Hadis tentang Ipar Adalah Maut yang Perlu Diingat Umat Islam

Hadis tentang Ipar Adalah Maut yang Perlu Diingat Umat Islam

Terkini | sindonews | Jum'at, 6 Desember 2024 - 05:48
share

Hadis tentang ipar adalah maut yang perlu diingat umat Islam adalah sabda Rasulullah SAW yang dimuat dalam beberapa kitab hadis antara lain Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim . Begini bunyi hadis tersebut:

[arabOpen] . [arabClose] Artinya, Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah saw bersabda, Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita. Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar? Beliau menjawab, Ipar adalah maut . (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam buku yang diterjemahkan Mu'ammal Hamidy berjudul " Halal dan Haram dalam Islam " (PT Bina Ilmu, 1993) mengatakan yang dimaksud ipar, yaitu keluarga istri/keluarga suami.

Yakni, bahwa berkhalwat (bersendirian) dengan ipar membawa bahaya dan kehancuran, yaitu hancurnya agama, karena terjadinya perbuatan maksiat; dan hancurnya seorang perempuan dengan dicerai oleh suaminya apabila sampai terjadi cemburu, serta membawa kehancuran hubungan sosial apabila salah satu keluarganya itu ada yang berburuk sangka kepadanya.

Bahayanya ini bukan hanya sekadar kepada instink manusia dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan saja, tetapi akan mengancam eksistensi rumah tangga dan kehidupan suami-isteri serta rahasia kedua belah pihak yang dibawa-bawa oleh lidah-lidah usil atau keinginan-keinginan untuk merusak rumah tangga orang.

Justru itu pula, Ibnul Atsir dalam menafsirkan perkataan ipar adalah sama dengan mati itu mengatakan sebagai berikut: "Perkataan tersebut biasa dikatakan oleh orang-orang Arab seperti mengatakan singa itu sama dengan mati, raja itu sama dengan api, yakni bertemu dengan singa dan raja sama dengan bertemu mati dan api."

Jadi berkhalwat dengan ipar lebih hebat bahayanya daripada berkhalwat dengan orang lain. Sebab kemungkinan dia dapat berbuat baik yang banyak kepada si ipar tersebut dan akhirnya memberatkan kepada suami yang di luar kemampuan suami, pergaulan yang tidak baik atau lainnya, Sebab seorang suami tidak merasa kikuk untuk melihat dalamnya ipar dengan keluar-masuk rumah ipar tersebut.

Menurut Al-Qardhawi, sering terjadi, karena dianggap sudah terbiasa dan memperingan hal tersebut di kalangan keluarga, maka kadang-kadang membawa akibat yang tidak baik.

"Karena bersendirian dengan keluarga itu bahayanya lebih hebat daripada dengan orang lain, dan fitnah pun lebih kuat. Sebab memungkinkan dia dapat masuk tempat perempuan tersebut tanpa ada yang menegur. Berbeda sekali dengan orang lain," ujarnya.

Menurutnya, yang sama dengan ini ialah keluarga perempuan yang bukan mahramnya seperti kemanakannya baik dari pihak ayah atau ibu. Dia tidak boleh berkhalwat dengan mereka ini.

Kepleset Rusak Semua

Ustaz Abdul Somad yang akrab disapa UAS menambahkan, kalau jatuh cinta dan kepleset kepada orang lain, bisa dinikahi. Tapi kalau kepleset ke ipar, bisa mati.

"Rusak semua, anak, istri, mertua, hancur semua, makanya kata Nabi, ipar itu mati," kata UAS dikutip dari video yang beredar di media sosial.

UAS mengingatkan, jangan berdua-duaan dengan ipar, untuk selamanya tidak perlu bersama ipar.

"Saya tinggal bersama istri saya, tiba-tiba ada adik istri saya mau datang untuk kuliah, saya bukan tidak setuju, tapi lebih baik cari saja tempat kos daripada tinggal di sini, itu lebih baik, lebih selamat," jelas USA.

