Kisah Pemberontakan di Jambi Dipicu Kebijakan Gubernur Jenderal Belanda Van Limburg

Kisah Pemberontakan di Jambi Dipicu Kebijakan Gubernur Jenderal Belanda Van Limburg

Infografis | sindonews | Kamis, 9 Januari 2025 - 06:50
share

KONFLIK berujung pemberontakan bermunculan di Jambi saat zaman penjajahan, yakni antara pribumi dan masyarakat Belanda berkaitan dengan pemodal dan kaum proletar.

Gejolak dan kegelisahan bermunculan hingga meluas di beberapa daerah, akibat kegagalan politik etis.

Tercatat ada pemberontakan petani direpresentasikan kaum proletar yang memang bagian dari pribumi, yakni pemberontakan di Jambi tahun 1916, pemberontakan Pasarrebo tahun 1916, Cimareme tahun 1918, dan Toli-toli pada tahun 1920. Itu semua merupakan perwujudan yang jelas dari kegelisahan itu.

Organisasi-organisasi nasional seperti CSI dan PFB (Personeel Fabriek Bond) menjadi penyalur rasa tidak puas dan mengalami radikalisasi dalam tujuannya. Aksi politiknya menjadi revolusioner dan mempergunakan gerakan buruh sebagai senjata.

Modal asing dicap sebagai kapitalisme yang berdosa", bahkan terdengar pula semboyan sosialistis, seperti perjuangan kelas melawan kaum pemodal asing.

Meletusnya pergolakan di negeri Belanda memperhebat gerakan itu, sebagaimana dikutip dari "Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda".

Pada saat menghadapi suasana yang penuh kegelisahan itu, Gubernur Jenderal Van Limburg Stirum yang dikenal sebagai tokoh yang bersikap sangat toleran terhadap perkembangan di Indonesia, menjanjikan akan mengadakan Komisi Perubahan yang akan meninjau kekuasaan Dewan Rakyat dan struktur administrasi pemerintah Hindia Belanda.

Tindakan ini menimbulkan reaksi hebat di negeri Belanda, karena dipandang sebagai konsesi yang tidak bertanggung jawab.

Idenburg, selaku Menteri Jaan menyokong tindakan itu dan beranggapan bahwa perubahan yang tepat ialah, perubahan hakikat Dewan Rakyat yang perlu dijadikan lembaga pemerintah yang bertanggungjawab.

Komisi yang dilantik memang kemudian hanya membatasi diri pada perubahan Dewan Rakyat dan perubahan sistem administrasi.

Pemerintahan Van Limburg Stirum (1916-1921) dapat mengambil hati kaum terpelajar, karena pandangannya sangat progresif, utilitarian, dan memberi kesempatan organisasi hidup dengan sehat dan terbuka.

Pada masa itu ada hubungan yang cukup ramah antara pemerintah dan pemimpin pribumi. Sehabis perang, ekonomi sangat maju dan ekspor meningkat.

Tugas utama pemerintah, ialah menunjukkan kepada rakyat bahwa penduduk di daerah jajahan berkewajiban membuka tanahnya bagi ekonomi dunia. Hindia Belanda harus berdiri sendiri dan berusaha menambah produksi, baik dari perusahaan-perusahaan maupun dari penduduk sendiri.

Topik Menarik