Prabowo Hapus Kuota Impor, DPR: Tanpa Sistem Pengendalian Kuat akan Sangat Berisiko
IDXChannel - Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus kuota impor mendapat perhatian khusus Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan. Menurutnya, rencana tersebut harus dipikirkan secara matang.
Daniel menilai penghapusan kuota impor berisiko menyusahkan petani, nelayan, dan peternak dalam negeri. Di samping itu juga, berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional jika dilakukan secara ugal-ugalan.
“Kita tentu mendukung reformasi kebijakan yang transparan dan adil, tetapi menghapus kuota impor secara terbuka tanpa sistem pengendalian yang kuat sangat berisiko," ujarnya dalam keterangan resminya, Sabtu (12/4/2025).
"Jangan sampai niat membuka akses pasar justru menjadi jalan bagi produk asing membanjiri pasar domestik, mematikan produksi rakyat,” katanya.
Selama ini, kata Daniel, kuota impor berfungsi sebagai alat kontrol negara untuk melindungi sektor pangan dalam negeri. Sehingga, sistem pengaturan impor harus tetap ada.
Menurutnya, yang perlu dilakukan adalah membenahi tata kelolanya, alih-alih menghapus kuota impor. Daniel menyatakan, sistem neraca komoditas harus dijalankan secara terbuka dan akuntabel, serta berbasis data riil produksi dan konsumsi nasional.
Dia juga tak memungkiri praktik kuota impor selama ini memang memiliki banyak celah dan berpotensi membahayakan sektor pertanian serta ketahanan pangan nasional. Dalam berbagai evaluasi dan diskusi, sistem kuota impor terbukti bukan hanya tidak efektif, tetapi juga menjadi sumber persoalan struktural yang berlarut-larut.
“Kebijakan kuota impor selama ini telah digunakan secara diskriminatif, membuka ruang besar bagi kartel impor, serta menjadi ladang subur bagi praktik jual-beli kuota yang berujung pada kerugian petani dan konsumen,” ujar dia.
Oleh karenanya, dia mendorong pemerintah untuk segera mengalihkan sistem dari kuota menjadi tarif. Dengan sistem tarif, dia meyakini proses impor akan lebih transparan, adil, dan efektif dalam menjaga stabilitas ekonomi sekaligus melindungi petani dan industri lokal.
Terlebih lagi untuk komoditas yang tidak diproduksi dalam negeri seperti bawang putih atau bawang bombai, Daniel menilai penerapan tarif 0 persen justru tidak merugikan siapapun karena tidak ada pesaing lokal.
“Karena kalau sampai salah sistem justru bisa mengancam tujuan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Neraca perdagangan dan produk unggulan lokal harus menjadi pegangan utama dalam pengambilan kebijakan," kata Daniel.
Namun, dia mengingatkan perlindungan terhadap petani lokal harus tetap menjadi prioritas. Salah satunya melalui pemberian subsidi langsung yang memungkinkan produk dalam negeri tetap kompetitif terhadap barang impor.
“Penerapan tarif bukan berarti membuka keran impor seluas-luasnya. Impor tetap harus selektif dan mempertimbangkan keseimbangan neraca perdagangan nasional serta substitusi antar produk dalam kerja sama bilateral,” kata dia.
(Dhera Arizona)