5 Fakta APBN Tekor Rp560,3 Triliun hingga Pemerintah Tarik Utang Baru Rp614,9 Triliun
JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 30 November 2025 mengalami defisit sebesar Rp560,3 triliun atau setara dengan 2,35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, realisasi APBN menunjukkan kinerja yang tetap terjaga seperti terlihat pada pendapatan negara hingga belanja negara.
“Dengan perkembangan tersebut, defisit APBN tercatat sebesar Rp560,3 triliun atau 2,35 persen terhadap PDB. Ini masih dalam batas yang terkelola dan sesuai desain APBN kita,” kata Purbaya dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Kamis (18/12/2025).
Sementara di sisi lain, pemerintah juga telah menarik utang baru Rp614,9 triliun. Berikut ini Okezone rangkum fakta-fakta defisit APBN hingga penarikan utang baru, Jakarta, Minggu (21/12/2025).
1. APBN Tekor Rp560,3 Triliun
Tercatat, APBN sampai 30 November 2025 mengalami defisit Rp560,3 triliun. Realisasi itu setara dengan 2,35 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Defisit APBN tercatat sebesar Rp560,3 triliun atau 2,35 persen terhadap PDB. Ini masih dalam batas yang terkelola dan sesuai desain APBN kita,” kata Purbaya.
2. Pendapatan Negara
Per 30 November 2025, pendapatan negara tercatat Rp2.351,5 triliun atau sudah 82,1 persen terhadap Outlook APBN yang ditetapkan. Hal tersebut sejalan dengan penerimaan perpajakan tetap menjadi kontributor utama.
Adapun kinerja ini didorong oleh penerimaan pajak sebesar Rp1.903,9 triliun, atau 79,8 persen dari outlook. Dengan penerimaan pajak sebesar Rp1.634,4 triliun dan bea cukai Rp269,4 triliun.
3. Belanja Negara
Realisasi belanja negara sampai November 2025 tercatat mencapai Rp2.911,8 triliun atau 82,5 persen dari outlook.
"Hal ini mencerminkan belanja pemerintah yang terus diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan untuk mendukung program prioritas," jelas Purbaya.
Angka belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.116,2 triliun dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp795,6 triliun atau 82,6 persen dari total pagu belanja negara tahun ini.
Adapun defisit keseimbangan primer mencapai Rp82,2 triliun. Pemerintah sendiri telah menetapkan proyeksi defisit APBN untuk keseluruhan tahun 2025 sebesar Rp662,0 triliun, atau sekitar 2,78 persen dari PDB.
4. Pemerintah Tarik Utang Rp614,9 Triliun,
Kementerian Keuangan melaporkan bahwa realisasi pembiayaan utang hingga November 2025 telah mencapai Rp614,9 triliun. Angka ini setara dengan 84 persen dari total target (outlook) tahunan sebesar Rp731,5 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan bahwa penarikan utang ini dilakukan untuk menutup defisit anggaran yang diproyeksikan berada di level 2,78 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Saat ini defisitnya adalah 2,35 persen dari PDB. Ini on track menuju desain dari APBN. Biasanya sukanya disebutnya pakai 'tekor'. Jadi, defisit saat ini 2,35 persen dari PDB itu on track," ujar Suahasil.
5. Strategi Kemenkeu
Untuk menjaga agar pembiayaan tetap terkendali dan tidak membebani pasar secara berlebihan, pemerintah telah mendapatkan persetujuan dari DPR untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun. Penggunaan dana cadangan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baru.
Suahasil menjelaskan bahwa pengelolaan kas dan utang dilakukan secara aktif melalui beberapa langkah antisipatif seperti prefunding dan ketersediaan cash yang memadai, active cash and debt management dan penempatan dana sebesar Rp200 triliun di perbankan umum untuk menjaga likuiditas.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi pemerintah saat ini adalah banyaknya SBN yang diterbitkan pada masa pandemi Covid-19 yang kini mulai memasuki masa jatuh tempo pada periode 2025, 2026, 2027, hingga 2028.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah menjalankan strategi debt switching (pertukaran utang). Langkah ini tidak hanya dilakukan dengan Bank Indonesia (BI), tetapi juga melibatkan lembaga multilateral dan institusi keuangan lainnya.
"Jadi, debt switching bukan hanya kita lakukan dengan BI, tapi tempatnya Pak Suminto (Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko) itu juga aktif melakukan debt switching dengan berbagai macam lembaga multilateral dan lembaga yang lain. Ini bukan hanya khusus dengan Bank Indonesia," pungkas Suahasil.
Sinergi antara Kemenkeu dan BI terus diperkuat untuk menangani peralihan instrumen pembiayaan ini, guna memastikan stabilitas pasar keuangan domestik tetap terjaga di tengah beban jatuh tempo yang cukup besar dalam beberapa tahun ke depan.









