Pope Francis dan Dialog Antaragama untuk Perdamaian

Pope Francis dan Dialog Antaragama untuk Perdamaian

Nasional | sindonews | Minggu, 27 April 2025 - 11:31
share

Ridwan Al-MakassaryDirektur Center of Muslim Politics and World Politics (COMPOSE), UIII Koordinator Sepuluh Tahun Dialog dan aksi Regional KAICIID untuk Dialog Antar Agama di Asia Tenggara

DUNIA kembali berduka cita akibat kematian Paus Fransiskus (Pope Francis). Domus Sanctae Marthae, Vatikan adalah tempat di mana Pope Francis telah menghembuskan nafas terkhirnya lantaran gagal jantung, pada Senin Paskah, 21 April 2025, dalam usia 88 tahun.

Pope Francis telah menggoretkan surat wasiat spiritual pada 29 Juni 2022, di mana ia ingin dikebumikan secara sederhana di Basilika Santa Maria Maggiore di Roma, karena kedekatan spiritualnya dengan ikon Maria "Salus Populi Romani", yang berada di sana. Sebuah pilihan yang tentu saja berbeda dengan para pendahulunya yang kebanyakan memilih untuk di makamkan di Basilika Santo Petrus.

Ketokohannya tentu saja melampaui dunia fana ini. Hal ini tampak nyata dalam misa pemakamannya yang dihadiri para pemimpin besar dunia, dan juga dihadiri oleh lebih dari 250.000 pelayat dan lebih dari 130 delegasi dari seluruh penjuru dunia.

Tokoh-tokoh utama dunia seperti Presiden AS Donald Trump, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, serta anggota keluarga kerajaan dari berbagai negara hadir melayat. Dari negara kita, Presiden Indonesia, Prabowo mengutus mantan Presiden Joko Widodo, Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, mantan Menteri ESDM, Ignasius Jonan, dan Natalius Pigai untuk menghadiri pemakaman Pope Francis. Adalah Kardinal Giovanni Battista Re yang memimpin misa pemakaman yang diadakan pada Sabtu, 26 April 2025, di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.

Ketokohan dan warisan Pope Francis meliputi banyak hal, mulai dari keberpihakannya yang teguh pada keadilan sosial, inklusivitas dan pendekatan pastoral, Reformasi Vatikan, Dialog Antar-Iman dan kepribadian yang bersahaja. Namun, dalam ruang yang terbatas ini, tulisan ini hanya akan merefleksikan dan mendiskusikan sepintas legacy Pope Francis di bidang Dialog Antar-Iman, yang menempatkannya sebagai seorang pemimpin agama yang paling berani dalam sejarah modern. Namun, sebelum mengisahkan warisan Pope Francis tersebut, penulis akan sedikit membahas profil singkat dari Pope Francis, guna mengenalinya dari sebuah perspekti yang utuh.

Pada 17 Desember 1936, di Buenos Aires, Argentina, Pope Francis terlahir dengan nama Jorge Mario Bergoglio. Ia adalah Paus ke-266 dari Gereja Katolik Roma, yang merupakan Paus pertama dari Amerika, Paus Yesuit pertama, dan yang pertama kali menggunakan nama "Fransiskus," yang terinspirasi oleh St. Fransiskus dari Assisi, yang melambangkan kerendahan hati, perdamaian, dan komitmen kepada orang miskin.

Sebelum kepausannya, Bergoglio merupakan Uskup Agung Buenos Aires dan dikenal dengan gaya hidupnya yang bersahaja, menggunakan transportasi umum dan menetap di apartemen sederhana. Dia ditahbiskan sebagai imam pada 1969 dan kemudian menjadi kardinal pada 2001 di bawah Paus Yohanes Paulus II. Sepanjang pelayanannya, ia telah mengkonsentrasikan diri pada keadilan sosial, pembelaan kepada mereka yang terpinggirkan, dan pelayanan pastoral.

