Cegah Persepsi Negatif, KPK Diminta Transparan Terkait Penggeledahan Rumah La Nyalla
Penggeledahan rumah Ketua DPD RI ke-V periode 2019–2024 La Nyalla Mattalitti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Surabaya menarik perhatian sejumlah kalangan. KPK diminta transparan agar tak menimbulkan persepsi negatif.
Pengamat hukum dan pembangunan nasional Hardjuno Wiwoho meminta KPK memberikan penjelasan terbuka kepada publik guna menghindari munculnya persepsi negatif, terutama terkait dugaan politisasi penegakan hukum.
“Jangan sampai penegakan hukum digunakan sebagai alat kepentingan politik praktis oleh pihak-pihak tertentu,” ujarnya di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Sebagai bagian dari masyarakat sipil, Hardjuno mendukung penuh langkah KPK dalam memberantas korupsi. Tapi penggeledahan terhadap tokoh publik sekaliber La Nyalla perlu dilakukan secara proporsional dan transparan. Hal ini penting agar tidak memunculkan tafsir liar.
“Jangan sampai malah menimbulkan kesan aparat penegak hukum menjadi alat untuk mengkriminalisasi orang-orang tertentu,” tegasnya.
Sebelumnya, KPK mengonfirmasi telah melakukan penggeledahan di rumah La Nyalla pada Selasa, 15 April 2025, terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah Pemprov Jawa Timur. Namun KPK belum menemukan unsur keterlibatan langsung La Nyalla dalam kasus tersebut.
Hardjuno menilai langkah penegakan hukum semacam ini harus dijalankan dengan hati-hati, mengingat posisi La Nyalla sebagai figur nasional yang dikenal vokal dalam berbagai isu demokrasi, keadilan sosial, dan pemberantasan korupsi itu sendiri.
"Apalagi ternyata dalam penggeledahan kan tidak ditemukan apa-apa terkait kasus. Dokumen berita acara penggeledahan yang diperoleh menyatakan bahwa tidak ditemukan barang, dokumen, atau apapun yang diduga terkait perkara dimaksud," katanya.
Hardjuno menilai, La Nyalla adalah seorang tokoh politik nasional yang sangat menjunjung tinggi pentingnya penegakan hukum. Dengan pengalamannya di pentas politik nasional, La Nyalla sangat peka terhadap bahaya penyalahgunaan hukum.
La Nyalla juga konsisten membela hak-hak masyarakat kecil, seperti petani dan nelayan, yang selama ini kurang mendapat akses keadilan. Karena itu, Hardjuno kembali mengingatkan KPK agar proses hukum ini harus transparan dan independen. Jangan sampai ada muatan kepentingan politik yang terselubung dalam proses hukum La Nyalla.
“Jika penegakan hukum ini dilakukan murni berdasarkan data dan proses hukum yang sah, maka akan memperkuat kepercayaan publik kepada KPK. Namun jika dilakukan tanpa penjelasan, akan berpotensi menimbulkan preseden buruk,” jelasnya.
Sejauh ini kata Hardjuno, publik menangkap kesan muatan politis sangat kental dalam kasus La Nyalla. "Bahkan publik bisa menduga-duga La Nyalla menjadi sasaran karena keberaniannya, sikap vokalnya di ruang publik selama ini mengusik kepentingan oligarki bisnis dan politik," ucapnya.
Hardjuno menambahkan, ketokohan La Nyalla dalam memperjuangkan peran daerah lewat DPD RI, membela kelompok rentan, serta sikapnya yang konsisten mengkritisi mahar politik, merupakan modal demokrasi yang harus dilindungi—bukan dicurigai.
“Saya berharap KPK profesional. Karenanya publik juga berhak tahu apa dasar penggeledahan itu. Prinsip keadilan harus dijaga, tidak hanya dalam putusan, tapi juga sejak proses awal,” tegasnya.
Hingga kini, KPK belum menjelaskan secara rinci temuan dari penggeledahan tersebut maupun status La Nyalla dalam kasus tersebut. Publik pun menanti kejelasan untuk memastikan semangat pemberantasan korupsi tetap berjalan dalam kerangka demokrasi yang sehat dan adil.










