Remaja Ini Alami Cedera Parah Pada Kakinya usai Lakukan 1.000 Kali Squat, Kok Bisa?

Remaja Ini Alami Cedera Parah Pada Kakinya usai Lakukan 1.000 Kali Squat, Kok Bisa?

Terkini | okezone | Sabtu, 5 Oktober 2024 - 12:00
share

SEORANG remaja berusia 13 tahun di Tiongkok didiagnosis menderita rhabdomyolysis. Dia dipaksa melakukan 1.000 kali squat sebagai hukuman di kamp musim panas. Kasus ini mengungkap dampak serius dari hukuman fisik yang berlebihan terhadap anak-anak.

Merangkum dari Odittycentral.com pada Sabtu (5/10/2024) sang ibu, Nyonya Lu, menceritakan bahwa anaknya mengalami hukuman yang sangat menyakitkan, hingga hampir membuatnya lumpuh. Awalnya, mereka menerima foto dari upacara kelulusan kamp, di mana anak mereka terlihat sedih dengan mata yang memerah. 

Sang ayah juga melihat salah satu kaki anaknya tampak lemah. Ketika ditanya kepada pihak kamp, mereka mengatakan semuanya baik-baik saja. Namun, saat menjemput anaknya, mereka menemukan sang anak duduk di bangku karena tidak bisa berdiri.

Setelah diinterogasi, anak itu mengaku bahwa dia dihukum 1.000 squat oleh salah satu guru karena ketahuan berbicara dengan teman-temannya saat latihan. Setelah mencapai 200 squat dia jatuh karena rasa sakit pada ototnya, tetapi sang guru justru menendangnya dan membiarkannya terbaring kesakitan di lantai. 

Remaja ini alami cedera mengerikan usai lakukan squat 1.000 kali. (Ilustrasi: Freepik)

Barulah saat upacara dimulai, dia dibantu dan didudukkan di bangku. Meski sudah diperiksa di rumah sakit dan didiagnosis mengalami cedera otot ringan, kondisinya memburuk hingga dia tidak bisa berjalan. 

Setelah pemeriksaan lebih lanjut, anak tersebut didiagnosis dengan rhabdomyolysis, yang menyebabkan kerusakan serius pada otot dan organ dalam. Saat ini, dia harus menggunakan kursi roda dan mengalami atrofi otot serta kerusakan pada hati dan ginjal, yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan menjalani kehidupan normal.

Orang tua remaja tersebut berusaha menuntut tanggung jawab dari penyelenggara kamp atas tindakan kekerasan yang dialami anak mereka. Setelah melalui proses negosiasi, pihak penyelenggara kamp mengakui kesalahan dan akhirnya mencapai kesepakatan dengan keluarga. Meskipun demikian, kerusakan yang dialami anak ini kemungkinan besar bersifat permanen.

 

Kasus ini menyoroti bahaya hukuman fisik yang berlebihan, terutama bagi anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan. Pengawasan yang lebih ketat dalam kegiatan yang melibatkan anak-anak sangat diperlukan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Selain itu, pendekatan disiplin yang lebih positif dan konstruktif harus diprioritaskan.

Kejadian ini juga menunjukkan pentingnya pendidikan yang menghargai martabat anak-anak. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka. Oleh karena itu, orang tua dan pendidik harus bersikap proaktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak.

Dalam rangka mencegah kejadian serupa, diperlukan dialog yang lebih luas mengenai praktik disiplin yang baik di kalangan masyarakat. Kesadaran akan hak-hak anak dan perlindungan dari kekerasan harus ditingkatkan di semua lapisan masyarakat. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak-anak dan memastikan bahwa mereka tumbuh dalam lingkungan yang aman.

Kejadian ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pendekatan disiplin yang berlebihan dan berbasis kekerasan dapat berdampak fatal bagi kehidupan anak-anak. Kita perlu berkomitmen untuk menerapkan metode yang lebih manusiawi dan mendidik dalam mendisiplinkan anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi individu yang sehat dan bahagia
 

Topik Menarik