4 Perdana Menteri Israel yang Mati Secara Mengenaskan, Salah Satunya Akibat Penembakan

4 Perdana Menteri Israel yang Mati Secara Mengenaskan, Salah Satunya Akibat Penembakan

Global | okezone | Jum'at, 25 Oktober 2024 - 17:40
share

JAKARTA - Sejak didirikan, Israel terus menghadapi ketegangan dan konflik dengan berbagai negara tetangga, yang menuntut kepemimpinan kuat dan stabil. Namun, sejarah kepemimpinan Israel juga diwarnai dengan peristiwa tragis. Beberapa perdana menterinya meninggal dalam keadaan mengenaskan, yaitu akibat penyerangan maupun penyakit serius.

Pada April 2024, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga menjalani operasi yang memunculkan spekulasi terkait kesehatannya di usia 74 tahun. Di tengah ketidakpastian politik dan keamanan, peran perdana menteri menjadi sangat penting bagi arah dan keberlangsungan negara ini.

1. Golda Meir

Menyadur Britannica, Golda Meir menjadi perdana menteri perempuan pertama dan satu-satunya di Israel pada usia 70 tahun pada 17 Maret 1969. Lahir dengan nama Golda Mabovitch di Kyiv pada 3 Mei 1898, Golda emigrasi ke AS pada 1906.

Sebelum menjabat, ia menghabiskan bertahun-tahun memperjuangkan hak pengungsi Yahudi selama Perang Dunia II, membantu mendirikan negara Israel, dan menghadapi berbagai konflik internasional.

Selama masa kepemimpinannya, ia mendorong persatuan di tengah perpecahan partai politik, memerintahkan tindakan balasan setelah 11 warga Israel dibunuh di Olimpiade, dan berusaha mendapatkan dukungan AS saat Perang Yom Kippur berlangsung.

Meir meninggal dunia pada 8 Desember 1978, di Yerusalem, akibat limfoma. Meskipun ia tampak sehat pada penampilannya di publik, terungkap setelah kematiannya bahwa ia telah menderita leukemia selama 12 tahun. Menurut National Geographic, kesehatan Meir mulai menurun sejak tahun 1955, ketika ia mengalami masalah jantung dan terluka dalam serangan bom pada 1957. Meskipun menghadapi berbagai tantangan kesehatan, ia tetap terlibat dalam politik hingga akhir hayatnya dan meninggalkan warisan yang mendalam bagi Israel.

 

2. Menachem Begin

Melansir The New York Times, Menachem Begin, mantan Perdana Menteri Israel, mengalami depresi berat di akhir masa jabatannya setelah kehilangan istrinya, Aliza, dan dampak dari Perang Lebanon Pertama. Begin membiarkan penasihatnya mengambil keputusan penting dan mengundurkan diri pada Oktober 1983.

Di akhir jabatannya, Begin terlihat semakin tertutup dan tidak berdaya. Kesehatannya menurun akibat inflasi yang tinggi dan konflik yang berkepanjangan, termasuk pembantaian di Sabra dan Shatila. Ia mengumumkan pengunduran dirinya pada 28 Agustus 1983 dengan mengatakan, “Saya tidak bisa melanjutkan lagi,” ujarnya. Setelah itu, ia jarang muncul di publik dan meninggal pada 9 Maret 1992 di Tel Aviv pada usia 78 tahun.

Begin adalah pemimpin yang berperan penting dalam mendirikan negara Israel dan satu-satunya pemimpin yang menandatangani perjanjian damai dengan negara Arab, yaitu Mesir. Ia meninggal di rumah sakit Ichilov setelah kesehatan memburuk akibat serangan jantung seminggu sebelumnya. Sejak saat itu, ia menggunakan alat bantu pernapasan, alat pacu jantung, dan memerlukan perawatan dialisis.

