3 Kebijakan Trump Jegal China, Salah Satunya Pemisahan Ekonomi
Donald Trump telah resmi menang dan akan menjadi Presiden Amerika Serikat selanjutnya, menggantikan Joe Biden. Setelah berkuasa, kemungkinan besar akan ada kebijakan-kebijakan yang akan membebani negara-negara pesaing AS, seperti China.
Mengingat sebelumnya, Trump sempat melancarkan perang dagang terhadap China. Trump juga menaikkan tarif impor produk dari China sampai dengan 25 dengan total nilai kenaikan tarif itu sebesar USD360 miliar.
Namun setelah Trump lengser, China mulai membenahi sistem keuangan dan menghormati aturan perlindungan hak serta kekayaan intelektual setelah dilakukannya perundingan dengan Washington dengan nama Perjanjian Dagang Fase Pertama pada 2020.
Kemungkinan besar Trump akan menggunakan strategi yang sama untuk menjatuhkan negara yang dipimpin Xi Jinping itu. Terlebih setelah China menjadi mitra yang paling menjanjikan bagi Rusia.
3 Kebijakan Donald Trump untuk Jegal China
1. Lakukan Perang Dagang
Para pengamat hubungan AS-China memperkirakan, Trump bermaksud menggunakan perang dagang untuk menekan Xi agar mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin menghentikan perang dengan Ukraina.
Pada saat kampanye, Trump menggembar-gemborkan bahwa ia bisa menyelesaikan Perang Ukraina dalam kurun waktu 24 jam saja. China adalah mitra dagang terbesar Rusia dan Ukraina.
Trum juga pernah mengungkapkan akan meningkatkan tarif AS terhadap barang-barang China dapat mencapai 60 atau lebih. Pada dasarnya, perang dagang merupakan upaya sebuah negara untuk menaikkan tarif impor atau menerapkan pembatasan lain terhadap impor negara lain.
Perang dagang dapat terjadi jika satu negara menganggap bahwa negara pesaingnya memiliki praktik perdagangan yang tidak adil. Umumnya perang ini akan melindungi kepentingan nasional dan memberikan keuntungan bagi bisnis dalam negeri.
Meski begitu, para kritikus mengklaim bahwa perang dagang pada akhirnya merugikan perusahaan lokal, konsumen, dan perekonomian.
2. Membatasi Teknologi yang Masuk ke China
Ekonomi China sedang mengalami kemerosotan dengan harga properti yang merosot, utang pemerintah daerah yang tinggi, dan pengangguran di kalangan pemuda yang tinggi. Karena itu Beijing sangat bergantung pada ekspor.
Meski begitu, tarif yang dinaikkan oleh AS kemungkinan bukan jadi satu-satunya hal yang harus dikhawatirkan Beijing di bawah kepemimpinan Trump yang kedua.
Dilansir dari The Conversation, AS yang dipimpin Trump kemungkinan akan membatasi jumlah teknologi yang mengalir dari AS atau Eropa ke China, yang akan menghambat ambisi China untuk menjadi pemimpin AI global pada tahun 2030.
3. Melakukan Pemisahan Ekonomi
Pemerintah AS yang baru kemungkinan juga akan menerapkan strategi pemisahan ekonomi untuk "menghindarkan" diri dari ketergantungan pada Tiongkok.
Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi ketergantungan AS pada China dengan memindahkan rantai pasokannya ke tempat lain, dan mungkin akan membatasi investasi AS di Tiongkok.
Tidak cukup sampai disitu, Trump juga berjanji akan meningkatkan tarif sampai dengan 200 persen jika China terus mengganggu Taiwan. Meski begitu, AS masih menganggap Taiwan sebagai bagian dari Tiongkok dan bukan negara sendiri.
Kemungkinan besar, Taiwan juga akan terkena imbas dari kebijakan Trump. Dimana selama kampanye, Trump menyatakan tidak mau lagi menghamburkan uang AS untuk pakta-pakta keamanan internasional, termasuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) jika negara-negara lain tidak meyumbang sama besar dengan AS.
Trump sempat menyinggung ingin menarik semacam uang keamanan dari Taiwan. Saat ini, Taiwan membelanjakan 2,5 persen PDB mereka untuk pertahanan dan keamanan. Mayoritas persenjataan dibeli dari AS.