Negosiasi Gagal, Trump Siap Berlakukan Tarif Baru Dua Pekan ke Depan

Negosiasi Gagal, Trump Siap Berlakukan Tarif Baru Dua Pekan ke Depan

Berita Utama | sindonews | Jum'at, 25 April 2025 - 09:26
share

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan akan memberlakukan kembali tarif perdagangan terhadap sejumlah negara dalam waktu dua hingga tiga pekan mendatang. Langkah ini dinilai berpotensi memperuncing ketegangan perdagangan global dan menambah kekhawatiran terhadap prospek perlambatan ekonomi baik di tingkat nasional maupun global.

"Dalam beberapa minggu ke depan, kami akan menetapkan angkanya," ujar Trump dalam pernyataan di Ruang Oval, dikutip CNN, Jumat (25/4). "Jika kami tidak mencapai kesepakatan dengan suatu negara atau perusahaan, maka kami akan mengenakan tarif."

Trump sebelumnya menghentikan penerapan tarif resiprokal pada 9 April lalu selama 90 hari untuk memberi ruang negosiasi antara pemerintah AS dengan negara-negara mitra dagang. Namun, tanpa adanya kesepakatan yang tercapai hingga batas waktu yang ditetapkan, Trump menyatakan siap untuk memberlakukan tarif baru, yang disebut-sebut bisa mencapai 50 terhadap sejumlah negara, kecuali China yang sudah dikenai tarif sebesar 145.

Pejabat Gedung Putih menyebutkan, sekitar 90 hingga 100 negara telah menyatakan minat untuk bernegosiasi. Hal ini menuntut para perunding perdagangan AS bekerja cepat untuk menyusun komitmen-komitmen baru sebelum waktu yang diberikan habis.

Meski demikian, belum ada kejelasan mengenai bentuk tarif baru yang akan diterapkan. Masih belum pasti pula apakah kebijakan tersebut akan menggantikan sepenuhnya skema tarif resiprokal yang tengah ditangguhkan, atau hanya bersifat sementara sembari proses negosiasi berjalan.

Saat ini, AS masih menerapkan tarif umum sebesar 10 terhadap hampir seluruh produk impor, ditambah tarif tambahan untuk jenis barang tertentu. Kebijakan tarif yang kerap berubah-ubah ini dinilai menimbulkan ketidakpastian besar di kalangan pelaku usaha dan konsumen serta turut mengguncang pasar keuangan.

Sejak mencapai rekor tertinggi pada pertengahan Februari, nilai indeks S&P 500 tercatat menyusut sekitar 7 triliun dollar AS, meskipun sempat mengalami penguatan dalam dua hari terakhir.

Ketegangan dengan China

Sementara penerapan tarif terhadap sejumlah negara tengah ditangguhkan, ketegangan antara AS dan China justru mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa bulan terakhir.

Para ekonom memperingatkan, konflik dagang antara dua ekonomi terbesar dunia ini berpotensi mendorong terjadinya resesi global.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dalam sebuah forum investasi yang digelar oleh JP Morgan Chase, menyebutkan bahwa perang dagang dengan China tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Ia menyampaikan harapan bahwa ketegangan tersebut dapat segera mereda.

Bessent beranggapan, tarif yang tinggi saat ini pada dasarnya berfungsi sebagai semacam embargo dagang, yang secara efektif menghentikan aktivitas bisnis antara kedua negara. Ia juga memperkirakan proses pemulihan hubungan dagang dengan China akan memakan waktu dua hingga tiga tahun.

Meskipun Trump sempat menyatakan bahwa tarif terhadap China dapat turun secara substansial, ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak akan menunggu terlalu lama untuk mencapai kesepakatan.

"Perdagangan dengan China sangat tidak seimbang, tetapi kami memiliki hubungan baik," ujar Trump. "Saya berharap bisa tercapai kesepakatan. Jika tidak, kami akan menetapkan tarif."

Menanggapi sinyal keterbukaan dari Washington, Pemerintah China menyerukan pendekatan yang lebih setara dalam perundingan dagang. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan AS seharusnya berhenti menggunakan tekanan ekstrem dan memilih jalan dialog berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan. "Permintaan akan kesepakatan tidak akan berhasil bila dibarengi dengan ancaman dan tekanan," ujarnya.

Topik Menarik