Tim Peneliti Kemdiktisaintek Kembangkan Bahan Ajar Bahasa Inggris Berbasis Kearifan Lokal
PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id-Tim Penelitian Dasar dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek) bekerja sama dengan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Majenang, melakukan penelitian terkait transisi dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka.
Fokus penelitian ini adalah pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Dasar (SD). Kebijakan baru mewajibkan mata pelajaran Bahasa Inggris di SD.
Kasi Kurikulum SD Dinas Pendidikan Banyumas Muhammad Robani menjelaskan bahwa awalnya kebijakan ini direncanakan mulai diterapkan pada tahun 2027. "“Awalnya, kebijakan untuk mewajibkan Bahasa Inggris di tingkat dasar akan diimplementasikan mulai tahun 2027. Namun, dengan adanya Permendikbud Nomor 12 tahun 2024, kebijakan ini dipercepat di tahun 2025,"katanya.
Sementara Ketua Tim Penelitian Mustasyfa Thabib Kariadi mengatakan bahwa salah satu kendala utama dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SD adalah minimnya bahan ajar yang kontekstual dengan kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini membuat siswa, terutama yang tinggal di pedesaan, merasa asing dan kurang percaya diri saat mempelajari Bahasa Inggris.
Dari hasil analisis kebutuhan yang telah dilakukan oleh tim peneliti, tingkat persepsi siswa mengenai kesenjangan bahasa daerah dengan Bahasa Inggris sangat tinggi. Hal ini karena minimnya eksposur Bahasa Inggris dalam lingkungan berbahasa mereka, tingkat ketersediaan sumber belajar Bahasa Inggris, dan perbedaan variasi dialek yang besar.
Situasi ini bisa menjadi penghambat dalam mewujudkan salah satu mandat pendidikan melalui penguatan Profil Pelajar Pancasila yaitu membangun sikap Kebhinekaan Global. Sikap kebhinekaan global merujuk pada luasnya pemahaman lintas budaya antar bangsa dan keterbukaan untuk membangun kolaborasi internasional. Penguasaan Bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa internasional menjadi sangat krusial.
Salah satu strategi inovatif yang diusulkan adalah melalui integrasi budaya lokal dalam bahan ajar, khususnya pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Strategi ini berbasis pada glokalisme yaitu pandangan untuk memadukan globalisasi dalam konteks lokal.
Melalui strategi ini, memungkinkan siswa tidak hanya memahami budaya mereka sendiri, tetapi juga mampumemperkenalkan ke dunia internasional. Hal ini sejalan dengan konsep "Internasionalisasi Budaya Lokal." Penelitian Bahan Ajar Bahasa Inggris Berbasis Budaya Lokal di Sekolah Dasar.
Penelitian ini menunjukkan sekololah-sekolah dasar di Banyumas belum sepenuhnya siap dalam menyelenggarakan mapel Bahasa Inggris sebagai bagian dari kurikulum. Tingkat kesiapan sekolah-sekolah dilihat dari ketersediaan guru Bahasa Inggris, penguasaan para guru pengampu Bahasa Inggris terhadap capaian pembelajaran, dan ketersediaan variasi sumber bahan ajar.
Bagi sekolah-sekolah yang telah memberikan mapel Bahasa Inggris, sebagian besar sekolah menggunakan bahan ajar terbitan Kemendikbud. Hasil kajian menunjukkan beberapa bentuk seni tradisi Banyumasan yang paling banyak direkomendasi untuk diintegrasikan ke dalam bahan ajar.
Yaitu makanan khas seperti Cimplung, Mendoan, Gethuk, cerita rakyat dan sejarah seperti Babad Pasir Luhur dan Banyumasan, Begalan, Kenthongan, Ronggeng, objek wisata, dan permainan tradisional belum masuk dalam materi ajar.
Tim penelitian yang terdiri dari Mustasyfa Thabib Kariadi, Johar Alimuddin, Nisa Roiyasa, dan Dian Adiarti, mengembangkan blueprint bahan ajar berbasis budaya Banyumasan. Johar Alimuddin, dosen PGSD dari STKIP Majenang, menekankan pentingnya menggabungkan wawasan global dengan konteks lokal.
“Bahan ajar ini diharapkan mampu mengatasi kesenjangan kebahasaan antara bahasa lokal dan Bahasa Inggris. Selain itu, siswa dapat memahami budaya lokal sekaligus belajar mempromosikannya di tingkat internasional,” ujar Johar.
Kepala Dinas Pendidikan Banyumas, Joko Wiyono, menyambut baik inisiatif ini. “Penerapan bahan ajar berbasis budaya lokal merupakan langkah strategis untuk memperkuat jati diri bangsa melalui pendidikan. Dengan menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila dan mengenalkan budaya lokal kepada siswa, kita dapat menciptakan generasi penerus yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakar pada identitas budaya dan siap bersaing di kancah global,” katanya.