Iran Ancam Ubah Doktrin Nuklirnya, Ini Respons Israel

Iran Ancam Ubah Doktrin Nuklirnya, Ini Respons Israel

Global | sindonews | Jum'at, 29 November 2024 - 15:21
share

Iran telah mengancam akan mengubah doktrin nuklirnya, yakni akan mengakhiri larangan memperoleh senjata nuklir, jika sanksi Barat diberlakukan kembali terhadap Teheran.

Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu kesal dan berjanji bahwa rezim Zionis akan melakukan segalanya untuk menghentikan Iran memperoleh senjata nuklir.

"Saya akan melakukan apa saja untuk mencegahnya menjadi (kekuatan) nuklir, saya akan menggunakan semua sumber daya yang dapat digunakan," kata Netanyahu kepada penyiar Channel 14 dalam sebuah wawancara, yang dikutip AFP, Jumat (29/11/2024).

Israel adalah satu-satunya negara bersenjata nuklir di kawasan itu, meskipun tidak dideklarasikan. Israel telah lama menjadikan pencegahan terhadap pesaing mana pun yang menyamainya sebagai prioritas pertahanan utamanya.

Iran selama ini bersikeras memiliki haknya atas energi nuklir untuk tujuan damai, tetapi menurut Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran adalah satu-satunya negara non-senjata nuklir yang memperkaya uranium hingga 60 persen.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar The Guardian, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi melontarkan ancaman bahwa Teheran dapat mengakhiri larangan memperoleh senjata nuklir jika sanksi Barat diberlakukan kembali terhadap Teheran.

Wawancara itu diterbitkan pada Kamis atau menjelang pembicaraan nuklir Teheran antara Iran dengan trio Eropa; Inggris, Prancis, dan Jerman.

Araghchi memperingatkan bahwa rasa frustrasi di Teheran atas komitmen Barat yang tidak terpenuhi, seperti pencabutan sanksi, memicu perdebatan tentang apakah Iran harus mengubah doktrin nuklirnya.

"Kami tidak berniat untuk melangkah lebih jauh dari 60 persen untuk saat ini, dan ini adalah tekad kami saat ini," katanya kepada harian Inggris tersebut.

"[Namun], ada perdebatan yang terjadi di Iran, dan sebagian besar di antara para elite apakah kita harus mengubah doktrin nuklir kita," ujarnya.

"Karena sejauh ini terbukti tidak memadai dalam praktiknya," paparnya, yang kecewa terhadap komitmen Barat soal pencabutan sanksi terhadap Iran.

Kesepakatan nuklir 2015 antara Teheran dan negara-negara besar bertujuan untuk memberikan Iran keringanan dari sanksi Barat yang melumpuhkan sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya untuk mencegahnya mengembangkan kemampuan untuk memiliki senjata atom.

Teheran secara konsisten membantah adanya niat untuk mengembangkan senjata atom.

Iran telah meningkatkan pengayaan uranium menjadi 60 persen—mendekati 90 persen yang dibutuhkan untuk membuat bom nuklir.

Berdasarkan kesepakatan nuklir 2015—yang akan berakhir pada Oktober 2025—pengayaan uranium Iran dibatasi pada 3,67 persen.

Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, yang memiliki wewenang terakhir dalam pengambilan keputusan Iran, telah mengeluarkan dekrit agama atau fatwa yang melarang Iran memperoleh senjata nuklir.

Diplomat Iran Majid Takht-Ravanchi, yang menjabat sebagai wakil politik Araghchi, dijadwalkan mewakili Iran dalam pembicaraan hari Jumat.

Dia akan bertemu terlebih dahulu dengan Enrique Mora, wakil sekretaris jenderal badan urusan luar negeri Uni Eropa, menurut kantor berita negara Iran; IRNA.

Minggu lalu, dewan gubernur IAEA yang beranggotakan 35 negara mengadopsi resolusi yang mengecam Iran karena kurangnya kerja sama dalam masalah nuklir.

Iran menggambarkan resolusi yang dibawa oleh Inggris, Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat sebagai "bermotif politik".

Sebagai tanggapan, Teheran mengumumkan peluncuran sentrifugal canggih baru yang dirancang untuk menambah persediaan uranium yang diperkaya.

Bagi Teheran, tujuan perundingan pada hari Jumat adalah untuk menghindari skenario "bencana ganda", di mana negara itu akan menghadapi tekanan baru dari Trump dan negara-negara Eropa, menurut analis politik Mostafa Shirmohammadi.

Dia mencatat bahwa dukungan Iran di antara pemerintah Eropa telah terkikis oleh tuduhan bahwa Iran menawarkan bantuan militer untuk invasi Rusia ke Ukraina.

Iran telah membantah tuduhan ini dan berharap untuk memperbaiki hubungan dengan Eropa, sementara juga mempertahankan sikap tegas.

Topik Menarik