Kasus Pemerasan Mahasiswi PPDS Anestesi FK Undip Dokter Aulia Capai Rp2 Miliar Per Semester
SEMARANG – Perputaran uang hasil pemerasan kepada mahasiswi PPDS Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) yang dilakukan 3 tersangka, mencapai Rp2 miliar per semester. Ini berkaitan dengan rangkaian kasus bullying dan pemerasan yang berujung tewasnya dr. Aulia Risma Lestari mahasiswi semester IV PPDS Anestesi FK Undip.
“Jumlah sekitar Rp2 miliar itu per semester, kalau yang kami sita Rp97 juta itu dari satu orang saja, dari korban (dr. Aulia),” ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio, di Mapolda Jateng, Jumat (27/12/2024).
Para tersangka itu masing-masing; Kepala Prodi Anestesiologi FK Undip dr. Taufik Eko Nugroho dan stafnya dr. Sri Maryani serta residen sekaligus senior korban dr. Zara Yupita Azra.
Mereka punya peran masing-masing; Taufik memanfaatkan kesenioritasan di kalangan PPDS, meminta uang BOP (Bantuan Operasional Penyelenggaraan) yang tidak diatur secara akademik untuk mendapatkan keuntungan. Peran tersangka Sri Maryani turut serta memungut uang BOP yang tidak diatur secara akademik denga meminta langsung ke bendahara PPDS Anestesi. Korban dr. Aulia Risma diketahui merupakan bendahara PPDS Anestesi di angkatannya.
Sementara peran dr. Zara, adalah senior korban, paling aktif ke juniornya melakukan pemerasan, bullying makian, dan menerapkan aturan-aturan yang harus dipatuhi juniornya.
Hitungan total pemerasan per semester yang mencapai Rp2 miliar itu, sebut Kombes Dwi, berdasar bukti-bukti yang didapati, termasuk dari tulisan-tulisan tangan. Tidak ditampung di satu rekening tertentu.
“Totalnya kami sudah mintai keterangan 38 saksi dan 4 saksi ahli, saksi ahli beragam dari saksi ahli pidana, saksi ahli psiko forensik, ahli bahasa juga,” sambung Kombes Dwi.
Kombes Dwi menyebut surat panggilan pemeriksaan sebagai tersangka telah dikirimkan dan diperkirakan mulai awal Januari tahun 2025 akan mulai dilakukan pemeriksaan.
Mengenai apakah para tersangka ini akan ditahan atau tidak, Kombes Dwi menyebut tentu nanti melihat perkembangan di lapangan, terutama kooperatif atau tidaknya para tersangka ini.
“Itu diatur di Pasal 21 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), mengenai syarat subjektif dan syarat objektif (penahanan), nanti kita lihat,” ungkapnya.
Kombes Dwi menegaskan pada penanganan kasus ini, pihaknya tidak bekerja sendiri, namun juga dibantu oleh RSUP dr. Kariadi Semarang, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Universitas Diponegoro (Undip).
“Pihak Undip sendiri justru kooperatif, tujuan mereka membersihkan, supaya tidak terjadi lagi (praktik serupa),” tandas Kombes Dwi yang merupakan mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng itu.
Korban dr. Aulia Risma Lestari diketahui ditemukan meninggal dunia pada 12 Agustus 2024 sekira pukul 23.00 WIB di kosnya daerah Lempongsari, Kota Semarang.
Polisi menemukan sejumlah bukti di TKP, di antaranya; obat keras yang disuntikkan sendiri oleh korban, 3 bekas suntikkan di punggung tangan, sejumlah catatan berkaitan dengan apa yang dialaminya selama menempuh studi PPDS Anestesi FK Undip. Polisi menyimpulkan korban meninggal dunia karena bunuh diri. Namun, selama menjalani studi PPDS Anestesi, korban mengalami sejumlah perundungan dan pemerasan dengan kekerasan.