Eks Agen Mossad Ungkap Detail Operasi Bom Pager yang Meledak di Seluruh Lebanon

Eks Agen Mossad Ungkap Detail Operasi Bom Pager yang Meledak di Seluruh Lebanon

Global | sindonews | Selasa, 24 Desember 2024 - 05:44
share

Mossad, badan intelijen Israel untuk operasi di luar negeri, telah menghabiskan lebih dari satu dekade mempersiapkan diri untuk melaksanakan operasi yang mengakibatkan ledakan pager dan walkie-talkie di seluruh Lebanon pada bulan September.

Itu diungkap dua agen senior Mossad yang baru saja pensiun kepada CBS. Kedua mantan agen intelijen itulah yang diduga kuat mempelopori operasi bom pager tersebut.

Menurut mereka, Mossad pertama kali mulai bekerja dengan walkie-talkie.

Badan intelijen tersebut merancang baterai untuk mereka yang memiliki alat peledak di dalamnya dan kemudian menyusup ke rantai pasokan melalui serangkaian perusahaan cangkang untuk menyembunyikan jejaknya.

“Kami menciptakan dunia pura-pura. Kami adalah perusahaan produksi global: Kami menulis skenarionya, kami adalah sutradaranya, kami adalah produsernya, kami adalah aktor utamanya,” kata salah satu mantan agen Mossad.

Akhirnya, menurut laporan CBS, para agen intelijen itu berhasil menjual lebih dari 16.000 walkie-talkie yang meledak tersebut kepada kelompok militan yang bermarkas di Lebanon; Hizbullah.

Mossad tidak berhenti di situ dan mengincar perangkat yang akan dibawa oleh anggota Hizbullah “setiap saat”, imbuh laporan CBS. Pager-pager berisi alat peledak itu mulai digunakan pada tahun 2022.

Menurut kedua mantan agen tersebut, Mossad telah menjalankan banyak pengujian untuk menentukan jumlah pasti bahan peledak yang dibutuhkan untuk melukai pemilik pager, dengan hampir tidak ada kerusakan tambahan.

Perangkat yang dirancang oleh Mossad dilaporkan tidak memiliki kemampuan intelijen dan tidak dapat digunakan untuk pelacakan atau pengawasan.

"Hampir tidak ada cara untuk menyadapnya," kata salah satu mantan agen tersebut, seraya menambahkan bahwa pager-pager itu pada dasarnya hanyalah bom kecil.

Mossad mengetahui bahwa Hizbullah membeli perangkat tersebut dari perusahaan yang berkantor pusat di Taiwan, Gold Apollo.

Badan intelijen tersebut kemudian mendirikan lebih banyak perusahaan cangkang, termasuk satu di Hongaria, untuk menipu Gold Apollo agar mau bekerja sama, tanpa memberitahukan rencananya kepada perusahaan yang berkantor pusat di Taiwan tersebut.

Badan mata-mata Israel itu sepenuhnya memproduksi pager yang kemudian dijual melalui kemitraan berlisensi dengan Gold Apollo.

Mossad bahkan mempekerjakan pramuniaga perusahaan yang berurusan dengan Hizbullah untuk mempromosikan produk mereka. Mereka juga melakukan kampanye iklan palsu besar-besaran di YouTube dan di tempat lain di internet yang bahkan menyertakan testimonial daring palsu yang konon memverifikasi kualitas pager mereka.

"Ketika [Hizbullah] membeli dari kami, mereka sama sekali tidak tahu bahwa mereka membeli dari Mossad. Kami membuat seperti 'Truman Show’, semuanya dikendalikan oleh kami di balik layar," kata salah satu mantan agen tersebut.

Pada September 2024, menurut laporan CBS, Hizbullah memiliki sekitar 5.000 pager.

Para mantan agen itu mengakui bahwa semua upaya tersebut ditujukan untuk melumpuhkan dan menakut-nakuti musuh mereka. ”Kami ingin mereka merasa rentan, dan memang begitu," kata seorang mantan agen Mossad.

Mantan agen yang lain mengatakan bahwa Mossad ingin orang-orang yang terlibat dalam rencana itu benar-benar menjadi peringatan hidup bagi musuh-musuh Israel.

"Orang-orang tanpa tangan dan mata itu adalah bukti nyata, yang berjalan di Lebanon, dari 'jangan main-main dengan kami'," katanya kepada CBS, yang dilansir Senin (23/12/2024).

Serangan 17 September menewaskan sedikitnya 42 orang, termasuk 12 warga sipil—dan melukai lebih dari 3.500 orang, termasuk wanita dan anak-anak. Israel telah membantah terlibat dalam insiden-insiden itu selama berbulan-bulan hingga akhirnya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengaku bertanggung jawab atas serangan-serangan itu pada pertengahan November.

Operasi itu menuai kecaman dunia internasional, dengan Komisioner Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk menyebutnya sebagai tindakan yang “mengejutkan” dan “tidak dapat diterima” yang melanggar hukum hak asasi manusia.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov di Majelis Umum PBB pada bulan September menyebutnya sebagai “contoh mencolok dari metode teroris.”

Topik Menarik