Moeldoko Yakin Mobil Listrik Tetap Laku Tanpa Insentif, Ini Alasannya!

Moeldoko Yakin Mobil Listrik Tetap Laku Tanpa Insentif, Ini Alasannya!

Otomotif | inews | Rabu, 24 Desember 2025 - 07:58
share

JAKARTA, iNews.id - Rencana pemerintah menghentikan insentif mobil listrik mulai 31 Desember 2025 memicu kekhawatiran soal potensi kenaikan harga dan penurunan minat masyarakat. Namun, Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo), Moeldoko, punya pandangan optimistis. 

Dia menegaskan, kebijakan penghentian insentif mobil listrik tidak akan menghentikan pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia. Apa alasannya?

Moeldoko menilai, pasar mobil listrik justru menunjukkan tren positif di tengah perlambatan penjualan kendaraan secara umum. Menurut dia, absennya insentif bukan penentu utama masa depan kendaraan listrik berbasis baterai (EV).

"Kalau dilihat penjualan mobil secara umum memang ada penurunan, tapi tren mobil listrik justru meningkat signifikan," kata Moeldoko saat ditemui di kantor Mobil Anak Bangsa (MAB), Jakarta, belum lama ini.

BYD Atto 1 menjadi salah satu pilihan mobil listrik di Indonesia. (Foto: Dani M Dahwilani)

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, sepanjang Januari hingga November 2025, distribusi mobil listrik mencapai 82.525 unit dari total penjualan nasional 710.084 unit. Capaian tersebut membuat pangsa pasar mobil listrik berada di level 11,62 persen.

Moeldoko menegaskan, tanpa insentif pun mekanisme industri akan tetap berjalan. Dia menyebut perkembangan teknologi dan persaingan produsen akan menekan biaya produksi, terutama pada komponen baterai.

"Saya dari awal sudah katakan, mobil listrik ke depan akan lebih murah dari mobil konvensional. Komponennya lebih sedikit. Kalau persaingan baterai makin ketat, harga akan turun," ujarnya.

Dia juga menyoroti rencana Indonesia menjadi basis produksi baterai kendaraan listrik. Menurutnya, baterai menyumbang sekitar 40 persen dari harga mobil listrik sehingga penurunan harga baterai akan berdampak langsung pada harga jual kendaraan.

"Apalagi Indonesia akan produksi baterai. Kalau baterai sebagai komponen 40 persen dari EV turun, maka harga mobil listrik turun ke bawah," kata Moeldoko.

Ilustrasi mobil listrik sedang di-charge. (Foto: Dani M Dahwilani)

Masuknya berbagai produsen kendaraan listrik ke Indonesia dinilai turut mempercepat penurunan harga. Kompetisi yang ketat membuat pilihan konsumen semakin beragam.

"Dengan kompetisi seperti sekarang, masyarakat justru menikmati harga mobil listrik yang lebih rasional," ujarnya.

Berdasarkan data Gaikindo, BYD menjadi merek dengan distribusi tertinggi sepanjang 11 bulan 2025, mencapai 40.151 unit, disusul Denza dengan 7.176 unit dan Chery sebanyak 7.065 unit. Untuk model, BYD Atto 1 menjadi mobil listrik terlaris dengan distribusi 17.729 unit.

Pemerintah sebelumnya memberikan sejumlah insentif, termasuk PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 10 persen untuk mobil listrik produksi lokal dengan TKDN minimal 40 persen melalui PMK Nomor 12 Tahun 2025. Namun, pemerintah memastikan insentif tersebut tidak dilanjutkan tahun depan.

Meski demikian, Moeldoko menegaskan masa depan kendaraan listrik di Indonesia tetap berada di jalur positif, dengan atau tanpa insentif pemerintah.

Topik Menarik