Mengapa Amerika Serikat Ingin Rebut Minyak Venezuela?
WASHINGTON, iNews.id - Minyak Venezuela kembali menjadi pusat ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Karakas. Dari kebijakan nasionalisasi hingga blokade kapal tanker, langkah-langkah keras Washington memunculkan pertanyaan besar, mengapa kekayaan minyak Venezuela tak pernah lepas dari bidikan AS?
Akar konflik ini bermula dari keputusan Venezuela menasionalisasi industri perminyakannya pada 1976. Melalui perusahaan milik pemerintah PDVSA, Karakas mengambil alih kendali penuh atas ladang minyak yang sebelumnya banyak digarap perusahaan asing, termasuk dari AS dan Inggris. Langkah tersebut sah secara hukum internasional, namun menjadi titik awal friksi berkepanjangan dengan Washington.
Ketegangan kian meningkat pada 2007 di era Presiden Hugo Chavez. Pemerintah Venezuela menasionalisasi proyek-proyek minyak asing yang tersisa, secara efektif menggusur raksasa energi AS seperti ConocoPhillips dan Exxon Mobil.
Sejak saat itu, minyak tak lagi sekadar komoditas ekonomi, melainkan simbol kedaulatan nasional Venezuela.
Hasil Timnas Indonesia U-22 vs Timnas Mali U-22: Rafael Struick Cetak Gol, Garuda Muda Unggul 2-1
Perusahaan-perusahaan AS menggugat pemerintah Venezuela melalui jalur hukum internasional. Pada 2014, pengadilan arbitrase Bank Dunia memerintahkan Venezuela membayar kompensasi sebesar 1,6 miliar dolar AS kepada Exxon Mobil. Meski demikian, proses hukum tersebut tak menghentikan konfrontasi politik antara kedua negara.
Di masa kepemimpinan Presiden Donald Trump, tekanan terhadap Venezuela meningkat drastis. Pada 2019, AS menjatuhkan sanksi keras terhadap PDVSA yang melumpuhkan ekspor minyak negara Amerika Latin itu. Washington berdalih sanksi diberlakukan untuk menekan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro, namun dampaknya langsung menghantam sektor energi Venezuela.
Memasuki masa jabatan kedua, Trump memperluas kebijakan “tekanan maksimum”. AS mengerahkan armada militer ke Laut Karibia dan meningkatkan patroli laut dengan alasan memerangi penyelundupan narkoba. Namun, banyak pihak menilai langkah tersebut beririsan dengan upaya mengontrol jalur ekspor minyak Venezuela.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika Trump mengumumkan blokade terhadap kapal tanker minyak Venezuela. Dalam pernyataan di Truth Social, Trump menuduh Venezuela mencuri minyak milik AS dan mengklaim wilayah tersebut telah dikepung armada terbesar dalam sejarah Amerika Selatan.
Belum lama ini, militer AS juga menyita kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela. Pemerintahan di Karakas mengecam tindakan tersebut sebagai pembajakan internasional dan pelanggaran kedaulatan negara.
Pernyataan kontroversial ajudan Trump, Stephen Miller, yang menyebut seluruh minyak Venezuela sebagai milik AS, semakin memperjelas betapa sentralnya isu energi dalam konflik ini. Bagi banyak pengamat, narasi perang melawan narkoba dan demokrasi hanyalah lapisan luar dari perebutan sumber daya alam.