Begitu kabar kematiannya disampaikan, seorang cantore di rumah sakit datang untuk membacakan Kaddish, doa untuk orang mati dalam tradisi Yahudi. Pengumuman kematiannya disiarkan oleh Radio Angkatan Bersenjata pada pukul 5 pagi, disertai lagu-lagu sedih dan sorotan kariernya, termasuk pertemuannya dengan Presiden Mesir Anwar el-Sadat yang menghasilkan perjanjian damai. Begin dan Sadat menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada 1978, tetapi Begin mengalami keputusasaan setelah memimpin perang di Lebanon pada 1982.

3. Yitzhak Rabin

Dilaporkan The Jerusalem Post, Yitzhak Rabin, yang merupakan mantan perdana menteri, kepala staf IDF, dan pahlawan perang Israel, dibunuh pada 4 November 1995 saat menghadiri acara yang mendukung Kesepakatan Oslo di Tel Aviv, yang merupakan serangkaian perjanjian antara Israel dan Palestina untuk mencapai perdamaian.

Setelah acara tersebut, Rabin ditembak tiga kali oleh Yigal Amir, seorang ekstremis sayap kanan, saat ia masuk ke dalam mobilnya. Rabin terkena dua tembakan, sementara Amir dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena pembunuhan tersebut dan tambahan delapan tahun karena melukai pengawal Rabin.

Lahir di Yerusalem pada tahun 1922, Rabin adalah perdana menteri kelima Israel. Ia menjabat dari tahun 1974 hingga 1977, dan kemudian dari 1992 hingga pembunuhannya pada November 1995. Selain menjadi perdana menteri, Rabin juga memiliki banyak gelar militer dan politik, termasuk sebagai komandan pasukan elite Palmach selama Perang Kemerdekaan Israel tahun 1948, kepala staf IDF, dan menteri pertahanan.

Hari peringatan pembunuhan Rabin diperingati sebagai hari nasional di seluruh Israel. Pada tahun 1997, setelah dua tahun pembunuhan itu, Knesset mengesahkan undang-undang untuk menetapkan Hari Peringatan Yitzhak Rabin, yang jatuh pada tanggal 12 Heshvan dalam kalender Ibrani. Peringatan ini dilakukan oleh semua lembaga negara Israel, dengan acara penghormatan tahunan pada makamnya di Gunung Herzl.

 

4. Ariel Sharon

Dalam laman The Guardian, Ariel Sharon, mantan jenderal dan perdana menteri Israel, meninggal dunia pada 11 January 2014, setelah delapan tahun ia dirawat dengan perawatan intensif di Sheba Medical Centre, dalam keadaan koma akibat dua serangan stroke yang dialaminya. Stroke pertama terjadi pada 18 Desember 2005, ketika ia berusia 77 tahun. Meskipun ia dirawat di rumah sakit selama 48 jam, Sharon tidak mengambil langkah-langkah untuk mengubah gaya hidupnya yang tidak sehat, seperti pola makan yang berlebihan dan kebiasaan merokok, meskipun para dokter telah memperingatkannya untuk menurunkan berat badan dan berolahraga.

Setelah 17 hari, pada 4 Januari 2006, Sharon mengalami stroke kedua yang lebih parah di peternakannya di Negev. Meskipun paramedis menyarankan agar ia segera dibawa ke rumah sakit terdekat, salah satu dokter pribadinya menginstruksikan agar ia tetap di rumah hingga dokter tersebut dapat memeriksanya secara langsung. Namun, setelah mengalami penurunan kondisi, sebuah ambulans dipanggil. Sayangnya, alih-alih dibawa ke rumah sakit terdekat, ambulans diarahkan ke Rumah Sakit Hadassah di pinggiran Yerusalem, yang memakan waktu perjalanan sekitar satu jam.

Setibanya di rumah sakit, Sharon menjalani beberapa operasi panjang tetapi tidak pernah sadar kembali. Empat bulan setelah stroke, ia dipindahkan ke pusat perawatan jangka panjang di dekat Tel Aviv, di mana ia tinggal hingga kematiannya. Meskipun ada harapan singkat ketika dokter melaporkan bahwa aktivitas otak Sharon menunjukkan respons terhadap gambar keluarga dan suara putranya, hampir tidak ada peluang untuknya dapat sadar kembali.

Topik Menarik