Cawe-Cawe Jokowi Jadi Penghambat Cita-Cita Kabinet Zaken Prabowo
Cawe-cawe Joko Widodo (Jokowi) dinilai menjadi salah satu penghambat bagi cita-cita Presiden Prabowo Subianto membentuk Kabinet Zaken. Ekonom senior Indef Didin Damanhuri menilai terdapat lima faktor yang akan menghambat cita-cita Prabowo untuk membentuk kabinet yang didominasi oleh kalangan profesional itu.
Adapun salah satunya, pengaruh atau campur tangan Presiden ke-7 RI Jokowi yang memasukkan 17 menterinya dalam Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran. Menurut Didin, hal ini membuat Prabowo tidak leluasa dalam menjalankan jabatannya sebagai Kepala Negara.
Faktor penghambat lainnya yaitu, pengaruh lingkaran bisnis serta beberapa pos kementerian dan wakil kementerian yang diduga berasal dari oligarki yang mempunyai kepentingan bisnis. Ketiga, Menteri Pendidikan, Dikdasmen, Menteri agama dan lain-lain yang berasal dari pihak profesional.
Baca juga: 17 Menteri Jokowi Masuk Kabinet Merah Putih Prabowo, Satu Wamen Naik Posisi
Kemudian terakhir, kepentingan lembaga-lembaga keuangan internasional IMF/world bank yang juga memainkan peranan dalam menunjuk menteri-menteri Prabowo, sehingga lembaga-lembaga itu tidak ingin kepentingannya terganggu.
Didin menambahkan, Kabinet Gemuk Prabowo saat ini juga menjadi permasalahan dalam mewujudkan cita-cita Kabinet Zaken. Hal itu lantaran menteri dan wakil menteri dalam Kabinet yang diberi nama Merah Putih ini berjumlah lebih dari 100 orang.
"Apakah kabinet gemuk Prabowo akan menjadi transisional sifatnya? Dari pidato pelantikan Prabowo relatif mencerminkan siapa Prabowo. Tapi apakah akan mencerminkan seluruh keinginan dan cita-cita program Prabowo. Apakah bisa diwujudkan oleh kabinet gemuk?" katanya, Rabu (23/10/2024).
Baca juga: Baru 1-2 Hari Dilantik, 5 Anak Buah Prabowo Sudah Bikin Kontroversi
Didin pun menilai, pendekatan yang digunakan oleh Prabowo yaitu strategi Basic Need approach. Hal ini pun sangat berbeda sekali dengan program Jokowi selama 10 tahun.
"Basic need approach mirip dengan program pemerataan dari era Soeharto. Sistem ini menggynakan pendekatan yang berbeda untuk mengani masalah korupsi, kemiskinan, dan swasembada pangan dan energi, hilirisasi yang lebih luas tidak hanya nikel, subsidi langsung ke keluarga-keluarga. (Dan ini) adalah pendekatan yang sangat berbeda dengan program Jokowi 2014, dan 2019," kata Didin.
Ia pun menyoroti pidato Prabowo yang menurutnya berkomitmen untuk menjalankan pemerintahan dengan orientasi kerakyatan. Sehingga, nantinya seluruh program diarahkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Lalu bagaimana mendelivernya? Harus ada koreksi terhadap platform pemerintahan pada 10 tahun terakhir yang banyak merugikan masyarakat bawah," pungkas Didin.