Kisah Perawat Selama 20 Tahun hanya Makan Kentang Akibat Fobia Makanan Langka
SEORANG perawat yang menderita kelainan makan langka mengungkapkan kisahnya yang luar biasa selama 20 tahun. Ia hanya mampu makan kentang sebagai makanan utamanya.
Jodie Shaw, wanita berusia 29 tahun, berjuang dengan gangguan makan bernama Avoidant Restrictive Food Intake Disorder (ARFID) sejak kecil. Merangkum dari What's The Jam pada Selasa (29/10/2024), Jodie telah hidup dengan kondisi ini sepanjang hidupnya, membuatnya hanya bisa makan beberapa jenis makanan tertentu.
Selain kentang, Jodie sesekali dapat makan keju, roti, crumpet, dan keripik. Namun, fobia terhadap makanan ini semakin parah saat ia berumur sepuluh tahun.
Sejak itu, pola makan Jodie hampir sepenuhnya terdiri dari berbagai jenis olahan kentang, seperti kentang panggang, kentang tumbuk, kentang goreng, dan kentang jaket. Menurutnya, ia makan hanya untuk bertahan hidup, bukan untuk menikmati makanan.
Beat Eating Disorders, sebuah lembaga amal yang menangani kelainan makan, menjelaskan bahwa ARFID adalah kondisi di mana seseorang menghindari makanan atau jenis makanan tertentu dan memiliki asupan yang sangat terbatas, baik dari segi jenis maupun jumlah.
Akibat pola makannya yang monoton itu, Jodie mengalami kekurangan nutrisi penting seperti folat, vitamin D, dan zat besi. Hal ini membuatnya mudah lelah dan merasa lemas sepanjang hari.
Jodie bercerita bahwa masalah makan ini sudah dimulai sejak ia berumur enam bulan, saat ia mulai menunjukkan penolakan terhadap makanan tertentu. "Ini seperti hambatan mental yang harus saya hadapi setiap hari," katanya.
Sebagai seorang perawat yang bekerja 12 jam sehari, Jodie mengakui bahwa kekurangan nutrisi ini membuatnya cepat lelah. Ia bahkan merasa sering mengalami kelelahan kronis, suasana hati yang tidak stabil, dan pikiran yang kabur.
"Saya hanya mengonsumsi makanan berwarna krem, yang semuanya tidak sehat," ujar Jodie. "Saya hampir tidak pernah makan sayur, dan bahkan memaksa diri saya untuk makan buah."
Pada tahun 2022, Jodie akhirnya didiagnosis dengan ARFID, dan sejak saat itu ia mulai menjalani terapi untuk membantunya menghadapi gangguan ini. Sesekali, ia dapat makan roti lapis keju atau sereal sebagai alternatif.
Jodie juga mengonsumsi multivitamin untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang tidak bisa ia dapatkan dari makanan sehari-hari. "Saya ingin mendapatkan bantuan lebih lanjut," katanya, "Saya ingin menikmati makanan seperti orang lain."
Jodie merasa khawatir dengan dampak dari pola makan yang seragam ini terhadap kesehatannya, terutama risiko terhadap kesehatan jantungnya.
Ia menjelaskan bahwa pola makannya ini juga berdampak buruk pada kulit, sistem kekebalan tubuh, dan sering menyebabkan kabut otak serta kelelahan yang berkelanjutan.
"Saya mungkin membutuhkan perawatan di rumah sakit jika kondisi ini semakin parah. Beberapa orang dengan ARFID harus menggunakan selang makanan," tambahnya.
Jodie juga merasakan tekanan sosial saat pergi makan di luar, di mana ia biasanya hanya memesan kentang goreng dan kentang tumbuk. Dukungan dari teman-teman dan pasangannya, Dan, yang berusia 30 tahun, sangat membantunya dalam menghadapi kesulitan ini.
Baginya, makan malam Natal merupakan momen yang penuh tantangan karena tekanan sosial untuk ikut serta dalam tradisi. "Saya mencoba makan sosis untuk merayakan, tapi rasanya tetap sulit bagi saya."
Jodie berbagi pengalamannya ini untuk meningkatkan kesadaran tentang ARFID, karena ia merasa perjalanan diagnosisnya terlalu lama. "Dokter di masa lalu tidak terlalu paham tentang kesehatan mental atau kondisi saya."