Kinerja BUMN Karya Diproyeksi Masih Tertekan di 2025
JAKARTA - Kinerja perusahaan pelat merah di sektor infrastruktur diproyeksikan belum membaik selama dua tahun ke depan, sekalipun perseroan bakal dikonsolidasikan melalui skema inbreng saham.
1. Kinerja Baik
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad memproyeksikan kinerja moncer BUMN karya baru akan terjadi di akhir periode pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yakni di 2029 mendatang.
Artinya, di tahun pertama dan kedua setelah perusahaan dikonsolidasikan, performa mereka belum begitu optimal. Perbaikan mulai terjadi di tahun ketiga atau keempat pasca inbreng.
“Saya kira memang kalau tahun pertama, tahun kedua ini masih belum langsung menunjukkan kinerja moncer lah, paling kemungkinan ya di akhir periode, baru bisa membaik,” ujar Tauhid kepada MNC Portal, Minggu (5/1/2025).
2. Proyek PSN
Kinerja BUMN karya juga sangat bergantung pada proyek strategi nasional (PSN) yang ditugaskan pemerintah. Apalagi, Presiden meminta agar pembangunan proyek jalan tol baru, terutama untuk proyek-proyek yang belum memulai tahap pengerjaan dihentikan sementara.
Langkah ini bertujuan untuk memastikan stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025, yang menjadi fokus utama pengelolaan keuangan negara.
3. Proyek Jalan Tol
Meskipun sebagian besar proyek jalan tol baru dihentikan, beberapa proyek tetap akan dilanjutkan karena telah mencapai tahap penting dalam proses pengembangannya.
Tauhid memandang, kebijakan tersebut berdampak buruk bagi kinerja perseroan di sektor infrastruktur, terutama di sepanjang 2025 ini.
“Saya kira begini, pertama ya kalau prospek tetap tergantung nilai yang kebanyakan kan proyek-proyek infrastruktur yang dibangunkan pemerintah, saya menduga bahwa penugasan untuk infrastruktur ini akan semakin turun karena anggaranya kan di 2025 agak turun,” paparnya.
Kementerian BUMN memang menargetkan tahapan inbreng saham tujuh perusahaan pelat merah rampung di awal tahun.
Adapun, BUMN Karya yang bakal dikonsolidasikan yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Hutama Karya (Persero) atau HK, PT Nindya Karya (Persero)
Kemudian, PT Brantas Abipraya (Persero), PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP).
Dalam skemanya, Waskita Karya akan di-inbreng-kan ke Hutama Karya, Nindya Karya dan Brantas Abipraya dilebur ke Adhi Karya, lalu Wijaya Karya atau WIKA akan dilebur ke PTPP. Dari tujuh perusahaan dikonsolidasi menjadi tiga perseroan saja.
“Tapi kalau konsolidasi merger ini, rasio CAR (capital adequacy ratio)
dan sebagainya bukan tambah baik karena kan aset bertambah, tapi penambahan pendapatannya kan langsung rasionya berubah gitu ya, karena yang satu bagus, yang satu bleeding,” beber dia.
“Nah ketika bleeding yang bagus-bagus, kalau hitung rasio-rasio biasanya langsung anjlok begitu ya. Nah itu yang menyebabkan dia nggak bisa langsung, jadi di tahun pertama, kedua masih akan bleeding, kemungkinan akan ada prospek cerah di tahun ketiga atau keempat sangat tergantung dari jumlah proyek yang bisa didapatkan,” jelas Tauhid.