Usai G30S PKI Gagal, Terbitlah Supersemar
JAKARTA - Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI) menjadi sejerah kelam bangsa Indonesia. Percobaan kudeta yang gagal itu mengakibatkan enam jenderal dan satu perwira gugur.
Tujuh Pahlawan Revolus i itu menjadi korban pembantaian dalam operasi yang berlangsung hingga 1 Oktober dini hari itu.
Para Pahlawan Revolusi disiksa, ditembak, kemudian mayatnya dibuang ke sumur tua di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Soeharto, yang kala itu menjabat sebagai Pangkostrad menjadi orang yang paling siap setelah adanya G30S/PKI.
"Kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa Soeharto adalah orang yang paling siap, pada pagi harinya. Karena dia sudah tahu akan ada kemungkinan gerakan, terlepas secara rinci informasi itu tidak ada. Tapi kan dia paling siap. Dia berangkat pagi-pagi sudah siap ke kantor," ujar Peneliti senior bidang Sejarah dan Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam beberapa waktu lalu.
Asvi meyakini 1 Oktober 1965 menjadi awal kudeta merangkak Soeharto. Meski, diakuinya banyak fakta yang belum terungkap terkait keterlibatan Soeharto dalam peristiwa G30S.
"Itu mungkin fakta yang belum terungkap. Tapi uraian kudeta merangkak, secara bertahap Soeharto itu melakukan suatu tindakan dan kemudian terjadi pengambil alihan kekuasaan pada 1967, itu kan ada juga. Itu analisis yang disebut post factum, sesudah persitiwanya oh berarti ini ada kudeta merangkak itu," tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa kudeta merangkak yang dimaksud merupakan pengambil alihan kekuasaan secara berangsur atau bertahap. Dalam perjalanan sejarahnya, bangsa Indonesia pernah mengalami peristiwa 1 Oktober 1965 disusul dengan terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1966.
Kemudian, Soeharto diberi mandat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai Presiden pada 26 Maret 1968 menggantikan Soekarno. Rentetan peristiwa tersebut tercatat dalam bagian sejarah bangsa Indonesia.
Pemberontakan PKI, Pemerhati Sejarah Tuban : Memahami G 30 S Tidak Boleh Sepenggal-sepenggal
Adapun tujuh pahlawan revolusi itu yakni, Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani; Mayor Jenderal Raden Soeprapto; Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono; Mayor Jenderal Siswondo Parman; Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan; Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo; serta Lettu Pierre Andreas Tendean.