Terabaikan di Pemilu Papua Barat Daya: Kelompok Disabilitas Menuntut Hak Kesetaraan dalam Demokrasi
SORONG, iNewsSorong.id – Kelompok disabilitas di Papua Barat Daya kembali terpinggirkan dalam pesta demokrasi yang seharusnya menjadi ruang inklusif bagi seluruh warga negara. Komnas HAM perwakilan Tanah Papua mengungkap adanya diskriminasi terhadap para pemilih disabilitas selama pelaksanaan Pemilu di wilayah tersebut.
Ketua Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai minimnya sosialisasi pemilu yang dapat diakses kelompok disabilitas, baik pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden 2024. Masalah ini bukan hal baru, bahkan menurutnya berulang kali terjadi dalam setiap pemilu.
"Persoalan yang dihadapi teman-teman disabilitas adalah kurangnya sosialisasi pemilih khusus bagi mereka. Padahal, mereka juga bagian dari masyarakat yang memiliki hak suara," kata Frits, Rabu (6/11/2024).
Lebih dari itu, Frits menyebutkan adanya sejumlah kasus di mana pemilih disabilitas yang telah terdaftar justru tidak mendapatkan surat suara khusus yang memungkinkan mereka untuk menyalurkan hak pilihnya secara independen. Di beberapa tempat pemungutan suara, nama pemilih disabilitas memang tercantum dalam daftar pemilih, namun tanpa perlakuan khusus yang semestinya.
Tak hanya soal minimnya fasilitas dan aksesibilitas, beberapa pemilih disabilitas bahkan dihadapkan pada tekanan dari keluarga atau pendamping yang mendikte pilihan mereka. Praktik semacam ini semakin mengikis hak otonomi para pemilih disabilitas dalam menentukan pilihan politik mereka.
“Berdasarkan temuan di lapangan, kami khawatir situasi yang sama akan terulang pada Pilkada 2024. Kami berharap KPU Papua Barat Daya dan jajarannya lebih peka terhadap hak-hak kelompok disabilitas,” ujarnya penuh harap.
Perjuangan kelompok disabilitas untuk mendapatkan hak suara yang setara juga disuarakan oleh Zusana Tutuhatunewa, salah seorang warga disabilitas di Kota Sorong. Zusana mengungkapkan bahwa diskriminasi yang dialami teman-teman tuli dan disabilitas lainnya semakin nyata ketika mereka tidak mendapatkan pendamping yang seharusnya hadir di TPS. Bahkan, sejumlah hak suara disabilitas sempat “dipinjam” oleh orang lain akibat ketidaksiapan panitia.
"Teman-teman tuli mengalami kesulitan saat pemilu. Tidak ada pendamping yang memadai, minimnya sosialisasi, bahkan ada hak yang diambil oleh orang lain,” ujar Zusana.
Keprihatinan ini mempertegas pentingnya perbaikan sistem dan pendekatan yang lebih inklusif dalam pelaksanaan pemilu di Papua Barat Daya. Para pemilih disabilitas berharap, keadilan sosial dan kesetaraan yang dijanjikan dalam demokrasi dapat diwujudkan, memberikan mereka ruang untuk memilih sesuai hati nurani mereka tanpa batasan.
Dengan kondisi ini, Komnas HAM Papua berharap agar pemerintah daerah dan penyelenggara pemilu memperhatikan hak disabilitas dan menciptakan lingkungan pemilu yang adil dan inklusif, sehingga seluruh masyarakat, termasuk disabilitas, dapat merasakan kebebasan dan kesetaraan dalam memilih pemimpin mereka.