Hasil Ekshumasi: Afif Maulana Tewas Akibat Jatuh dari Ketinggian, Bukan Dianiaya

Hasil Ekshumasi: Afif Maulana Tewas Akibat Jatuh dari Ketinggian, Bukan Dianiaya

Terkini | okezone | Kamis, 26 September 2024 - 12:06
share

PADANG - Tim Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) mengungkapkan, hasil ekshumasi yang dilakukan pada jenazah Afif Maulana menunjukkan bahwa penyebab kematiannya adalah akibat jatuh dari ketinggia, bukan kekerasan yang dilakukan kepolisian.

“Jadi, berdasarkan analisis ini kami simpulkan kesesuaian kejadian pada kematian pada Afif Maulana ini adalah kesesuaian jatuh dari ketinggian, karena itu memberikan energi yang tinggi dan memberikan dampak yang besar dari tubuh dan itu juga posisi jatuh ketinggian 14,7 meter, Itu juga berkesesuaian dengan kepustakaan keilmuan forensik di mana bagian pinggang dan punggung kepala itu menyentuh dasar,” kata Ketua Tim Forensik Gabungan, Ade Firmansyah, Rabu (25/9/2024).

Kata Ade, pada rekonstruksi jatuh dari ketinggian, maka bagian yang menyentuh dasar itu adalah pinggang, punggung kemudian kepala, “Di mana kita temukan dasarnya adalah sungai yang berbatu-batu itu yang memang bisa mengakibatkan perlukaan di daerah tersebut,” ujarnya.

Lanjut Ade, saat Afif Maulana jatuh kondisinya masih hidup. Pasalnya, jika sudah meninggal maka tidak akan menunjukkan tanda intravital pada semua sampel yang periksa yakni punggung, paha dan tulang.

Untuk mengambil kesimpulan tersebut, tim forensik mengolah data tiga kemungkinan kejadian yang menyebabkan luka pada tubuh Afif.

Pertama, kejadian kecelakaan karena pada saat pengejaran. Saat itu memang almarhum Afif dan saksi Aditia dijatuhkan dari motor. “Itu kita nilai, kita analisi luka apa saja yang terjadi pada tubuh almarhum,” katanya.

Kedua, karena lokasi penemuan jenazah ada di bawah jembatan, maka tim menelisik kemungkinan luka akibat jatuh dari ketinggian. “Ketiga sesuai dengan dokumen yang kami dapatkan LPSK, di mana ada beberapa informasi terkait di mana adanya tindakan, seperti pemukulan dan apakah itu mungkin bisa terjadi pada almarhum Afif maulana,” ujarnya.

Dari rekonstruksi kejadian diketahui adanya kecelakaan pada saat Afif maulana dibonceng oleh Aditia. Kecepatan motor saat itu 60 sampai 80 kilometer per jam. Dengan kecepatan tersebut, maka cedera bisanya terjadi pada bagian depan, seperti patah tulang iga bagian depan atau samping.

 

“Hal ini yang berbeda pada temuan tubuh jasad Afif, di mana tulang iganya itu yang patah bagian belakang jadi tidak berkesesuaian di sana, apalagi pada dokumen yang diberikan LSPK ditunjukkan foto pada saat almarhum Afif ditemukan di bawah jembatan, daerah wajah tampak tidak ada luka-luka serta pada foto saksi Adit ditemukan pada saat dikumpulkan di Polda Sumbar tidak ada luka-luka,” terang Ade.

Selanjutnya ada patah tulang kemaluan yang secara kedokteran forensik terjadi akibat energi yang tinggi. “Serta menurut keterangan dari penyidik pada saat dijatuhkan itu posisi motor Afif itu ada di sebelah kanan motor penyidik, maka seharusnya kalaupun ada luka akibat tindakan bersingunan tersebut maka kemungkinan adanya luka-luka di sisi kanan tubuh. Namun pada posisi jenazahnya tidak ada luka-luka di sebelah kanan tersebut. Jadi di sini kami menyingkirkan adanya perlukaan akibat kecelakaan tersebut,” terangnya.

Kemudian analisa berikutnya adalah jatuh dari ketinggian. Pada laporan analisis, pihak dokter forensik menghitung ketinggian jembatan 14,7 meter dan massa tubuh Afif.  “Berdasarkan analisa kami memang sesuai tinggi tubuh dari jenazah Afif Maulana, dominan luka-luka itu ada di belakang tubuh,” ujarnya.

Akibat jatuh ketinggian tersebutm Afif Maulana mengalami patah tulang iga dari tulang iga ke tiga sampai iga ke 12, dengan garis patahan hampir segaris yang menunjukkan adanya daya yang hampir sama dan bersama-sama.

 

“Itu yang berbeda dengan suatu kondisi kekerasan penganiayaan, di mana penganiayaan itu tidak mungkin memukul dan menendang dengan kekuatan yang sama, biasanya sama akan menimbulkan patah di lokasi-lokasi yang tidak sama atau hampir segaris dengan kasus ini,” lanjut Ade.

Selanjutnya patah tulang kemaluan sisi kanan pada jasad almarhum. Jika terjadi kasus penganiayaan, maka yang patah adalah daerah persambungan antara tulang kemaluan kanan dan kemaluan kiri. “Sedangkan kasus ini yang patah itu adalah sisi kanan, hal ini dan ini sifat kekerasanya high energy impact,  memang berbeda kekerasan akibat pemukulan atau penendangan, itu tidak masuk dalam golongan kekerasan high energy impact,” tambah Ade.

Untuk menganalisa itu, tim melakukan ekshumasi, olah tempat jatuhnya Afif, dokumen dari LBH Padang, LPSK dan kepolisian. Ekshumasi itu dilakukan 8 Agustus 2024 di RSUP M. Djamil Padang.

Topik Menarik