Menelusuri Strategi Komunikasi Politik Perindo Jelang Pilkada 2024
Hari Eko Purwanto Dosen Komunikasi Politik FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta
MESKIPUN Partai Perindo merupakan partai non-parlemen, hal ini tidak menghalangi mereka untuk berperan aktif dalam mengusung calon kepala daerah menjelang Pilkada 2024. Dengan semangat membangun kesejahteraan rakyat dan memperkuat basis politik di berbagai daerah, Perindo tetap menunjukkan eksistensinya dalam peta politik nasional.
Dengan mengandalkan strategi komunikasi politik yang matang, partai ini mendukung kandidat lokal yang memiliki daya tarik di komunitas mereka masing-masing, dan hal ini menjadi salah satu senjata utama untuk memenangkan hati pemilih di Pilkada nanti. Selain fokus pada isu-isu kesejahteraan, Perindo mendukung kandidat yang kuat secara lokal, seperti Dominggus Mandacan di Papua Barat dan I Gede Dana di Karangasem, Bali.
Langkah ini memperlihatkan bagaimana Perindo menggunakan strategi yang disesuaikan dengan konteks lokal guna memenangkan suara dalam Pilkada. Dari perspektif komunikasi politik, pendekatan Perindo ini bisa dijelaskan dengan menggunakan teori-teori penting seperti agenda-setting dan framing.
Penyusunan Agenda: Kesejahteraan dan Kandidat Berbasis Lokal Salah satu strategi utama Perindo adalah menyusun agenda publik dengan fokus pada kesejahteraan rakyat kecil. Teori Agenda Setting (McCombs & Shaw, 1972) menekankan bahwa media dapat memengaruhi perhatian publik dengan menonjolkan isu-isu tertentu.
Perindo memanfaatkan jaringan media, khususnya MNC Group, untuk menyebarluaskan pesan-pesan terkait program kesejahteraan dan penciptaan lapangan kerja, yang menjadi salah satu pilar utama partai ini. Selain itu, pemilihan kandidat seperti Dominggus Mandacan di Papua Barat menunjukkan efektivitas strategi lokal Perindo.
Dukungan terhadap tokoh-tokoh lokal dengan rekam jejak yang kuat dalam pembangunan daerah menggaris bawahi pendekatan yang fokus pada isu-isu yang relevan dengan masyarakat setempat. Sebagai contoh, Dominggus Mandacan dikenal sebagai figur yang berhasil meningkatkan kesejahteraan di Papua Barat, yang sejalan dengan visi dan misi Perindo.
Framing: Membangun Citra Kandidat Melalui Figur dan ProgramStrategi komunikasi politik Perindo juga memanfaatkan teori Framing (Goffman, 1974) dalam membentuk citra kandidat serta program-program unggulan partai. Dominggus Mandacan, misalnya, diposisikan sebagai figur yang membawa kemajuan ekonomi lokal dan stabilitas politik di Papua Barat.
Framing ini diperkuat melalui kampanye di media, yang membentuk persepsi publik bahwa Mandacan adalah pemimpin yang peduli pada kesejahteraan rakyatnya. Di Bali, I Gede Dana juga diusung dengan pendekatan framing yang serupa.
Sebagai figur yang memiliki komitmen kuat terhadap kesejahteraan masyarakat desa, citra I Gede Dana digunakan oleh Perindo untuk menarik simpati pemilih di daerah tersebut.
Mobilisasi Dukungan: Memanfaatkan Figur Lokal dan Media Perindo memaksimalkan penggunaan teori Two-Step Flow (Lazarsfeld, 1944), di mana pesan politik disampaikan melalui tokoh-tokoh masyarakat atau opinion leader. Tokoh-tokoh lokal seperti Dominggus Mandacan dan I Gede Dana menjadi contoh bagaimana Perindo menggunakan pengaruh figur masyarakat untuk menjangkau pemilih dengan lebih efektif.
Tokoh-tokoh ini menjadi jembatan antara pesan partai dengan kepentingan lokal, memastikan bahwa pesan tersebut relevan dan sampai kepada target pemilih. Selain itu, Perindo memanfaatkan jaringan media MNC Group untuk memberikan eksposur lebih besar kepada kandidat yang mereka usung.
Dukungan media yang intens terhadap pencalonan Dominggus Mandacan, misalnya, menunjukkan bagaimana Perindo menggunakan platform media untuk menyebarluaskan agenda politik mereka secara luas.
Perbandingan dengan Strategi Partai Lain Jika dibandingkan dengan partai lain seperti PDIP, yang mendukung figur nasional terkenal seperti Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur, Perindo lebih menonjolkan pendekatan kolaboratif dan lokal. PDIP menggunakan popularitas figur nasional untuk menarik dukungan pemilih dengan elektabilitas tinggi, sementara Perindo lebih memilih mendukung kandidat lokal yang memiliki koneksi kuat dengan masyarakat setempat.
