2 Pengurus Yayasan Kebun Binatang Bandung Ditahan, Rugikan Negara Rp25 Miliar
Dua orang pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung berinisial S dan RBB ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Kebun Binatang Bandung. Kedua tersangka tak menyetorkan dana sewa lahan kebun bintang ke Pemkot Bandung.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) Nur Sricahyawijaya mengatakan, penyidik Kejati Jabar menetapkan S selaku Ketua Pembina Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung dari 2022 sampai 2024 dan RBB selaku Ketua Pengurus Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung sebagai tersangka.
Penetapan tersangka itu dilakukan setelah memeriksa selama enam jam pada Senin, 25 November 2024. “Tersangka S ditahan di Rumah Tahanan Negara Perempuan Kelas IIA Bandung selama 20 (dua puluh) hari sejak 25 November 2024 sampai 14 Desember 2024. Sedangkan RBB ditahan di Rutan Kebonwaru Bandung," kata Kasipenkum, Selasa (26/11/2024).
Gamma Rizkynata Oktafandy Jadi Korban Penembakan Polisi di Semarang, Keluarga Tuntut Keadilan
Pria yang akrab disapa Cahya ini mengungkapkan kronologi berawal dari fakta total lahan Kebun Binatang Bandung seluas 139.943 meter persegi. Dari total lahan itu, seluas 285 meter persegi merupakan barang milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang diperoleh dari pembelian 12 bidang dan 1 bidang dari tukar menukar yang tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) model A pada Pemkot Bandung pada 2005.
Barang Milik Daerah berupa lahan telah dimanfaatkan oleh Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung untuk kebun binatang sejak 30 November 2007. Pemanfaatan lahan berupa sewa menyewa telah berakhir dan tidak ada perpanjangan pemanfaatan lahan berupa sewa menyewa.
Setelah sewa menyewa lahan oleh Yayasan Margasatwa Tamansari berakhir, mereka tetap memanfaatkan lahan itu tanpa setoran ke kas daerah Pemkot Bandung. “Setelah perjanjian berakhir pada 30 November 2007, Yayasan Margasatwa Taman Sari telah menguasai dan memanfaatkan lahan milik Pemkot Bandung secara tanpa hak," ujar Cahya.
Berdasarkan Akta Notaris bulan Mei 2017, tutur Cahya, dalam kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung, tersangka S sebagai anggota pembina dan tersangka RBB sebagai Sekretaris II dan Ketua Pengurus John Sumampauw. "Pada 2017 sampai 2020, tersangka S telah menerima uang sewa lahan Kebun Binatang bersama-sama dengan tersangka RBB, yaitu sebesar Rp6 miliar yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga dari John Sumampauw," tutur Cahya.
Pada 21 Januari 2022, kata Kasipenkum, terjadi penggantian kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung. Ketua Pembinanya adalah tersangka S dan ketua pengurus adalah tersangka RBB. Keduanya mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai ketua pengurus, yaitu, dalam setiap tindakan baik keluar maupun ke dalam, mewakili yayasan atau pengurus harus ada persetujuan dari ketua pembina.
"Sejak kepengurusan berganti, tersangka S dan RBB seharusnya biaya pemanfaatan lahan kebun binatang tersebut harus disetor ke kas daerah Pemkot Bandung. Namun dari 2022 sampai 2023, Yayasan Margasatwa Tamansari tidak pernah membayar uang pemanfaatan lahan ke kas daerah," ucap Kasipenkum.
Akibatnya, kata Cahya, pendapatan untuk pemanfaatan Kebun Binatang milik Pemkot Bandung berkurang. Perbuatan tersangka S diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp25 miliar.
"Sedangkan tersangka RBB diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp600 juta karena telah menandatangani kwitansi pembayaran dan menikmati uang sewa lahan Pemkot Bandung untuk keperluan pribadi tersangka John Sumampauw," ujar Cahya.
Penyidik Kejati Jabar, tutur Kasipenkum, menjerat tersangka S dan RBB melanggar pasal primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.