Ini Resep Selamatkan Industri Tekstil RI dari Ancaman Kebangkrutan
JAKARTA, iNews.id - Industri tekstil Indonesia tengah terguncang, terbaru perusahaan Sritex resmi dinyatakan bangkrut. Pengamat menilai kebangkrutan perusahaan tekstil Sritex di Indonesia menjadi alarm keberlangsungan industri dalam negeri ke depan.
Untuk itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eisha M Rachbini menilai pemerintah harus ikut menyelamatkan industri padat karya tersebut.
Ia menilai industri tekstil RI tengah mengalami tekanan baik dari sisi permintaan. Tekanan daya beli yang lemah, baik pasar domestik atau global, membuat menjadi penyebab perusahaan tekstil gulung tikar.
"Kita tahu beberapa tahun belakangan ini terjadi perang dagang China dan Amerika, dan semakin terbukanya pasar, banyak produk tekstil China membanjiri pasar domestik," ujar Eisha saat berbincang dengan iNews.id, Sabtu (26/10/2024).
Slametan Dun-Dunan Kapal
Penurunan daya beli masyarakat ini membuat pola konsumsi bergeser mencari barang yang lebih murah, salah satunya barang-barang impor. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena biaya produksi untuk industri tekstil di Indonesia masih jauh lebih mahal ketimbang China, Vietnam, hingga Bangladesh.
Untuk menghadapi situasi itu, ada beberapa kebijakan yang penting dipertimbangkan pemerintah untuk menyelamatkan industri tekstil ke depan, untuk meningkatkan daya saing industri.
Seperti, insentif investasi pada sektor-sektor prioritas yang menyerap banyak tenaga kerja termasuk industri tekstil. Peningkatan skill pekerja, hingga pembaharuan teknologi untuk menunjang produktivitas mengurangi beban biaya produksi.
"Kebijakan yang mendukung industri tekstil, dari sisi produktivitas, misal insentif investasi pada sektor prioritas (termasuk industri tekstil yang memiliki penyerapan lap kerja yang banyak), peningkatan pelatihan skill pekerja, pembaruan teknologi dan modal melalui investasi," katanya.
Selain itu, pemerintah juga harus aktif untuk mencari pangsa pasar baru tujuan ekspor. Sebab saat ini beberapa negara sudah memperketat barang impor untuk melindungi pasar mereka bagi para pelaku industri di dalamnya.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa menambahkan negara-negara dengan jumlah populasi besar saat ini sudah mulai memperhatikan keberlangsungan industri tekstil. Sebab, sektor ini mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak masuk dalam kategori pekerjaan formal.
Hal ini menurutnya sekaligus menjadi upaya agar bonus demografi atau pertambahan populasi penduduk di Indonesia tidak menjadi bencana demografi dengan meningkatkan jumlah pengangguran.
"Perlu kita sadari semua, kenapa di negara populasi banyak penduduknya, industri TPT tetap dijaga, seperti di China, India, Bangladesh, Vietnam karena industri ini dapat untuk menyerap angkatan kerja lulusan SMA bahkan SMP di sektor Formal," ucap Jemmy.