Menteri Siti Nurbaya Sebut Sudah Lapor ke Prabowo soal 7 Isu Utama LHK, Deforestasi hingga Karhutla
Pendekatan ini memungkinkan Perindo lebih fleksibel dalam merespons kebutuhan dan keinginan pemilih di daerah. Sementara itu, partai seperti Partai Gerindra memiliki strategi yang berbeda dengan fokus yang lebih besar pada mobilisasi massa melalui kampanye langsung dan penggunaan figur sentral seperti Prabowo Subianto.
Gerindra cenderung lebih menonjolkan narasi yang terpusat pada tokoh nasional mereka, dengan pesan yang konsisten di seluruh wilayah, berbeda dengan pendekatan Perindo yang lebih mendekatkan diri pada kebutuhan masyarakat lokal.
Di sisi lain, Partai Nasdem lebih mengandalkan komunikasi digital dan media sosial untuk meraih simpati pemilih muda. Dengan strategi yang menargetkan pemilih milenial dan Gen Z, Nasdem menggunakan konten digital yang viral dan kampanye interaktif untuk menjangkau segmen pemilih yang lebih luas. Metode ini berbeda dengan Perindo yang lebih banyak memanfaatkan tokoh-tokoh lokal sebagai penghubung antara partai dan pemilih.
Pemilih Tidak Selalu Terjangkau oleh Media dan Dinamika di Lapangan Meski Perindo memiliki kekuatan media yang cukup besar, mereka menghadapi beberapa tantangan dalam menjangkau pemilih, terutama di wilayah yang sulit dijangkau media. Teori Efek Minimal (Klapper, 1960) menunjukkan bahwa media sering tidak memiliki kekuatan penuh untuk mengubah sikap politik pemilih yang sudah memiliki preferensi.
Banyak pemilih mungkin tidak terpengaruh oleh pesan media dan lebih memilih untuk mendapatkan informasi melalui interaksi langsung dengan kandidat di lapangan. Selain itu, keterbatasan akses media di daerah terpencil seperti Papua dan Bali membuat pemilih lebih bergantung pada kampanye langsung dan interaksi tatap muka.
Dalam situasi ini, keterlibatan langsung kandidat lokal menjadi sangat penting dalam membangun koneksi yang lebih personal dengan masyarakat. Masalah lainnya adalah rendahnya loyalitas pemilih di beberapa daerah.
Pemilih sering berganti pilihan politik berdasarkan insentif material atau penampilan kandidat selama kampanye, yang membuat hubungan jangka panjang antara partai dan pemilih sulit dibangun. Hal ini memaksa Perindo untuk lebih menekankan kampanye lapangan dan interaksi langsung untuk mempertahankan dukungan.
Konsistensi Pesan di Era Digital Selain masalah media dan loyalitas pemilih, Perindo juga menghadapi tantangan dalam menjaga konsistensi pesan di era digital. Di tengah arus informasi yang cepat, pesan kampanye yang disampaikan melalui berbagai platform bisa berubah-ubah, menimbulkan kebingungan di kalangan pemilih.
Perindo harus mampu menjaga keselarasan antara pesan yang disampaikan di media sosial, televisi, dan dalam interaksi langsung agar tetap konsisten dan relevan. Penting bagi Perindo untuk memastikan bahwa narasi mereka tetap kohesif di tingkat lokal dan nasional, sehingga citra partai tetap solid dan tidak terjadi misinterpretasi di kalangan pemilih.
Kesimpulan Menjelang Pilkada 2024, Partai Perindo terus memperkuat strategi komunikasi politiknya dengan mengusung kandidat lokal yang berdaya dan fokus pada program kesejahteraan yang relevan. Dengan menggunakan teori agenda-setting dan framing, serta memaksimalkan jaringan media, Perindo berhasil membangun citra sebagai partai yang peduli pada kesejahteraan rakyat kecil.
Namun, mereka tetap menghadapi tantangan dalam menjangkau pemilih yang tidak selalu terpapar media, rendahnya loyalitas pemilih, serta menjaga konsistensi pesan di era digital. Perindo perlu meningkatkan pendekatan berbasis tatap muka dan kampanye lapangan di wilayah yang sulit dijangkau media.
Selain itu, membangun hubungan jangka panjang dengan pemilih melalui keterlibatan yang berkelanjutan di antara siklus pemilu akan membantu memperkuat loyalitas. Di era digital yang cepat berubah, Perindo juga harus memperkuat kehadiran mereka di media sosial dengan pesan yang konsisten dan interaktif, guna menarik pemilih yang lebih muda dan melek teknologi. Tantangan-tantangan ini akan menjadi ujian bagi Perindo dalam upaya memenangkan Pilkada 2024 dan meningkatkan elektabilitas mereka di masa mendatang.