Ekonomi China Tumbuh 5,4 pada Kuartal I-2025 di Tengah Perang Tarif Impor AS
JAKARTA - Ekonomi China pada periode Januari-Maret tumbuh sebesar 5,4 secara riil dibandingkan tahun sebelumnya, dengan laju ekspansi yang tidak berubah dari kuartal sebelumnya.
1. China Catatkan Prospek Ekonomi
China mencatatkan prospek ekonomi yang cenderung tetap suram di tengah perang tarif yang semakin intensif dengan Amerika Serikat.
Didukung oleh langkah-langkah stimulus, peningkatan produk domestik bruto (PDB) yang disesuaikan dengan inflasi dari ekonomi terbesar kedua di dunia ini melampaui ekspektasi pasar, meskipun terdapat ketegangan dagang dengan Washington.
Angka PDB pada tiga bulan pertama tahun 2025 tersebut berada di atas target pertumbuhan sekitar 5 persen yang ditetapkan untuk sepanjang tahun.
2. Pertahankan Momentum Pemulihan
Secara kuartalan, PDB China pada kuartal pertama 2025 naik 1,2 persen dibandingkan tiga bulan sebelumnya, melambat dari pertumbuhan 1,6 persen pada periode Oktober-Desember.
Biro Statistik Nasional menyatakan bahwa ekonomi China pada kuartal pertama memulai dengan baik dan stabil serta mempertahankan momentum pemulihan berkat efek berkelanjutan dari kebijakan makro dan peran yang semakin dominan dari inovasi.
“Namun, kita harus menyadari bahwa lingkungan eksternal menjadi semakin kompleks dan berat, dorongan terhadap pertumbuhan permintaan domestik yang efektif masih kurang, dan fondasi bagi pemulihan serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan belum sepenuhnya kokoh,” tambah biro tersebut dikutip Antara, Rabu (16/4/2025).
3. Perang Tarif Impor
Dua ekonomi terbesar dunia ini telah terlibat dalam perang tarif balasan sejak Presiden AS Donald Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari untuk masa jabatan kedua yang tidak berurutan, dengan saling memberlakukan tarif tinggi.
Barang-barang China kini dikenakan tarif tambahan sebesar 145 persen saat masuk ke Amerika Serikat, sementara China telah menaikkan tarif balasan atas seluruh barang asal AS menjadi 125 persen.
Perdana Menteri China Li Qiang menekankan perlunya menerapkan “kebijakan makro yang lebih proaktif” secara tepat waktu guna merespons “ketidakpastian dalam lingkungan eksternal” dalam pertemuannya dengan para pakar ekonomi dan pengusaha pekan lalu.
Ia berjanji bahwa Beijing akan menjadikan perluasan permintaan domestik sebagai strategi jangka panjang.
Selama periode Januari-Maret, penjualan ritel barang konsumsi naik 4,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sementara investasi pada aset tetap (tidak termasuk rumah tangga pedesaan) meningkat 4,2 persen.
Namun, investasi dalam pengembangan sektor properti anjlok 9,9 persen di tengah krisis berkepanjangan di sektor tersebut.
Produksi industri di China, yang dijuluki sebagai “pabrik dunia,” tumbuh 6,5 persen. Nilai total ekspor naik 6,9 persen.
Pekan lalu, Bank Pembangunan Asia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China melambat menjadi 4,7 persen tahun ini dari 5,0 persen pada 2024, disebabkan oleh tarif AS yang lebih tinggi, rendahnya kepercayaan konsumen, dan lemahnya sektor properti yang berkelanjutan.