Porsi Pertumbuhan Tebal, MTEL Kantongi Laba Bersih hingga Rp2,21 Triliun di 2024

Porsi Pertumbuhan Tebal, MTEL Kantongi Laba Bersih hingga Rp2,21 Triliun di 2024

Berita Utama | idxchannel | Jum'at, 11 April 2025 - 09:54
share

IDXChannel - Sejumlah emiten menara telekomunikasi secara resmi telah merilis Laporan Keuangan (LK) konsolidasi untuk periode kinerja 2024 lalu.

Tiga di antaranya, yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel, PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), dan PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG).

Sejauh ini, MTEL diketahui merupakan emiten menara dengan kapitalisasi pasar terbesar, yaitu Rp47,21 triliun. Posisi tersebut mengungguli kapitalisasi pasar TBIG yang tercatat Rp44,76 triliun, dan TOWR sebesar Rp25,27 triliun.

Berdasarkan LK yang telah dirilis, MTEL juga berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 4,8 persen, yaitu dari Rp2,01 triliun pada 2023 menjadi Rp2,11 triliun pada 2024 lalu.

Dibanding kedua kompetitornya, porsi pertumbuhan MTEL tersebut terbukti 'tebal', dibanding realisasi laba bersih TOWR yang Rp3,34 triliun, atau meningkat 2,5 persen dari capaian 2023 yang sebesar Rp3,25 triliun.

Sementara laba bersih TBIG justru terpantau merosot sebesar 12,7 persen, Rp1,56 triliun di 2023 menjadi Rp 1,36 triliun pada 2024. Sedangkan dari segi pendapatan, MTEL mengantongi Rp9,31 triliun di sepanjang 2024, melonjak 7,19 persen dibanding Rp8,68 triliun pada 2023. Pada saat yang sama, pendapatan TOWR bertumbuh 8,5 persen menjadi Rp12,74 triliun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp11,74 triliun.

"Laba bersih (TOWR) full year 2024, naik 2,5 persen secara tahunan (YoY), di bawah (estimasi) kami. Rasio utang bersih (TOWR) terhadap EBITDA juga naik menjadi 4,8 kali, dibanding 4,7 kali di 9 bulan 2024 dan 4,5 kali di full year 2023, mendekati ambang batas kovenan 5,0 kali," tulis Trimegah Sekuritas Indonesia dalam hasil risetnya, yang dipublikasikan pada akhir Maret 2025 lalu.

Di lain pihak, pendapatan bersih TBIG berhasil naik tipis sebesar 3,5 persen dari semula Rp6,64 triliun pada 2023 menjadi Rp6,87 triliun pada 2024.

Berdasarkan laporan keuangan 2024, pendapatan Mitratel dan TOWR didominasi pendapatan sewa menara. Dari total pendapatan MTEL sebesar Rp9,31 triliun, 93 persen ditopang bisnis sewa menara sebesar Rp8,63 triliun. Sedangkan sisanya berasal dari pendapatan tower related business terkait jasa pengelolaan infrastruktur atau managed service.

"Konsistensi kami dalam mengkonsolidasikan bisnis menara, fiber optik dan jasa penunjang lainnya akan membawa Mitratel sebagai Digital Infraco terbesar di AsiaPasifik," ujar Direktur Utama Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko, dalam keterangan resminya, Rabu (4/12/2024).

Sewa menara juga menjadi kontributor terbesar pendapatan TOWR. Dari total pendapatan TOWR di 2024 senilai Rp12,74 triliun, sebanyak 90 persen disokong pendapatan sewa menara pihak ketiga yakni Rp11,47 triliun.

Presiden Direktur TOWR, Aming Santoso, mengatakan bahwa pencapaian di 2024 merupakan hasil dari manajemen dalam memanfaatkan dan
mengelola skala operasional dalam bisnis menara maupun non-menara.

"Kami juga berhasil memanfaatkan peluang industri untuk mengkonsolidasikan portofolio menara IBST yang signifikan, sekitar 3.200 menara," ujar Aming, dalam pernyataan resminya.

Saat ini, TOWR memiliki dan mengelola 35.400 menara telekomunikasi serta jaringan kabel serat optik sepanjang kurang lebih 170.000 kilometer (km) di seluruh Indonesia.

Sedangkan, TBIG per 31 Desember 2024, memiliki 42.722 penyewaan dan 23.892 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik Perseroan terdiri dari 23.778 menara telekomunikasi dan 114 jaringan DAS. Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 42.608, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) Perseroan menjadi 1,79x.

"Pada 2024, kami menambahkan 2.333 penyewaan kotor yang terdiri dari 1.551 sites telekomunikasi dan 782 kolokasi ke portofolio kami. Kami terus bekerja sama dengan para pelanggan kami untuk mengoptimalkan jaringan mereka dan memperluas cakupan mereka di seluruh Indonesia," ujar Chief Executive Officer TBIG, Hardi Wijaya Liong, dalam keterangan resminya.

Di lain pihak, meski bisnis sewa menara masih mendominasi pendapatan, sejumlah analis memprediksi bisnis fiber optik memiliki prospek pertumbuhan yang lebih menjanjikan dengan penggerak utama pasar di luar Jawa. Hal ini sejalan dengan rencana ekspansi sejumlah perusahaan operator telekomunikasi ke daerah pusat pertumbuhan baru.

Menurut Daniel Widjaja, Analis Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dengan kesiapan belanja modal (capex) Mitratel sekitar Rp3,5 triliun untuk 2025, MTEL akan fokus pada perluasan fiber, termasuk mendorong kontribusi dari aset fiber PT Ultra Mandiri Telekomunikasi (UMT) yang diakuisisi sebelumnya.

Diketahui pada 4 Desember 2024, MTEL mengakuisisi 100 saham UMT, anak usaha PT PP Infrastruktur senilai Rp650 miliar. UMT memiliki aset fiber optik sepanjang 8.101 km dengan billable length 12.524 km.

"Pertumbuhan Mitratel juga akan didorong proyek-proyek yang dibangun khusus oleh Telkomsel dan konsolidasi lokasi yang agresif oleh Indosat, sementara aksi merger dan akuisisi MTEL akan menargetkan aset-aset fiber dibanding menara," ujar Daniel, dalam salah satu risetnya.

Salah satu sentimen positif bagi MTEL adalah rencana pengembangan Flying Tower System (FTS). Analis memprediksi BTS alternatif yang akan 'terbang' di sekitaran atmosphere ini akan meluncur pada 2026-2027.

"FTS menawarkan jangkauan luas sekitar 200 km dengan biaya capex dan operasional jauh lebih rendah dari Starlink," tulis Daniel.

Tahun ini, Daniel menilai sektor menara telko tetap tangguh meskipun ada tantangan dari para operator telko dalam mengakuisisi pelanggan dan potensi perang harga yang membatasi pertumbuhan ARPU (Average Revenue Per User).

"Perluasan bisnis fiber diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri, sejalan dengan strategi broadband dari operator telko. Aksi korporasi yang sedang berlangsung dan perkembangan merger akuisisi tetap akan dipantau secara ketat," tulis Daniel.

(taufan sukma)

Topik Menarik