Meta Terancam Gugatan Hukum Senilai Rp39,7 Triliun Gara-Gara Konten Perang di Facebook

Meta Terancam Gugatan Hukum Senilai Rp39,7 Triliun Gara-Gara Konten Perang di Facebook

Teknologi | okezone | Senin, 7 April 2025 - 09:32
share

JAKARTA - Pengadilan Kenya telah memutuskan bahwa pemilik Facebook, Meta, dapat menghadapi gugatan hukum senilai USD2,4 miliar (sekira Rp39,7 triliun) di negara Afrika Timur tersebut karena diduga mempromosikan ujaran kebencian yang memicu perang etnis di negara tetangga Ethiopia, demikian pengumuman kelompok yang mengajukan kasus tersebut.

Keputusan Pengadilan Tinggi Kenya pada Kamis, (3/4’2025) muncul lebih dari dua tahun setelah sekelompok peneliti Ethiopia, bersama dengan pegiat hak asasi manusia Kenya, meluncurkan gugatan hukum terhadap raksasa teknologi Amerika Serikat (AS) tersebut.

Algoritma Facebook Diduga Dorong Kekerasan

Para pemohon berpendapat bahwa algoritma rekomendasi Facebook memperkuat unggahan kekerasan dan berkontribusi pada konflik dua tahun di wilayah Tigray utara Ethiopia, yang berakhir pada November 2022. Maereg Amare, seorang profesor kimia, terbunuh selama konflik tersebut setelah alamat rumahnya dan unggahan yang menyerukan pembunuhannya dipublikasikan di Facebook, menurut putranya, Abrham Meareg, salah satu penggugat.

Fisseha Tekle, mantan peneliti di Amnesty International dan penggugat dalam kasus tersebut yang menerbitkan laporan tentang kejahatan yang dilakukan selama perang Tigray, juga diduga menerima ancaman pembunuhan di platform Meta. Pemohon lainnya adalah Institut Katiba (KI), sebuah organisasi nirlaba hukum yang berbasis di Kenya.

Para penggugat menuntut Meta untuk mempekerjakan lebih banyak moderator konten di Afrika, dengan gaji dan kondisi kerja yang lebih baik, serta mendirikan dana ganti rugi sebesar USD2,4 miliar untuk para korban kebencian dan kekerasan yang dipicu oleh platform tersebut. Petisi tersebut juga meminta perusahaan tersebut untuk mengubah algoritmanya guna berhenti mempromosikan "kebencian yang viral" dan secara resmi meminta maaf atas pembunuhan Profesor Meareg.

 

Namun, Meta berpendapat bahwa pengadilan Kenya tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili kasus-kasus yang melibatkannya karena perusahaan tersebut tidak terdaftar sebagai perusahaan di negara Afrika tersebut.

Gugatan Serupa

Tuduhan serupa juga dilayangkan terhadap Meta pada 2021, ketika raksasa media sosial itu dituntut sebesar USD150 miliar (Rp2.400 triliun) atas perannya dalam menghasut kekerasan di Myanmar, yang berkontribusi terhadap genosida Rohingya.

Dalam sebuah pernyataan pada Kamis, KI mengatakan pengadilan tinggi di ibu kota Kenya, Nairobi, menolak argumen perusahaan yang berkantor pusat di AS itu dalam putusan terbarunya.

“Putusan tersebut menunjukkan bahwa dampak buruk dari kebijakan diskriminatif perusahaan teknologi besar dalam konteks Afrika dapat digugat dengan benar di pengadilan Kenya kita sendiri,” kata direktur eksekutif lembaga tersebut, Nora Mbagathi, sebagaimana dilansir RT.

Pertempuran berdarah antara pasukan Tigray dan pemerintah federal Ethiopia telah dinobatkan sebagai konflik paling mematikan di dunia pada 2022 oleh Peace Research Institute Oslo, dengan lebih dari 100.000 orang tewas. Serangan baru-baru ini oleh sebuah faksi dari partai politik utama negara yang bermasalah itu terhadap pemerintahan sementara yang dibentuk pada tahun 2023 sebagai bagian dari Perjanjian Pretoria yang dimediasi oleh Uni Afrika yang mengakhiri kekerasan selama dua tahun telah memicu kekhawatiran akan pecahnya perang saudara lainnya.

Topik Menarik