Pada 13 Maret 2013 Paus Fransiskus terpilih setelah pengunduran diri Paus Benediktus XVI. Kepausannya ditandai dengan penekanan pada belas kasihan, inklusivitas, pengelolaan lingkungan (terutama melalui ensikliknya Laudato Si'), dan Dialog Antar-Iman.

Dia secara konsisten telah membela hak-hak pengungsi, orang miskin papa, dan korban ketidakadilan, memposisikan Gereja sebagai suara untuk welas asih dalam urusan global. Dikenal karena kerendahan hati, kehangatan, dan kepemimpinannya yang berpikiran reformasi, Pope Francis telah berupaya membawa gereja lebih dekat dengan orang-orang biasa dan untuk mengatasi tantangan global modern, termasuk perubahan iklim, migrasi, dan ketidaksetaraan ekonomi.

Pope Francis terus menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia dengan visinya tentang Gereja yang, seperti yang sering dia katakan, adalah "rumah sakit lapangan" – dekat dengan mereka yang terluka dan kaum miskin papa yang membutuhkan. Namun, upayanya dalam Dialog Antar-Iman dan pembangunan perdamaian (peacebuilding) telah menjadikan dirinya dikagumi lintas agama, etnis/ras dan budaya.

Sejak awal kepausannya, ia telah menekankan visi dunia yang tidak dapat dipisahkan oleh tembok tebal agama dan etnis, tetapi dihubungkan oleh jembatan kemanusiaan bersama. Tidak seperti beberapa pendahulunya yang berfokus pada reformasi internal gereja atau ekumenisme Kristen, Pope Francis telah menempuh jalan terjal dengan memberanikan diri untuk terlibat ke dalam perjumpaan dan percakapan yang lebih luas, acap sulit, guna menjangkau dengan tulus kepada Muslim, Yahudi, Buddha, Hindu, dan bahkan pemikir sekuler.

Kunjungan pentingnya pada 2019 ke Abu Dhabi, di mana ia telah menandatangani Dokumen Persaudaraan Manusia (Human Fraternity) dengan Imam Besar Ahmed al-Tayeb, menonjol sebagai tonggak sejarah yang monumental. Ini bukan hanya sebuah tindakan diplomatik, melainkan juga seruan yang tulus untuk perdamaian, koeksistensi, dan saling menghormati di dunia yang semakin terpecah oleh ekstremisme agama.

Apa yang membuat pendekatan Fransiskus berbeda adalah keasliannya dan ketulusannya (sincerity). Dia tidak terlibat dalam dialog antar-iman dengan tujuan untuk "mengonversi" atau "mengalahkan" yang lain, tetapi untuk mendengarkan, memahami, dan berkolaborasi. Nada suaranya adalah cerminan rendah hati namun menegaskan keyakinan Katolik sambil merayakan apa yang mulia dan baik dalam tradisi agama dan iman yang lain.

Ketulusan ini telah melucuti selubung kecurigaan dan mengundang hubungan manusia yang nyata untuk berkolaborasi. Sebagai satu akibat, tentu saja, tidak semua orang merasa nyaman dengan upaya ini. Beberapa orang di dalam gerejanya sendiri – dan di luarnya – telah mengeritik keras untuk keterbukaannya sebagai naif atau bahkan berkompromi.

Lebih jauh, beberapa kritikus berpendapat bahwa keterbukaannya berisiko melemahkan identitas Katolik, banyak yang melihat tindakannya sebagai pemberani dan sangat diperlukan di dunia yang terfragmentasi. Tetapi sejarah mungkin mengingat Pope Francis yang teguh memilih untuk mengambil risiko kesalahpahaman demi perdamaian.

Di era yang kini ditandai dengan polarisasi, nasionalisme, dan kecurigaan yang akut, legacy Pope Francis dalam Dialog Antar-Iman tegak berdiri seperti karang di laut. Sebagai salah satu hadiah terbesarnya kepada dunia – mercusuar moral, yang mendesak dan menuntut semua orang yang beriman dan niat baik untuk melakukan perjumpaan, bertemu bukan dalam ancaman ketakutan, tetapi dalam iklim persahabatan untuk merengkuh perdamaian.

