Strategi Kadin Lobi Tarif Impor AS ke Indonesia
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyiapkan beberapa strategi untuk membantu menegosiasikan tarif impor baru Amerikat Serikat (AS) yang ditetapkan Presiden Donald Trump kepada Indonesia.
Diungkap Ketua Umum Kadin, Anindya Novyan Bakrie, pihaknya akan melobi Trump menggunakan jalur hubungan dengan Kamar Dagang Amerika Serikat (US Chamber of Commerce) yang sudah terjalin baik selama ini.
Langkah ini seperti yang dilakukan beberapa waktu lalu, di mana dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto di November 2024, Kadin Indonesia bertemu dengan US Chamber of Commerce untuk mengantisipasi kebijakan ekonomi Presiden Trump yang ke-2, dan mulai membangun fondasi B2B sebagai mitra sejawatnya.
"Rencananya awal Mei nanti, Kadin dengan berkoordinasi dengan Pemerintah akan ke AS untuk menindaklanjuti kerja sama dengan US Chamber of Commerce dan menghadiri beberapa konferensi bisnis/ekonomi untuk menyikapi perkembangan terakhir," kata Anindya, dikutip Minggu (6/4/2025).
Anindya mengatakan bahwa masih ada pintu negosiasi yang bisa dilakukan antara Indonesia dan AS mengingat kedua negara merupakan mitra bisnis yang saling membutuhkan. Dengan begitu peluang negosiasi masih terbuka lebar untuk diupayakan.
"Hubungan Indonesia dan AS adalah hubungan saling membutuhkan. Saya yakin, kita bisa melakukan negosiasi dengan AS, antara lain karena posisi geopolitik dan geoekonomi Indonesia," kata Anindya.
"Posisi Indonesia sangat strategis di Kawasan Pasifik. Selain bagian dari kekuatan ekonomi ASEAN, Indonesia adalah anggota APEC yang strategis. Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan pimpinan negara nonblok, juga tentu menjadi pertimbangan Trump," lanjutnya.
Anindya menilai, jika AS menindaklanjuti rencana tarif impor 32 untuk produk Indonesia, maka dampak signifikan akan menimpa neraca pembayaran, khususnya neraca perdagangan dan arus investasi.
Ini karena AS merupakan pemasok valuta asing terbesar, yang menyumbang surplus perdagangan sebesar 16,8 miliar dolar AS pada tahun 2024. Mitra dagang bilateral terbesar Indonesia pada tahun 2024 adalah AS yang memberikan surplus 16,8 miliar dolar AS kepada Indonesia.
Dan untuk memperkuat neraca perdagangan pasca-keputusan Trump, negosiasi perdagangan menurut Anindya dapat dilakukan secara lebih selektif. Anindya menyebut fokus bisa dilakukan kepada industri padat karya terdampak secara vertikal, hulu hingga hilir.
Selain itu, Indonesia perlu membuka pasar baru selain Asia Pasifik dan ASEAN, yakni pasar Asia Tengah, Turki dan Eropa, sampai Afrika dan Amerika Latin.
"Dampak negatif kebijakan Presiden Trump perlu dihitung dengan cermat. Penurunan ekspor alas kaki, pakaian, dan produk elektronik Indonesia ke AS akan berdampak pada ketenagakerjaan," tandasnya.