UAS menceritakan kisah nyata sekitar 14 tahun yang lalu. Ada yang bertanya bagaimana hukumnya menikah dengan adik iparnya. UAS menjawab tidak apa-apa jika kakaknya atau istrinya telah meninggal.

Namun, dia menjawab kakaknya atau istrinya masih hidup. UAS kaget dan menanyakan bagaimana bisa menikah dengan ipar tapi istrinya masih hidup.

Dia menjawab bahwa istrinya selalu pergi, sementara iparnya di rumah. Lama-lama iparnya jatuh cinta kepada dia (suami dari kakaknya).

UAS ingat ada hadis bahwa Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa ipar adalah maut. UAS menyarankan agar iparnya pulang kampung ke rumah orang tuanya, agar iparnya menikah dengan laki-laki lain.

Ipar atau Sepupu

Sementara itu, Ustaz Amien Nurhakim dalam tulisannya di NU Online, menerangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain, ada redaksi penjelas dalam hadis berikutnya, bahwa kata al-hamwu merujuk pada makna saudara pasangan, baik ipar atau sepupu, dan semisalnya.

Begitu pun apabila kita merujuk pada kamus Bahasa Arab modern, maka maknanya adalah kerabat suami atau istri.

Ibnu Daqiq Al-Id menanggapi bahwa kata al-hamwu dalam hadis memiliki fungsi yang umum, sehingga mertua pun masuk ke dalam makna dari kata tersebut. Sebab itu, Imam Muslim melampirkan riwayat yang spesifik bahwa kata al-hamwu yang dimaksud Nabi SAW adalah ipar.

Ibnu Daqiq Al-Id dalam "Ihkamul Ahkam Syarhu Umdatil Ahkam" [Beirut: Muassasatur Risalah, 2005] menyebutkan anjuran Nabi SAW agar kita berhati-hati masuk ke dalam rumah seorang wanita berlaku bagi wanita yang bukan mahramnya karena khawatir terjadi khalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis.

Mengapa Nabi SAW Menyebut Ipar sebagai Maut?

Ustadz Amien menjelaskan, para ulama ahli hadis memiliki penafsiran dan interpretasi yang beragam terkait mengapa Rasulullah SAW menyebut ipar sebagai kematian.

Ia mengutip beberapa pendapat ulama seperti Al-Munawi dan An-Nawawi.

Menurut Al-Munawi, alasan Rasulullah SAW menyebut kakak ipar yang masuk ke dalam rumah istri adiknya sebagai kematian disebabkan banyak orang yang tidak tahu bahwa kakak atau adik ipar pasangan bukanlah mahramnya.

Ketika seorang lawan jenis yang bukan mahram saling bertemu, maka hukum-hukum fikih seperti menutup aurat, tidak boleh bersentuhan, dan lain sebagainya otomatis berlaku.

Dalam hal ini, terkadang seseorang yang sudah berpasangan tidak terlalu menjaga batasan-batasannya dengan adik atau kakak iparnya dalam hal bersentuhan kulit ataupun menutup aurat, padahal mereka bukan mahramnya.

Dengan demikian, Al-Munawi menafsirkan bahwa perumpamaan ipar seperti maut yang dilakukan Rasulullah SAW merupakan bentuk larangan keras agar orang-orang paham bahwa ipar bukanlah mahram, maka batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam Islam terkait lawan jenis yang bukan mahram harus diterapkan.

Hadis di atas juga mengajarkan larangan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram. Karena dalam hadis sudah disebutkan pula,

[arabOpen] [arabClose] Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya . (HR. Ahmad 1: 18. Syekh Syuaib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, para perawinya tsiqah sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Namun, jika bersama wanita itu ada wanita lain atau terdapat mahramnya, maka hilanglah maksud (alasan) yang menjadi sebab larangan tersebut. Ini berlaku untuk pergaulan dengan yang bukan mahram.

Topik Menarik