ada di Indonesia, punya pasar besar di AS. Begitu kena tarif yang lebih tinggi, brand itu akan turunkan jumlah order atau pemesanan ke pabrik Indonesia," katanya.
Dalam menghadapi tantangan ini, Bhima menekankan perlunya respons cepat dan strategis dari pemerintah. Pertama, negosiasi intensif dengan AS, seperti yang dilakukan Vietnam, sangat penting untuk melunakkan dampak tarif.
Kedua, pengisian posisi Duta Besar Indonesia di AS diperlukan untuk memfasilitasi dialog bilateral langsung dengan Gedung Putih.
Selain itu, perlindungan pasar domestik melalui revisi Permendag 8 Tahun 2024 menjadi mendesak untuk mencegah banjir impor.
Bank Indonesia (BI) juga diharapkan dapat memberikan stimulus moneter dengan menurunkan suku bunga acuan dan melakukan uji tekanan untuk mengantisipasi dampak resesi AS.
Bhima mengkritik pemerintah karena dianggap lambat dalam merespons kebijakan tarif ini, berbeda dengan Vietnam yang telah mengambil langkah proaktif.
Dia menekankan bahwa tindakan cepat dan terkoordinasi sangat diperlukan untuk melindungi industri Indonesia dan meminimalkan dampak negatif dari kebijakan tarif AS.
"Pemerintah masih belum bersikap strategis soal tarif resiprokal Trump. Kalah cepat dibanding Vietnam," ujar Bhima.
(Fiki Ariyanti)