Kerabat Dekat Eks Presiden Suriah Bashar al-Assad Ditangkap di Lebanon
Pasukan keamanan Lebanon pada hari Jumat (27/12/2024) menangkap istri dan putri Duraid al-Assad, putra Rifaat al-Assad dan keponakan pemimpin Suriah yang digulingkan Bashar al-Assad.
Penangkapan dilakukan di Bandara Internasional Rafic Hariri, Beirut, Lebanon, menurut laporan Anadolu Agency.
Media termasuk An-Nahar dan Al-Jadeed melaporkan kedua wanita tersebut, yang namanya tidak diungkapkan, ditahan saat berusaha meninggalkan negara tersebut.
Penangkapan tersebut dilaporkan dilakukan berdasarkan perintah pengadilan karena mereka memiliki paspor Suriah palsu.
Hingga saat ini, otoritas Lebanon belum mengeluarkan pernyataan resmi tentang penangkapan tersebut.
Masih belum jelas apakah para wanita tersebut tinggal di Lebanon atau baru saja memasuki negara tersebut setelah jatuhnya rezim Assad.
Pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Lebanon Bassam Mawlawi memerintahkan pendistribusian foto orang-orang yang dicari dari bekas rezim Suriah di Bandara Beirut.
Namun, belum dipastikan apakah para wanita yang ditahan tersebut ada dalam daftar.
Rifaat al-Assad, 86 tahun, mantan wakil presiden di era saudaranya Hafez al-Assad, telah menghadapi dakwaan internasional atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk pembunuhan dan penyiksaan, yang dilakukan lebih dari empat dekade lalu.
Dia mencoba merebut kekuasaan pada tahun 1984 saat Hafez sakit tetapi gagal, dan kemudian mengasingkan diri ke Prancis.
Pada tahun 2021, Rifaat dihukum di Prancis atas korupsi dan penggunaan dana negara Suriah secara ilegal, dan dijatuhi hukuman penjara empat tahun.
Pada tahun yang sama, media pro-Assad mengklaim dia kembali ke Damaskus atas izin Bashar al-Assad, yang dilaporkan sebagai "pengampunan." Keberadaan Rifaat saat ini tidak diketahui.
Bashar al-Assad, pemimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok anti-rezim menguasai Damaskus pada 8 Desember, yang mengakhiri kekuasaan Partai Baath yang telah berkuasa sejak 1963.
Pengambilalihan kekuasaan tersebut terjadi setelah pejuang Hayat Tahrir al-Sham merebut kota-kota penting dalam serangan kilat yang berlangsung kurang dari dua pekan.