Gus Miftah Kepleset Lidah? Begini Resepnya Islam
Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah dianggap kepleset lidah saat menghina penjual es teh bernama Sunhaji saat selawatan di Magelang. Lalu, apa obatnya menurut Islam?
Urusan kepleset lidah bukan monopoli Gus Miftah. Banyak pejabat yang relatif santri justru sering lidahnya tak terkendali ketika berbicara. Sebut saja kasus yang menimpa Calon Gubernur DKI Jakarta Suswono .
Politisi Partai Keadilan Sejahjera (PKS) ini dianggap terpeleset lidah ketikamenyarankan janda kaya menikahi pemuda pengangguran yang kemudian iamencontohkan dengan pernikahan N abi Muhammad SAW dan Siti Khadijah .
Muhaimin Iskandar juga tak lepas dari kecelakaan seperti itu. Ia dianggap keseleo lidah saat debat cawapres dulu. Ia bilang akan membuat 40 kota baru se-level Jakarta. Akibatnya ia menjadi bahan tertawaan.
Mantan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas , juga sama. Ia keseleo lidah saat menyebut Kementerian Agama adalah hadiah dari negara spesifik untuk Nahdlatul Ulama (NU) dan wajar jika NU memanfaatkan Kemenag.
Tak berhenti di sini. Mahfud MD kala menjabat Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) sempat dianggap keseleo lidah tatkala menyebut tidak boleh apabila meniru negara pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Kala itu, pernyataan Mahfud ini mengundang banyak pihak turun menasihatinya. "Apa ia lupa jika Allah telah tetapkan Nabi Muhammad SAW sebagai contoh terbaik bagi orang beriman, ini tak boleh diingkari," ujar Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Pusat Anton Tabah menanggapi pernyataan itu.
Anton lalu meminta agar Mahfud MD untuk lebih banyak memanjatkan doa lantaran dianggap kerap salah memberikan pernyataan kepada publik.
Sedangkan dalam kasus Yaqut Cholil Qoumas yang turun memberi nasihat adalah Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Abdul Mu'ti .
Ia mengunggah sebuah konten tentang obat keseleo lidah di akun Instagram pribadinya @Abe_mukti. Ia menuturkan, ada di jenis kenapa seseorang bisa keseleo.
Pertama, keseleo fisik atau salah urat. Ini obatnya tidak terlalu susah karena bisa langsung diurut atau digosok ke ahlinya, lalu bisa sembuh.
Kedua, keseleo lidah atau salah ucap. Obatnya tidak boleh diurut apalagi dipakai minyak seperti yang terjadi pada keseleo bagian tubuh lainnya.
Menurutnya, cara yang paling ampuh untuk mengobati keseleo lidah atau salah ucap itu ada beberapa hal. Antara lain meminta maaf dan mau mengakui kesalahannya. "Akui saja kalau memang salah ucap. Minta maaf atas khilaf dan salah ucap," tuturnya.
Selain itu, seseorang yang mengalami keseleo lidah sebaiknya mau mengintrospeksi diri dan mulai berbenah diri.
"Belajar untuk meningkatkan kualitas ilmu dan berhati-hati sebelum berucap. Baik internal atau eksternal komunitas, bicaralah dengan bijak," pungkasnya.
Freudian Slips atau Parapraxis
Dalam dunia psikologi , keseleo lidah ini memiliki istilah tersendiri, yaitu Freudian Slips atau Parapraxis .
Ini merupakan kesalahan berbicara yang diyakini bisa mengungkapkan hal sebenarnya yang ada dalam alam bawah sadar seseorang.
Bendahara, Sekdes dan Kadus di Aceh Terlibat Kasus Penjualan Kulit Harimau dan Beruang Madu
Penemu teori ini adalah Sigmund Freud dari Austria. Freud menjelaskan bahwa alam bawah sadar merupakan sebuah gudang penyimpanan bagi segala kenangan, pikiran, motif, dan keinginan yang tidak terungkapkan.
