Kinerja Positif Industri Asuransi Jiwa Ditengah Tantangan Ekonomi dan Kenaikan Biaya Kesehatan
JAKARTA, iNews Depok.id - Industri asuransi jiwa di Indonesia berhasil melewati tantangan ekonomi dan mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang positif pada tahun 2024. Kenaikan pendapatan ini didorong oleh peningkatan premi yang dibayarkan oleh nasabah yang sudah ada dan juga nasabah baru.
Namun, di sisi lain, klaim asuransi kesehatan mengalami peningkatan yang cukup tajam. Hal ini menunjukkan bahwa biaya kesehatan semakin meningkat dan banyak nasabah yang membutuhkan perlindungan asuransi kesehatan.
Untuk mengatasi hal ini, perusahaan asuransi terus berupaya meningkatkan layanan dan bekerja sama dengan pihak terkait. Selain itu, juga mengedukasi nasabah agar lebih memahami pentingnya asuransi kesehatan.
Semakin Bersinar, Bank Daerah Karanganyar Raih Human Capital Award dari Majalah Top Buusines
Dalam sesi konferensi pers yang digelar pada Jumat, 29 November 2024 di Rumah AAJI Lantai 7 Jl. Talang Betutu No.17, Jakarta Pusat, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) melaporkan kinerja 56 Perusahaan Asuransi Jiwa untuk periode Januari-September 2024. Hingga akhir kuartal ketiga, industri asuransi jiwa mencatatkan total pendapatan sebesar Rp166,27 triliun, mencerminkan tren positif dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, menjelaskan bahwa peningkatan ini didorong oleh capaian positif pendapatan premi dan hasil investasi.
“Sepanjang Januari hingga September 2024, industri asuransi jiwa mencatatkan total pendapatan sebesar Rp166,27 triliun. Hasil ini meningkat 2,1 jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2023 lalu. Pertumbuhan ini didorong oleh capaian positif dari total pendapatan premi yang meningkat 0,2 dengan total nilai mencapai Rp132,27 triliun,” jelas Budi.
Pertumbuhan pendapatan premi didorong oleh pendapatan premi lanjutan sebesar Rp56,6 triliun atau meningkat 4,2, dan premi reguler yang naik 5,7 dengan total capaian Rp79,08 triliun.
“Di tengah kondisi ekonomi yang menantang, industri asuransi jiwa mencatatkan hasil positif pada pendapatan premi lanjutan dan premi yang dibayarkan secara berkala. Ini artinya ada peningkatan loyalitas para pemegang polis kepada perusahaan sekaligus pertanda adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya proteksi asuransi,” tambah Budi.
Sementara itu, hasil investasi yang diperoleh hingga September 2024 juga memberikan kontribusi yang signifikan dengan pertumbuhan 15,1, mencapai Rp26,95 triliun.
Komitmen di Tengah Tingginya Biaya Kesehatan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bidang Kanal Distribusi dan Inklusi Tenaga Pemasar AAJI, Elin Waty, memberikan penjelasan terkait perkembangan pembayaran klaim industri asuransi jiwa. Sepanjang periode Januari hingga September 2024, total pembayaran klaim industri asuransi jiwa tercatat mengalami penurunan.
“Kami mencatat adanya penurunan pada pembayaran klaim industri asuransi jiwa sepanjang Januari hingga September tahun ini. Secara total industri asuransi jiwa telah membayarkan total klaim dan manfaat sebesar Rp119,97 triliun, menurun 2 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023. Nilai tersebut dibayarkan kepada 16,76 juta orang penerima manfaat,” ujar Elin.
Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh klaim surrender yang berkurang 15,2, menjadi Rp58,11 triliun. Namun, beberapa jenis klaim lainnya seperti partial withdrawal, klaim kesehatan, dan klaim meninggal dunia mengalami peningkatan.
"Klaim partial withdrawal meningkat 19,4 menjadi Rp15,05 triliun. Tren ini menunjukkan bahwa pemegang polis lebih memilih mempertahankan polisnya sambil memanfaatkan fitur pengambilan sebagian manfaat," jelas Elin.
Di sisi lain, tingginya inflasi biaya kesehatan masih terus membayangi masyarakat. Klaim asuransi kesehatan tumbuh signifikan sebesar 37,2 menjadi Rp20,91 triliun, jauh melampaui peningkatan premi asuransi kesehatan yang hanya sebesar Rp14,98 triliun.
“Peningkatan yang terjadi di tahun 2024 ini bahkan sudah melebihi peningkatan yang terjadi di tahun 2023 lalu. Pembayaran klaim asuransi kesehatan sebesar Rp20,91 triliun, sedangkan pendapatan preminya hanya sebesar Rp14,98 triliun. Rasio perbandingan klaim terhadap premi sudah mencapai 139.5,” tambah Elin.
AAJI terus berkolaborasi dengan regulator dan penyedia layanan kesehatan melalui berbagai inisiatif, seperti koordinasi layanan medis (Coordination of Benefit) dengan BPJS Kesehatan dan pembentukan medical advisory board, guna meningkatkan efisiensi layanan sekaligus memperluas cakupan perlindungan.
“Dari sisi industri kami juga mendorong perusahaan untuk mengedukasi masyarakat khususnya para pemegang polis atas kondisi yang terjadi saat ini. Melalui berbagai kolaborasi tersebut, pelayanan medis oleh perusahaan diharapkan tidak hanya semakin efisien melainkan juga semakin memperluas cakupan perlindungan masyarakat,” lanjut Elin.
Turut Jaga Stabilitas Perekonomian Nasional
Ketua Bidang Bisnis Syariah AAJI, Paul Kartono, menyoroti pertumbuhan total aset dan investasi industri asuransi jiwa. Sampai dengan bulan September tahun 2024, industri asuransi jiwa berhasil membukukan total aset senilai Rp630,12 triliun, naik 3,2 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Sebanyak 87,8 dari total aset ditempatkan pada instrumen investasi yang diatur secara ketat oleh OJK. Porsi terbesar berada di Surat Berharga Negara (SBN) dengan kontribusi Rp205,66 triliun atau 37,2 dari total investasi, meningkat 28,3 dibandingkan tahun lalu," jelas Paul.
Selain itu, investasi di saham dan reksa dana masing-masing menyumbang 26,2 dan 13,1 dari total portofolio investasi.
"Penempatan investasi ini mencerminkan komitmen industri asuransi jiwa untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional, sambil memastikan perlindungan optimal bagi pemegang polis," ungkap Paul.
“Pertumbuhan positif yang dicapai industri asuransi jiwa makin memperkuat komitmen kami untuk terus menjaga kepercayaan para pemegang polis. Sejalan dengan prinsip itikad baik dari sisi perusahaan dan pemegang polis, kami terus berupaya menciptakan industri yang sehat dengan menunaikan kewajiban melalui pelayanan yang maksimal, pembayaran klaim yang sesuai dan juga penguatan tata kelola perusahaan yang baik. Begitu pula dari sisi pemegang polis yang wajib memahami dan mematuhi setiap ketentuan yang tercatat dalam polis termasuk berperilaku jujur. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk saling memahami pentingnya penegakan prinsip utmost good faith yang menjadi dasar dalam melakukan kontrak perjanjian,” tutup Budi.