Israel Bombardir Iran Selama Akhir Pekan Bikin Kurs Rupiah Keok ke Rp15.724/USD
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan hari ini ditutup melemah 77,5 poin atau 0,50 ke level Rp15.724 setelah sebelumnya depresiasi di level Rp15.646 per dolar AS. Mengutip data Bloomberg, rupiah hari ini juga dibuka melemah ke Rp15.714 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah juga didasari oleh sentimen para pelaku pasar sebagian besar condong ke dolar AS untuk mengantisipasi pemilihan presiden 2024, yang tinggal seminggu lagi.
Baca Juga: Ramalan IMF Bikin Rupiah Goyang, Hari Ini Berakhir ke Rp15.626 per Dolar AS
"Arus masuk ke dolar AS juga didorong oleh ekspektasi meningkatnya ketidakpastian politik di Jepang, setelah koalisi yang dipimpin oleh Partai Demokrat Liberal yang berkuasa kehilangan mayoritas parlementernya dalam pemilihan akhir pekan," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (28/10/2024).
Pelemahan kurs rupiah juga terlihat pada data JISDOR BI (Bank Indonesia) yang hari ini merosot tajam ke posisi Rp15.729 per USD. Posisi mata uang Garuda lebih rendah dari sesi akhir pekan kemarin pada level Rp15.629/USD.
Kekhawatiran atas konflik yang lebih besar di Timur Tengah mereda setelah Israel tidak menyerang fasilitas minyak dan nuklir Iran dalam serangan selama akhir pekan. Sementara Teheran memang mengancam akan membalas serangan itu, para pemimpin Iran juga meremehkan dampak serangan Israel.
Kekhawatiran atas serangan Israel terhadap Iran - atas serangan awal Oktober - telah menjadi titik utama ketidakpastian bagi pasar, terutama karena kekhawatiran bahwa kerusakan apa pun pada infrastruktur minyak atau nuklir Iran akan menandai eskalasi yang mengerikan dalam konflik tersebut.
Meningkatnya ketidakpastian atas pemilihan presiden AS juga diharapkan akan memacu permintaan safe haven, terutama dengan jajak pendapat baru-baru ini yang menunjukkan persaingan ketat antara Donald Trump dan Kamala Harris. Namun, dolar tampaknya lebih diuntungkan dari ketidakpastian ini.
Fokus minggu ini adalah pada serangkaian pembacaan ekonomi utama untuk mendapatkan lebih banyak petunjuk, di antaranya data produk domestik bruto dari AS dan zona euro akan dirilis dalam beberapa hari mendatang, sementara data indeks harga PCE - pengukur inflasi pilihan Federal Reserve - juga akan dirilis akhir minggu ini.
Dari sentimen internal, pemerintah pada 2025 harus menghadapi tanggung jawabnya untuk membayar utang jatuh tempo, termasuk utang yang dihasilkan dari burden sharing bersama Bank Indonesia kala Covid-19 lalu.
Menurut catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli Bank Indonesia (BI) berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKBI) II senilai Rp100 triliun pada 2025.
Melihat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021, tercatat dari penerbitan SBN dalam rangka SKB II dan SKB III tersebut, terdapat SBN berupa SUN seri Variable Rate (VR) yang khusus dijual kepada BI di Pasar Perdana dalam rangka SKB II dan SKB III dengan total nilai sebesar Rp612,56 triliun.
Jatuh tempo utang tersebut mulai pada 2025 senilai Rp100 triliun, dan akan berlanjut dengan angka variatif hingga 2029 atau pada Kabinet Merah Putih berakhir nantinya.
Adapun, SKB tersebut merupakan komitmen pemerintah dan BI dalam melakukan burden sharing atau berbagi beban dalam pembiayaan penanganan Covid-19. Di mana BI bertindak sebagai stand by buyer melalui SKB I. Pada SKB II, pemerintah langsung menjadi direct placement. Sementara pada SKB III, pemerintah juga menjadi direct placement namun khusus untuk kesehatan dan humanitarian.
Sementara itu, kewajiban pemerintah tersebut hanya sebagian dari total utang jatuh tempo dan bunga utang yang harus dipenuhi pemerintah pada tahun depan.
Baca Juga: Pakai Uang Baru, Nilai 1 Juta Dolar Zimbabwe Kini Berapa Rupiah?
Secara total, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat profil jatuh tempo utang pemerintah pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari jatuh tempo SBN sejumlah Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
Berdasarkan data diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp15.710 - Rp15.810 per dolar AS.