Qatar Berupaya Cabut Sanksi terhadap Suriah
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed Bin Abdulrahman Al Thani, mengatakan negaranya telah berupaya mencabut sanksi terhadap Suriah sejak jatuhnya rezim Bashar Al-Assad bulan lalu.
Berbicara kepada Al Jazeera Arabic, dia mengatakan sanksi yang dijatuhkan pada rezim Assad tidak masuk akal dalam konteks saat ini, dan menyerukan penilaian ulang.
Sanksi oleh Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), dan negara lain dijatuhkan pada rezim Assad sebelumnya setelah perang saudara 2011.
Sheikh Mohammed, yang juga Menteri Luar Negeri, juga menekankan penolakan negaranya terhadap "serangan Israel yang gegabah ke zona penyangga Suriah."
Segera setelah runtuhnya rezim Assad, Israel memperluas pendudukannya di Dataran Tinggi Golan Suriah dengan merebut zona penyangga demiliterisasi yang diawasi PBB.
“Kami berbicara dengan pemimpin pemerintahan baru Suriah, Ahmed Al-Sharaa, dan menekankan perlunya penarikan pasukan Israel, dan serangan Israel tidak boleh menimbulkan realitas baru,” tegas Perdana Menteri Qatar, yang bertemu dengan pemimpin pemerintahan baru Suriah di Damaskus pada hari Kamis (16/1/2025).
AS: Mohammed bin Salman Bersikeras Harus Ada Negara Palestina sebelum Normalisasi dengan Israel
Dia mengatakan visi Al-Sharaa terhadap konflik di Suriah “menjanjikan,” dan pemerintahan baru berkomitmen menjaga “jalinan sosial yang beragam” di negara itu.
“Kami membayangkan Suriah sebagai negara kewarganegaraan yang didirikan atas dasar prestasi dan bukan sektarianisme. Kami tetap yakin dengan komitmen rakyat Suriah untuk menjaga integritas teritorial mereka,” ujar dia.
Assad, pemimpin Suriah selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia setelah kelompok anti-rezim menguasai Damaskus pada tanggal 8 Desember, mengakhiri kekuasaan keluarganya selama puluhan tahun.