Jalan Kaki ke Sekolah, Gagasan Visioner atau Sensasi?
Erwin Novriyanto
Mahasiswa Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Pakuan BogorGubernur Jawa Barat terpilih, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan mengenai kewajiban siswa untuk berjalan kaki ke sekolah. Pernyataan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Kebijakan ini, jika diterapkan dengan baik sesungguhnya memiliki potensi manfaat besar.
Manfaat tersebut ditinjau baik dari segi kesehatan, lingkungan, maupun kedisiplinan siswa. Namun, beberapa hal tampaknya perlu dipertimbangkan untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menjadi wacana viral sesaat tanpa adanya dampak nyata di lapangan ketika diterapkan.
Peraturan Gubernur: Ada atau Tidak?
Salah satu pertanyaan mendasar adalah apakah sudah terdapat regulasi resmi yang mengatur penerapan siswa jalan kaki ke sekolah di seluruh wilayah Jawa Barat? Ditengarai bahwa hingga saat ini, informasi yang tersedia lebih banyak berasal dari pemberitaan media sosial dan pernyataan singkat dari Gubernur.Tanpa adanya Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengikat, kebijakan ini berisiko hanya menjadi tren sesaat tanpa implementasi yang jelas. Secara teori, kebijakan yang kuat memerlukan landasan hukum yang jelas.
Di samping itu juga diperlukan adanya dukungan dari berbagai pihak terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pekerjaan Umum.
Jika hanya berbentuk imbauan tanpa instruksi teknis, program ini akan sulit berjalan efektif, apalagi di daerah dengan kondisi geografis dan infrastruktur yang berbeda-beda.
Ketiadaan regulasi juga akan menyulitkan sekolah dan orang tua dalam menyesuaikan diri dengan kebijakan ini.
Jika Pemerintah Provinsi Jawa Barat serius menindaklanjuti kebijakan ini, diperlukan adanya koordinasi yang matang dengan berbagai pemangku kepentingan, khususnya regulasi yang mengikat agar pelaksanaannya berjalan optimal.
Perbandingan dengan Jepang dan Australia
Beberapa negara seperti Jepang dan Australia telah sukses menerapkan kebijakan serupa. Di Jepang, anak-anak terbiasa berjalan kaki ke sekolah sebagai bagian dari pendidikan disiplin dan kemandirian.Di Australia, program walking school bus diterapkan dengan mendampingi anak-anak berjalan kaki bersama dalam kelompok yang dipantau oleh orang dewasa.
Namun, keberhasilan program ini di Jepang dan Australia tidak terlepas dari dukungan infrastruktur yang memadai. Hal itu ditunjukkan dengan adanya trotoar yang aman, rambu-rambu lalu lintas khusus pejalan kaki, serta pengawasan dari masyarakat dan pihak berwenang.
Kondisi ini tentu saja berbeda dengan sebagian besar wilayah di Jawa Barat, di mana infrastruktur bagi pejalan kaki (pedestrian) masih sangat terbatas.
Kenyataan yang ada masih cukup banyak daerah di Jawa Barat yang belum memiliki trotoar yang layak, sementara risiko kecelakaan di jalan raya cukup tinggi karena didominasi kendaraan bermotor.
Jika program ini ingin diterapkan dengan sukses, harus ada sinergi antara kebijakan pendidikan dengan pembangunan infrastruktur.
Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa jalur pedestrian menuju sekolah sudah tersedia dengan baik sebelum mewajibkan siswa berjalan kaki.
Selain itu, harus ada solusi bagi siswa yang jarak rumahnya cukup jauh dari sekolah agar kebijakan ini tidak memberatkan mereka.
Penerimaan Masyarakat
Masyarakat Jawa Barat dikenal sebagai masyarakat yang religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya serta martabat. Penerapan kebijakan ini perlu mempertimbangkan bagaimana kebijakan ini diterima oleh masyarakat.Salah satu tantangan utama adalah budaya kenyamanan dalam mobilitas. Banyak orang tua yang terbiasa mengantar anak mereka dengan kendaraan karena alasan keamanan dan efisiensi waktu.
Hal ini mensyaratkan adanya sosialisasi yang baik. Apabila tidak maka akan muncul persepsi dan pemahaman yang berbeda dari masyarakat khususnya orang tua. Ini dapat menuai resistensi dari masyarakat yang merasa keberatan dengan perubahan pola mobilitas anak-anak mereka.
Selain itu, ada kekhawatiran dari sisi keamanan siswa saat berjalan kaki. Ini terutama bagi siswa perempuan atau anak-anak yang tinggal di daerah dengan tingkat kriminalitas yang tinggi.
Jika kebijakan ini tetap ingin diterapkan, harus ada solusi konkret untuk menjamin keselamatan siswa. Untuk itu, perlu ditambah patroli keamanan di jalur-jalur menuju sekolah atau menyediakan program jalan kaki berkelompok yang diawasi oleh pihak sekolah dan komunitas sekitar.
Kesimpulan
Kebijakan mewajibkan siswa berjalan kaki ke sekolah di Jawa Barat memiliki niat baik dan manfaat yang dapat dirasakan dalam jangka panjang. Namun, tanpa dukungan regulasi yang jelas, infrastruktur yang memadai, dan penerimaan masyarakat yang baik, kebijakan ini berisiko hanya menjadi viral sesaat tanpa implementasi nyata.Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mengawal kebijakan ini dengan langkah-langkah konkret. Pertama, menerbitkan Peraturan Gubernur yang mengatur teknis pelaksanaan.
Kedua, memastikan kesiapan infrastruktur. Ketiga, melakukan sosialisasi yang komprehensif kepada masyarakat. Jika Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan baik, kebijakan ini dapat menjadi langkah positif dalam membangun pola hidup sehat, disiplin, dan ramah lingkungan bagi generasi muda di Jawa Barat, dan dapat diikuti di sejumlah daerah di Indonesia.