Kita jangan mengulang perang agama tiga puluh tahun di Jerman dan pedrang antar agama di berbagai belahan dunia. Tidak diragukan, Pope Francis telah secara signifikan membentuk lanskap Dialog Antar-Iman selama kepausannya.

Pendekatannya berakar tunjang pada kerendahan hati, menekankan mendengarkan dan kolaborasi daripada konfrontasi. Pope Francis secara konsisten menyoroti nilai-nilai bersama di antara agama, seperti kasih sayang, keadilan, dan kepedulian terhadap yang mereka rentan.

Kepemimpinannya, memang, telah mengirimkan pesan yang kuat bahwa iman harus menyatukan orang, bukan memecah belah mereka. Secara singkat, melalui teladannya, Paus Fransiskus telah menunjukkan bahwa dialog lintas agama tidak hanya mungkin tetapi penting untuk membangun komunitas global yang lebih damai dan adil.

Dalam dunia yang semakin saling berhubungan, namun terpolarisasi secara tajam, konsep persaudaraan manusia (human fraternity) tidak pernah lebih kritis. Konsep ini, yang secara luas mengacu pada persahabatan dan dukungan di antara manusia, yang secara niscaya sangat dibutuhkan di masa ujian ini.

Dunia dewasa ini sedang dirusak oleh tantangan mendesak: mulai dari ketahanan pangan hingga perubahan iklim, pandemi global, perang dagang global, masalah pengungsi dan migrasi, dan meningkatnya konflik antar negara bagian dan komunal. Alih-alih bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini, pemangku kepentingan dunia – pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas bisnis – sering terlibat dalam konflik tentang politik atau sumber daya ekonomi. Sebagai satu akibat, populasi dunia hidup dengan ketidakpastian.

Karenanya, persaudaraan manusia bisa menjadi obat mujarab untuk konflik-konflik ini. Hanya melalui kerangka persahabatan dan dukungan di antara manusia, para pemangku kepentingan dunia dapat bekerja sama dalam memecahkan tantangan yang meningkat. Konsep ini menciptakan lingkungan yang positif bagi para pemangku kepentingan dunia untuk bekerja sama dengan cara yang setara dan transparan, untuk berbagi rasa saling menghormati, dan untuk membuka jalan bagi dunia yang lebih baik.

Paus Fransiskus telah mendefinisikan kembali semangat dialog antaragama dengan rasa kerendahan hati dan keberanian yang mendalam. Dia melihat dalam setiap tradisi iman keinginan yang tulus untuk perdamaian dan kebaikan, dan dia mengundang semua orang untuk berjalan bersama dalam persahabatan.

Fransiskus percaya bahwa dialog otentik dimulai bukan dengan debat, tetapi dengan kesediaan untuk mendengarkan dengan hati terbuka. Dia sering mengingatkan kita bahwa membangun jembatan lintas agama adalah kewajiban moral di saat meningkatnya intoleransi.

Sementara beberapa orang khawatir bahwa keterbukaannya dapat mengaburkan batas-batas agama, Fransiskus menunjukkan bahwa iman sejati diperkuat, bukan dilemahkan, dengan menjangkau. Warisannya akan dikenang sebagai panggilan untuk melihat kemanusiaan satu sama lain, melampaui keyakinan dan batas.

Sebagai kesimpulan, Paus Fransiskus telah mencetak lanskap Dialog Antar-Iman, menjadikannya salah satu figur yang menentukan kepausannya. Sejak awal kepemimpinannya, ia telah mendekati dialog dengan kerendahan hati, keterbukaan, dan rasa hormat yang mendalam terhadap martabat semua tradisi kepercayaan.

Dia melihat keterlibatan antara-iman tidak hanya sebagai diplomasi tetapi juga sebagai arena pertemuan sejati antara orang-orang yang mencari perdamaian, keadilan, dan kebaikan bersama untuk dunia yang terpolarisasi. Semoga legacy Pope Francis kita bisa lanjutkan untuk dunia yang lebih damai. RIP Pope Francis.

Topik Menarik