Kisah Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia Dituding Terlibat Peristiwa Cikini yang Meneror Soekarno

Kisah Zulkifli Lubis, Bapak Intelijen Indonesia Dituding Terlibat Peristiwa Cikini yang Meneror Soekarno

Infografis | sindonews | Selasa, 26 November 2024 - 13:24
share

ZULKIFLI Lubis merupakan sosok perintis terciptanya badan intelijen pertama di Tanah Air. Tak jarang orang menjulukinya sebagai Bapak Intelijen Indonesia

Bicara soal Zulkifli Lubis, ada banyak kisah menarik yang dimiliki putra kelima pasangan Aden Lubis dan Siti Rewan Nasution ini. Misalnya menjadi orang Indonesia pertama yang berkesempatan belajar intelijen dari Rokugawa, mendirikan Badan Intelijen Negara/BIN (dulu bernama Badan Istimewa/BI), pernah berseteru dengan TB Simatupang hingga terlibat PRRI di Sumatera dan Sulawesi.

Selain itu, pria kelahiran Aceh, 23 Desember 1923 ini juga pernah dituding terlibat Peristiwa Cikini meski akhirnya tidak pernah terbukti. Berikut kisahnya yang dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (26/11/2024).

Kisah Zulkifli Lubis Dituduh Terlibat Peristiwa Cikini

Sebagai informasi, Peristiwa Cikini atau dikenal juga Tragedi Cikini merupakan sebuah percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno pada Sabtu, 30 November 1957. Waktu itu, datang sekelompok orang melakukan percobaan pembunuhan terhadap proklamator kemerdekaan RI itu dengan melemparkan beberapa granat.

Percobaan pembunuhan itu disebut-sebut dilakukan oleh Gerakan Anti Komunis (GAK). Setelahnya, muncul tuduhan bahwa Zulkifli Lubis, tokoh intelijen dan mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat sebagai dalang utama karena posisinya sebagai pimpinan GAK.

Mendengar insiden di Cikini yang diduga melibatkan GAK, Lubis tak lama langsung mengetahui pelakunya. Dia mendapat informasi dari Ibrahim Saleh, ketua asrama pemuda Sumbawa di Gang Ampiun yang langsung datang memberitahukannya.

Mendapati Jusuf Ismail yang bersama tiga temannya yakni Saadon bin Mohammad, Tasrif bin Husein, dan Moh Tasin bin Abubakar sebagai tersangka utama aksi penggranatan, Lubis menebak bahwa dirinya akan dituduh menjadi otak Peristiwa Cikini. Parahnya lagi, dia sedang berstatus buronan setelah percobaan kudeta pada 1956.

Pada akhirnya, Lubis memilih melarikan diri ke Sumatera. Benar saja, tak lama kemudian Nasution dan orang kepercayaannya, Letkol Sukendro, menuduhnya sebagai otak di balik penggranatan di Cikini.

Setelah insiden penggranatan itu, pelaku memang dengan cepat diringkus. Dipimpin Komandan Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya Mayor Dachjar, para pelaku langsung ditangkap dan kemudian divonis mati.

Nama-nama pelaku itu memang dikenal dekat dengan Lubis. Mereka menganggap Lubis tokoh penting yang sejalan sebagai penentang Soekarno.

Pada perkembangan penyelidikan, peran Lubis tak diketahui lebih jauh. Lubis juga hanya mengaku kenal secara pribadi dengan para pelaku, tetapi tidak pernah memerintah untuk melakukan perlawanan dengan kekerasan hingga memakan korban jiwa.

"Saya memang kenal orang-orangnya. Tersangkut boleh saja. Tapi kalau saya dikatakan menyuruh mereka, itu sangat keliru sekali," tegas Lubis.

Selain itu, permintaan Lubis kepada Jaksa Agung agar tuduhan keterlibatannya dalam Peristiwa Cikini diperiksa tak pernah ditanggapi. Setelahnya, kasus selesai dan Lubis terbebas dari tuduhan.

"Masalah itu sudah selesai," jawab pihak pemerintah sebagaimana ditulis R Leiressa dalam PRRI Permesta: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunisme.

Tragedi Cikini terjadi di Perguruan Cikini, Jalan Cikini No 76, Jakarta Pusat, tempat putra dan putri Soekarno bersekolah. Waktu itu, Soekarno selaku orang tua Megawati Soekarnoputri dan Guntur Soekarnoputra menghadiri peringatan ulang tahun ke-15 Sekolah Rakyat Perguruan Cikini.

Setelah acara selesai dan hendak meninggalkan lokasi, Soekarno beserta rombongan mendapatkan lemparan 6 granat dan 5 di antaranya meledak seketika. Soekarno memang selamat, tetapi tidak dengan 10 orang termasuk pengawal pribadinya tewas serta ada juga 48 orang lainnya luka-luka.

Setibanya di Istana, Soekarno langsung menyampaikan pidato serangan bom tersebut. Dia meminta masyarakat tetap tenang. "Tetap tenang sambil memperhebat kewaspadaan nasional. Mari kita tetap bersatu dalam suka dan duka," ujar Bung Karno.

Topik Menarik