Guncangan Saham WIFI di Tengah Tekanan Laba, Analis Soroti Sejumlah Faktor
IDXChannel – Penurunan laba yang signifikan pada kuartal III-2025 memicu tekanan jual di saham PT Solusi Sinergi Digital Tbk (WIFI) pada perdagangan Jumat (12/12/2025) pekan lalu.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham WIFI anjlok 14,82 persen pada perdagangan Jumat tersebut.
Tekanan berlanjut pada Senin (15/12) pagi, yang sempat menyeret harga WIFI menembus level Rp3.510 per unit sebelum berbalik ke Rp3.620 per unit hingga pukul 11.48 WIB.
Kendati melemah akhir-akhir ini, saham WIFI sudah melonjak 783 persen sepanjang 2025.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menjelaskan, WIFI mencatat penurunan kinerja keuangan yang cukup dalam pada laporan kuartal III-2025.
“WIFI mencatat laporan keuangan terbaru di kuartal III-2025 dengan penurunan laba yang cukup dalam, dari kuartal sebelumnya Rp145 miliar ke Rp32 miliar,” ujar Michael, Senin (15/12/2025).
Meski demikian, ia menilai pelemahan laba tersebut masih tergolong wajar dan bukan disebabkan oleh tergerusnya pangsa pasar perusahaan.
“Sebenarnya hal ini lumrah karena penurunan ini bukan dikarenakan tergerusnya market share, tapi lebih ke capex yang masih merupakan bagian dari ekspansi strategi perusahaan,” kata dia.
Dari sudut pandang investor, Michael menilai prospek WIFI masih menarik jika dikaitkan dengan target ekspansi yang dicanangkan manajemen.
“Sebagai investor, dengan melihat target perusahaan yaitu 1 juta homepass per bulan, maka WIFI masih memiliki prospek yang menarik,” tutur Michael.
Sementara dari sisi teknikal, Michael mengungkapkan terdapat level penting yang perlu dicermati pelaku pasar.
“Area teknikal saat ini memiliki support penting di 3.500 yang saat ini sudah diuji, dengan potensi kenaikan menuju resistance di 4.000,” tutup Michael.
Diberitakan sebelumnya, pada kuartal III-2025, laba bersih Surge tercatat sebesar Rp32 miliar, turun 78 persen dibandingkan kuartal sebelumnya.
Direktur Surge, Shannedy Ong menjelaskan, menurunnya laba bersih Surge karena lonjakan pada beban bunga akibat penerbitan obligasi. Dana hasil obligasi ini digunakan sepenuhnya untuk membiayai ekspansi.
Per 30 September 2025, utang obligasi Surge mencapai Rp2,5 triliun, meningkat signifikan dari sebelumnya Rp600 miliar. Seiring kenaikan tersebut, total aset perseroan juga melesat menjadi Rp12,5 triliun.
"Meningkatnya beban bunga yang tercermin dalam Laporan Laba-Rugi Kuartall-III 2025 memang menekan laba bersih kami dalam jangka pendek," kata Shannedy melalui keterangan tertulis kepada IDX Channel, dikutip Minggu (14/12/2025).
Direktur Surge, Shannedy Ong, menegaskan bahwa dana Rp2,5 triliun tersebut merupakan biaya pertumbuhan (cost of growth), bukan kerugian.
Menurut dia, dana itu merupakan modal kerja produktif yang sengaja ditanamkan lebih awal untuk mematangkan infrastruktur jaringan baru.
Ia juga menjelaskan bahwa masuknya mitra strategis NTT East baru terjadi pada awal kuartal III, sehingga sinergi operasional, transfer teknologi, dan efisiensi jaringan belum bisa langsung terlihat.
Shannedy menilai pasar belum sepenuhnya mencerminkan valuasi dari kemitraan tersebut karena dampaknya terhadap kinerja laba masih membutuhkan masa inkubasi sekitar 6 hingga 12 bulan.
Oleh karena itu, mengutip Shannedy, kemitraan dengan NTT East disebut sebagai katalis pertumbuhan jangka panjang, bukan sekadar suntikan dana sesaat. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.










