Polda Jateng Kalah di Sidang Praperadilan PN Purwokerto, Status Penetapan Tersangka Tidak Sah

Polda Jateng Kalah di Sidang Praperadilan PN Purwokerto, Status Penetapan Tersangka Tidak Sah

Terkini | purwokerto.inews.id | Selasa, 1 Oktober 2024 - 18:50
share

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto menggelar sidang putusan praperadilan Polda Jateng dengan pemohon Mochamad Zakaria yang ditetapkan tersangka oleh penyidik, Selasa (1/10/2024).

Dalam keputusannya, Ketua Majelis Hakim, Melcky Johny Otoh mengabulkan seluruh gugatan praperadilan warga Purwokerto, Kabupaten Banyumas ini dan menolak penetapan tersangka oleh penyidik Polda Jateng dalam kasus tindak pidana penipuan dan penggelapan jual beli tanah di Desa Tambaksogra, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas.

"Penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan adalah tidak sah secara hukum. Memerintahkan kepada Polda Jateng untuk menghentikan seluruh kegiatan penyidikan dalam dugaan tindak pidana pemalsuan, memberikan keterangan palsu dalam akta otentik," kata Melcky Johny Otoh dalam sidang putusan praperadilan di PN Purwokerto.

Hakim juga meminta agar termohon menghentikan penyidikan karena bukan merupakan perkara tindak pidana, tapi peristiwa keperdataan.

Fajar Andi Nugroho, penasihat hukum pemohon Mochamad Zakaria mengatakan jika dalam proses penegakan terdapat cacat hukum, sehingga telah diputuskan jika penetapan tersangka pemohon tidak sah.

"Upaya kita dikabulkan, karena memang nyatanya dari awal, klien kita dari peningkatan status terlapor menjadi tersangka itu memang surat perintah penyidikan, kami belum pernah dapat," ujarnya.

Bahkan sajak diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP), pemohon tidak menerima pemberitahuan. Maka berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi jika selama tujuh hari tidak diberikan, pihaknya dapat mengajukan gugatan praperadilan di PN Purwokerto.

Meski dalam perjalanannya terdapat gugatan di Semarang, pihaknya menilai jika keputusan di PN Semarang sedikit tidak pas. Sebab keputusan tersebut menganulir putusan PN Purwokerto.

"Jadi putusan pra dianulir dengan putusan pra, itu kan tidak pas. Makanya kami melakukan upaya hukum lagi ketika mereka melakukan upaya hukum lanjutan," jelasnya.

 

Sementara menurut penasihat hukum pelapor, John Richard Latuihamallo saat dihubungi terpisah mengaku jika pihaknya kaget dengan keputusan hakim tunggal di PN Purwokerto. Menurutnya keputusan hakim telah masuk dalam hukum perkara materiil dan ada putusan perdata.

"Itukan nanti dipertimbangkan dan harusnya bukan di praperadilan ini, tetapi dipertimbangkan di perkara pokok, jika nanti sudah masuk ke pengadilan. Apakah unsur pidana, itu terbukti atau tidak yang dilakukan oleh pemohon praperadilan ini," ujarnya.

Ia bahkan mengatakan jika dari putusan tersebut terlihat jika hakim telah salah dalam menerapkan hukum, bahkan putusan tersebut bersifat melawan hukum. 

"Itu yang kami sayangkan, karena penegakan hukum di PN Purwokerto jelas-jelas menjadi keadaan yang benar-benar bersifat kekuasaan hakim," ucapnya.

Ia juga mengungkapkan jika keputusan yang dianggap tidak berdasarkan hukum ini dapat ditanyakan kepada semua pihak. Ia bahkan mengatakan jika telah menghubungi Prof Hibnu Nugroho, pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.

"Bahkan kami tadi sudah menghubungi Prof Hibnu yang (kemarin) memberikan kesaksian dari segi hukum acara pidana," ujarnya.

Sedangkan hakim sendiri, lanjut dia tidak mempertimbangkan keputusan perkara Mahkamah Agung sebagai yurisprudensi, di mana dua alat bukti itu sudah mencukupi.

Ia mengatakan jika dengan adanya keputusan ini, pihaknya akan mempertimbangkan upaya hukum selanjutnya. Salah satunya adalah membuat surat ke Mahkamah Agung mengenai keputusan tersebut.

Topik Menarik