Kejaksaan Tetap Usut Korupsi, Ini Tanggapan Komisi Hukum MUI
JAKARTA - Ketua Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Deding Ishak mengatakan, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur soal kewenangan masing-masing Aparat Penegak Hukum (APH). Di UU Kejaksaan jelas disebutkan bahwa kejaksaan dapat melakukan penyidikan tindak pidana khusus, yaitu HAM berat dan korupsi.
"Kekhawatiran sebelumnya adalah wajar namun sesuai penjelasan ketua Komisi III, draf terakhir KUHAP tidak mengatur kewenangan, tentu ini menjadi plong dan kita wajib mendorong sinergitas kejaksaan dan KPK untuk bersinergi memberantas korupsi," kata Deding dalam keterangannya, Minggu (6/4/2025).
Menurutnya, sinergi antara kejaksaan dan KPK dilakukan dalam upaya mengimplementasikan komitmen dan politic will Presiden Prabowo Subianto yang demikian gemas kepada para koruptor. Bagi Prabowo, para koruptor telah membuat rakyat banyak menderita.
"Ini momentum yang baik dan kondusif untuk menjadikan penegakan hukum terhadap koruptor ini sebagai arus utama negara, dan pemerintahan Presiden Prabowo jihad memerangi korupsi," ujarnya.
Ungkap Penyebab Kematian Temuan Kerangka Manusia di Aspol Gresik, 20 Orang Diperiksa Polisi
Ia menegaskan, umaro dan ulama harus bekerja sama kemudian mulai membantu lewat upaya pencegahan lewat pendidikan anti korìupsi di tingkat TK hingga perguruan tinggi lewat pendidikan agama dan budaya.
Dalam hal tindakan, Prof Deding meminta agar DPR RI dan pemerintah segera sahkan UU Perampasan Aset Koruptor. Sebelum hukuman mati bagi koruptor, coba dulu dengan hukuman memiskinkan koruptor dan perampasan harta aset koruptor.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menyebut draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang menyebut kewenangan jaksa hanya sebagai penyidik kasus pelanggaran HAM berat bukan hasil akhir.
Habiburokhman memberikan draf hasil akhir terkait 'penyidik tertentu' yang tidak mengatur kewenangan jaksa.
"Saya melihat bahwa draf tersebut sepertinya bukan hasil yang terakhir, draf terakhir yang seharusnya terakhir tertulis penyidik tertentu misalnya penyidik KPK, penyidik kejaksaan atau penyidik OJK sebagaimana diatur dalam undang-undang," kata Habiburokhman.
Ditemui Legislator Partai Perindo, Warga Donggala Curhat Kebutuhan Air Bersih hingga Bus Sekolah
Habiburokhman menegaskan dalam RUU KUHAP tidak ada mengatur kewenangan institusi dalam memeriksa dan menyelidiki kasus. Ia menekankan KUHAP akan menjadi pedoman dalam proses pidana bukan mengatur tentang kewenangan terhadap tindak pidana tertentu yang diatur dalam undang-undang di luar KUHP atau KUHAP.
"Draf RUU KUHAP juga tidak mencabut undang-undang di luar atau materiil manapun sepanjang tidak mengatur acara pidana yang diatur dalam KUHAP," ujarnya.
Habiburokhman mengatakan aturan penyidik Polri, PPNS, dan penyidik tertentu ini dibuat agar dalam pelaksanaannya masing-masing memiliki fungsi koordinasi dan pengawasan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
"Kejaksaan dalam UU Tipikor maupun UU Kejaksaan telah memiliki kewenangan dalam menyidik tindak pidana tertentu. Maka aturan dan kewenangan tersebut tetap berlaku," ujar Habiburokhman.
Habiburokhman menyebut draf RUU KUHAP itu masih dalam penyempurnaan. Ia akan menerima masukan yang ada selama pembahasan berlangsung.