LSI Denny JA: Makan Bergizi Gratis Peringkat 1 Program 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran
Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dengan skor positif paling tinggi dalam 100 hari kerja. Sementara usulan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD menjadi wacana yang mendapat respons paling negatif dari masyarakat.
Hal ini merupakan hasil laporan LSI Denny JA yang menggunakan dua pendekatan yakni LSI Weight Scoring Model dan Aplikasi LSI Internet. Model pertama menentukan ranking program positif melalui kriteria berbobot yang mencakup dampak strategis (30), dampak langsung (25), keberlanjutan dan efisiensi (20), sentimen publik (15), serta dukungan politik dan internasional (10).
Model kedua menganalisis frekuensi dan sentimen percakapan daring antara 20 Desember 2024 hingga 20 Januari 2025. Kombinasi metodologi ini memberikan gambaran kuantitatif dan kualitatif terhadap program yang dievaluasi.
"Program Makan Bergizi Gratis menempati peringkat pertama dengan skor 8,4 karena dampaknya yang langsung terhadap pengurangan stunting dan peningkatan kesehatan masyarakat, mendukung kualitas generasi mendatang. Efeknya juga akan terasa pada perekonomian melalui peningkatan permintaan pangan lokal," ujar peneliti senior LSI Denny JA Ardian Sopa, Jumat (24/1/2025).
Di peringkat kedua adalah program Rehabilitasi dan Renovasi Sekolah dengan skor 8,0. Program memperbaiki infrastruktur pendidikan, mengurangi kesenjangan akses antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta meningkatkan kualitas belajar, ini mencerminkan komitmen pemerintah terhadap keadilan sosial.
Ketika seorang anak di pedesaan dapat belajar di ruang kelas yang layak, mereka diberi kesempatan untuk bermimpi lebih besar. "Pendidikan adalah fondasi untuk membangun masa depan bangsa dan investasi pada infrastruktur sekolah bukan hanya menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, tetapi juga memberdayakan guru dan siswa untuk memberikan serta menerima yang terbaik," kata Ardian.
Program yang mendapat respons positif ketiga adalah Swasembada Pangan dengan skor 7,8. Program ini fokus pada pengurangan impor pangan, peningkatan ketahanan pangan, dan dukungan terhadap petani lokal menjadikan program ini sangat strategis untuk jangka panjang.
Swasembada pangan adalah cerminan kemandirian bangsa. Dalam dunia yang semakin rentan terhadap krisis global, kemampuan untuk memproduksi kebutuhan pokok sendiri adalah bentuk ketahanan nasional.
Program-program selanjutnya adalah Peningkatan Kesejahteraan Guru dengan skor 7,8; Kenaikan Upah Minimum Nasional dengan skor 7,8; Keanggotaan Indonesia dalam BRICS dengan skor 7,8; Program Transisi Energi Hijau dengan skor 7,7; Pemberantasan Judi Online dengan skor 7,3; dan Penurunan Harga Tiket Transportasi Publik dengan skor 7,2.
"Transportasi publik yang terjangkau adalah fondasi mobilitas masyarakat. Ketika harga tiket turun, masyarakat dari berbagai lapisan memiliki akses yang lebih besar untuk bergerak baik untuk bekerja, belajar, maupun menjalani kehidupan sehari-hari," katanya.
Selain program/isu yang mendapat tanggapan positif, 100 hari kerja Presiden Prabowo-Wapres Gibran juga mendapat respons negatif pada tiga isu yakni Usulan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD, Pembentukan Kabinet Jumbo, dan Penghapusan Piutang Macet UMKM.
Ardian menuturkan usulan kepala daerah dipilih oleh DPRD mendapat skor -7,9 (minus 7,9). Kebijakan ini mendapat kritik tajam karena melemahkan partisipasi langsung masyarakat, meningkatkan risiko korupsi, dan menimbulkan resistensi publik.
Selain itu, mekanisme pemilihan melalui DPRD membuka celah yang lebih besar untuk praktik politik transaksional yang merusak kepercayaan terhadap lembaga pemerintahan.
Pembentukan kabinet jumbo oleh Prabowo-Gibran juga mendapat skor negatif yakni -6,8. Kabinet yang terlalu besar dianggap inefisien, membebani anggaran, serta memicu konflik kepentingan jika didasarkan pada utang budi politik semata.
Kabinet yang besar tidak selalu mencerminkan kekuatan melainkan seringkali simbol dari beban. Penambahan kementerian atau pejabat baru tanpa perencanaan yang matang berisiko menciptakan birokrasi yang lamban dan tidak efektif.
Kemudian, penghapusan piutang macet UMKM mendapat skor -5,7. Kebijakan ini memicu moral hazard, mengurangi likuiditas lembaga keuangan, dan dinilai tidak adil bagi debitur yang patuh. Meskipun niatnya baik untuk membantu UMKM yang kesulitan, kebijakan ini berisiko menciptakan preseden yang salah.
"Debitur lain mungkin merasa bahwa kewajiban finansial dapat diabaikan dengan harapan akan ada penghapusan di masa depan. Ini melemahkan kedisiplinan keuangan dan merugikan lembaga keuangan yang harus menanggung risiko lebih besar," ujarnya.