Biasanya, seseorang akan terus mencoba untuk menekan dan membatasi pemikiran tersebut. Hal inilah yang secara tidak sadar mulai mempengaruhi alam sadar seseorang, hingga 'terdorong' keluar secara tidak sengaja lewat mimpi atau kalimat spontan.
Hal inilah yang menjadi alasan kenapa keseleo lidah atau kesalahan berbicara terjadi.
Freud berpendapat bahwa keseleo lidah merupakan tanda yang menuntun pada kondisi psikologi yang mendalam pada diri seseorang.
Ia juga mempercayai bahwa ketika seseorang kelepasan mengatakan sesuatu secara tak disengaja, hal itu bukanlah murni sebuah kebetulan, namun merupakan kondisi di mana sensor pikiran mengalami kerusakan dalam memproses informasi apa yang harus diungkapkan.
Menata Ucapan atau Diam
Sejatinya, Islam telah mengajarkan agar kita senantiasa menata ucapan atau diam, sehingga dapat meraih keuntungan dari pembicaraan yang dilakukan dan meraih keselamatan dari sikap diam yang diambilnya.
Rasulullah SAW mengingatkan akibat buruk dari lidah, dan inilah yang sangat beliau khawatirkan. Dari Sufyan bin Abdillah RA, ia berkata, Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku sesuatu yang bisa aku jadikan pegangan. Beliau menjawab, Katakanlah Tuhanku adalah Allah lalu istikamahlah. Saya berkata, Wahai Rasulullah, apa yang paling engkau khawatirkan atas diriku? Rasulullah SAW menunjuk lidahnya sendiri dan berkata, Ini. (HR Tirmidzi).
Ketika Rasul SAW ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, beliau menjawab, Dosa lidah dan kemaluan. (HR Tirmidzi).
Dan, kekuatan merawat lidah ini pun dikaitkan dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir. Sabda Nabi SAW, Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia berkata yang baik atau (kalau tidak bisa) maka hendaknya ia diam. (HR Muslim).
Artinya, keharusan menjaga lidah tidak hanya sekadar menjaga hubungan baik dengan antara sesama. Tetapi, lebih dari itu, keharusan menjaga lidah merupakan unsur ibadah dan akidah.
Dr Musthafa Dieb al-Bugha dalam kitabnya Al-Wafi fi Syarhil Arbain An-Nawawiyah , mengatakan etika orang beriman dalam bermuamalah dengan sesamanya adalah memperhatikan adab dalam berbicara.
Pertama , seorang muslim hendaknya berusaha membicarakan hal-hal yang mendatangkan manfaat, dan tidak mengucapkan ucapan yang tidak diperbolehkan. Perkataan yang tidak berguna di antaranya ghibah, namimah, dan mencela orang lain.
Kedua , tidak banyak bicara. Karena banyak bicara, meskipun dalam hal yang diperbolehkan, bisa menjerumuskan kepada hal yang dilarang ataupun makruh.
Sabda Nabi SAW, Janganlah kalian banyak bicara, yang bukan zikir kepada Allah. Karena banyak bicara, yang bukan zikir kepada Allah, akan membuat hati keras. Dan manusia yang paling jauh dari Tuhannya adalah yang hatinya keras. (HR Tirmidzi).
Ketiga , wajib bicara ketika diperlukan, terutama untuk menjelaskan kebenaran dan amar makruf nahi munkar. Ini adalah sikap mulia yang jika ditinggalkan termasuk pelanggaran dan berdosa, karena orang yang mendiamkan kebenaran pada dasarnya adalah setan bisu.
Jika setiap kita mengendalikan lidah dari perkataan yang mengandung kebatilan, seperti umpatan, hardikan, penghinaan, ejekan, olok-olokan, adu-domba, dan hasutan, niscaya tidak akan ada perselisihan dan perdebatan yang berkepanjangan di tengah masyarakat.