LSI Denny JA: Indeks Tata Kelola Indonesia Masih Tertinggal

LSI Denny JA: Indeks Tata Kelola Indonesia Masih Tertinggal

Nasional | sindonews | Selasa, 11 Maret 2025 - 20:20
share

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil terbaru Indeks Tata Kelola Pemerintahan (Good Governance Index - GGI). Dalam pengukuran atau survei yang dilakukan pada Maret 2025, Indonesia memperoleh skor 53,17, jauh di bawah negara-negara seperti Singapura (87,23), Jepang (84,11), dan Korea Selatan (79,44).

Menurut pendiri LSI, Denny JA untuk mewujudkan gebrakan besar seperti yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto -termasuk program 70.000 Koperasi Merah Putih, Makan Bergizi Gratis, serta target pertumbuhan ekonomi 8- perlu didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah kualitas tata kelola yang masih rendah.

"GGI merupakan alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur kualitas tata kelola pemerintahan secara komprehensif. Indeks ini mengintegrasikan enam dimensi utama, yaitu Efektivitas Pemerintahan (25), Pemberantasan Korupsi (20), Digitalisasi Pemerintahan (15), Demokrasi (15), Pembangunan Manusia (15), dan Keberlanjutan Lingkungan (10)," ujar Denny JA, Selasa (12/3/2025).

Denny JA menekankan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan besar dalam tata kelola pemerintahan, di antaranya kasus-kasus korupsi besar yang terus menggerogoti sistem.

Beberapa kasus yang mengemuka adalah kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di anak perusahaan Pertamina yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun, serta dugaan korupsi dalam pengelolaan 109 ton emas oleh pejabat PT Antam Tbk dan tata niaga komoditas timah yang merugikan negara hingga Rp271,07 triliun pada periode 2015-2022.

"Pemberantasan korupsi yang serius dan berkelanjutan menjadi kunci utama untuk meningkatkan skor GGI Indonesia," tandas Denny JA.

Dia juga menyoroti rendahnya efektivitas birokrasi Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Negara-negara tersebut sukses karena memiliki birokrasi yang efektif, cepat, dan transparan. Oleh karena itu, Indonesia harus segera melakukan perbaikan agar tidak semakin tertinggal.

Denny JA memberikan contoh negara-negara yang berhasil menerapkan kebijakan yang mendukung tata kelola pemerintahan yang baik, seperti kebijakan nol toleransi terhadap korupsi di Singapura pada era Lee Kuan Yew, digitalisasi identitas melalui Aadhaar di India, dan investasi besar Korea Selatan dalam pembangunan manusia yang berfokus pada revolusi pendidikan untuk mendorong kemajuan teknologi.

"GGI ini bukan sekadar alat ukur, tetapi juga peta jalan untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan Indonesia," kata Denny JA.

Dalam jangka panjang, LSI Denny JA berencana untuk melakukan pengukuran GGI ini setiap tahun, tidak hanya untuk Indonesia tetapi juga untuk lebih dari 150 negara di dunia. GGI diharapkan dapat menjadi salah satu tolok ukur global dalam menilai kualitas pemerintahan.

"Indonesia sedang di persimpangan sejarah. Apakah akan memperbaiki tata kelola pemerintahan secara serius atau kembali terjebak dalam lingkaran stagnasi, semua tergantung pada langkah strategis yang diambil oleh pemerintah hari ini," ujar Denny JA.

Topik Menarik