Trump Melunak pada China: Akhir Perang Tarif atau Strategi Baru?
JAKARTA - Dalam pernyataan terbarunya, Donald Trump menyebut Presiden Xi Jinping sebagai “teman lama” dan menyuarakan optimisme akan rekonsiliasi dengan China. Ungkapan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat hubungan dagang kedua negara sempat memanas akibat kebijakan tarif saling balas yang membebani ekonomi global. Apakah ini pertanda berakhirnya perang tarif, atau sekadar taktik politik menjelang tahun panas?
Donald Trump kembali menjadi sorotan dunia internasional. Bukan karena serangan retorikanya, tetapi karena pernyataannya yang terkesan berdamai terhadap China. Dalam sebuah video yang dibagikan oleh akun Instagram @rhenald.kasali, Trump menyampaikan bahwa ia dan Presiden Xi Jinping telah berteman lama, serta yakin bahwa kesepakatan baik akan segera tercapai antara Amerika Serikat dan China.
1. Nada Damai yang Tidak Biasa
Trump berkata dalam video tersebut: “Apa yang terjadi dengan China? Kami sangat ingin bisa menyusun kesepakatan. Kami sedang mengatur ulang meja perundingan dan saya yakin bahwa kami akan bisa akur dengan sangat baik. Saya sangat menghormati Presiden Xi, dia telah menjadi teman saya sejak lama dan saya pikir pada akhirnya kami akan mencapai sesuatu yang sangat baik untuk kedua negara.”
Pernyataan itu berbeda tajam dari gaya Trump sebelumnya, yang selama masa jabatannya dikenal dengan pendekatan konfrontatif terhadap China. Ia sempat menaikkan tarif impor terhadap barang-barang China, memicu balasan dari Beijing yang tidak kalah agresif.
2. Latar Belakang Perang Tarif AS–China
Perang tarif antara Amerika Serikat dan China dimulai sejak 2018, saat Trump masih menjabat sebagai Presiden. Ia menuduh China melakukan praktik dagang yang tidak adil, pencurian kekayaan intelektual, serta manipulasi mata uang. Sebagai respons, AS menaikkan tarif terhadap barang-barang impor dari China senilai ratusan miliar dolar. China pun membalas dengan tarif terhadap produk-produk AS, termasuk produk pertanian dan teknologi.
Ketegangan ini membuat harga barang naik di kedua negara dan mengganggu rantai pasok global. Walaupun sempat terjadi kesepakatan dagang tahap pertama (phase one deal) pada 2020, konflik tidak benar-benar mereda.
3. Apakah Ini Tanda Gencatan Senjata?
Pernyataan Trump yang kini lebih “lembut” menimbulkan pertanyaan baru: apakah ini awal dari perdamaian dagang atau hanya bagian dari taktik politik? Trump dikenal lihai memainkan narasi untuk kepentingan politik domestik. Dalam banyak kasus, ia menggunakan konflik eksternal sebagai cara untuk menggalang dukungan di dalam negeri, tapi saat ini, ia justru menyuarakan harmoni.
Apalagi, China sendiri tidak menunjukkan tanda-tanda ingin mundur dari posisi tawar kuat mereka. Di saat Trump melunak, China justru memperkuat kebijakan proteksionis dan menekan dominasi teknologi lokal.
4. Faktor Politik di Balik Ucapan Trump
Tidak bisa dipungkiri, ucapan Trump muncul di tengah dinamika politik AS yang mulai memanas menjelang pemilu. Nada damai ini bisa dibaca sebagai sinyal kepada pelaku pasar dan pemilih moderat bahwa ia masih mampu menjaga stabilitas global jika kembali berkuasa. Di sisi lain, bisa juga ini adalah langkah taktis untuk menenangkan hubungan dagang demi memperbaiki iklim ekonomi yang belakangan lesu.
Apakah ini benar-benar akhir dari drama panjang perang tarif AS dan China, atau hanya skenario baru yang sedang dimainkan? Meski ucapan Trump terdengar damai, sejarah menunjukkan bahwa dinamika hubungan kedua negara ini kerap berubah drastis, dari musuh menjadi mitra, lalu kembali berseteru.
Yang jelas, perubahan sikap Trump ini menjadi momen penting untuk dicermati dunia. Dalam permainan geopolitik dan ekonomi global, tak ada yang benar-benar permanen, kecuali kepentingan nasional yang selalu jadi prioritas.