Merasa Diri Bernasib Sial, Apa Hukumnya dalam Islam?
Tathayyur atau thiyarah yaitu merasa bernasib sial karena sesuatu, tempat, waktu, seseorang dan sebagainya. Dalam Shahiih Muslim disebutkan, dari Mu’awiyah bin al-Hakam as-Sulami ra, bahwasanya ia berkata kepada Rasulullah SAW: “Di antara kami ada orang-orang yang bertathayyur.”
Lalu beliau bersabda: “Itu adalah sesuatu yang akan kalian temui dalam diri kalian, akan tetapi janganlah engkau jadikan ia sebagai penghalang bagimu.’”
Ibnu Qayyim (wafat th. 751 H) dalam "Miftaah Daaris Sa’aadah" menjelaskan dahulu, orang-orang Arab Jahiliah suka menerbangkan atau melepas burung, jika burung itu terbang ke kanan, maka mereka menamakannya dengan ‘saa-ih’. Bila burung itu terbang ke kiri, mereka namakan dengan ‘baarih’. Kalau terbangnya ke depan disebut ‘na-thih’, dan manakala ke belakang, maka mereka menyebutnya ‘qa-id’.
Sebagian kaum bangsa Arab menganggap sial dengan baarih atau burungnya terbang ke kiri dan menganggap mujur dengan saa-ih yakni burungnya terbang ke kanan dan ada lagi yang berpendapat lain.
Tathayyur (merasa sial) tidak terbatas hanya pada terbangnya burung saja, tetapi pada nama-nama, bilangan, angka, orang-orang cacat dan sejenisnya.
Semua itu diharamkan dalam syari’at Islam dan dimasukkan dalam kategori perbuatan syirik oleh Rasulullah SAW, karena orang yang bertathayyur menganggap hal-hal tersebut membawa untung dan celaka. Keyakinan seperti ini jelas menyalahi keyakinan terhadap takdir (ketentuan) Allah SWT.
Menurut Ibnul Qayyim, orang yang bertathayyur itu tersiksa jiwanya, sempit dadanya, tidak pernah tenang, buruk akhlaknya, dan mudah terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengarnya.
"Mereka menjadi orang yang paling penakut, paling sempit hidupnya dan paling gelisah jiwanya. Banyak memelihara dan menjaga hal-hal yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadanya, tidak sedikit dari mereka yang kehilangan peluang dan kesempatan,” katanya.
Allah berfirman:
Kasus Korupsi Dana Kapitasi TTS Sampai ke Kejaksaan, Dua Tersangka Terancam Hukuman Seumur Hidup
[arabOpen]فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَٰذِهِ ۖ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُ ۗ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِندَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ[arabClose]“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: ‘Ini disebabkan (usaha) kami.’ Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Al-A’raaf/7: 131)
Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dalam al-Qaulul Mufiid ‘alaa Kitaabit Tauhiid mengatakan tathayyur menafikan (meniadakan) tauhid dari dua segi:
Pertama, orang yang bertathayyur tidak memiliki rasa tawakkal kepada Allah dan senantiasa bergantung kepada selain Allah.
Kedua, ia bergantung kepada sesuatu yang tidak ada hakekatnya dan merupakan sesuatu yang termasuk takhayyul dan keragu-raguan.”
Thiyarah termasuk syirik yang menafikan kesempurnaan tauhid, karena ia berasal dari apa yang disampaikan setan berupa godaan dan bisikannya.
[arabOpen]اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، اَلطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلاَّ، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.[arabClose]“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik dan setiap orang pasti (pernah terlintas dalam hatinya sesuatu dari hal ini). Hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal kepada-Nya.” (HR Bukhari)
Kesialan sebab Diri Sendiri
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam buku yang diterjemahkan Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (Bina Ilmu, 1993) mengatakan di zaman dahulu pernah juga terjadi demikian, misalnya tentang kaum Nabi Saleh, mereka ini berkata kepadanya:
"Kami merasa sial sebab kamu dan orang-orang yang bersamamu." (QS an-Naml: 47)
Fir'aun dan kaumnya apabila ditimpa suatu musibah, mereka menganggap kesialannya itu karena Musa dan orang-orang yang bersamanya.
Dan banyak pula orang-orang kafir yang sesat itu kalau mendapat bala' dari Allah, mereka kemudian berkata kepada para juru da'wah dan Rasul:
"Kami merasa sial sebab kamu semua." (Yasin:18)
Tetapi para Rasul itu kemudian menjawab: "Kesialanmu itu sebab kamu sendiri." (Yasin: 19)
Yakni sebab-sebab kesialanmu itu ada pada kamu sendiri, yaitu lantaran kamu kufur, ingkar dan memusuhi Allah dan RasulNya.
Orang-orang Arab jahiliah dalam segi ini mempunyai doa yang panjang dan bermacam-macam kepercayaan. Sehingga datanglah Islam kemudian dihapusnya dan mereka dikembalikan untuk mengikuti jalan fikiran yang lurus.
Rasulullah merangkaikan ramalan dan sihir dalam satu susunan, seperti sabdanya:
"Bukan dari golongan kami siapa yang merasa sial, atau minta diramalkan kesialannya, atau menenung, atau minta ditenungkan, atau mensihir, atau minta disihirkan." (Riwayat Thabarani)
Dan sabdanya pula:
"Membuat garis di tanah, menganggap sial karena alamat dan melempar kerikil karena ada suatu kepercayaan, adalah termasuk menyembah selain Allah." (Riwayat Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Hibban)
Tathayyur, satu hal yang berdiri tanpa landasan ilmu pengetahuan atau suatu kenyataan yang benar. Tathayyur, hanya berjalan mengikuti kelemahan dan membenarkan dugaan yang salah (waham).
Kalau tidak demikian, apa artinya seorang yang berakal percaya mendapat sial karena seseorang, atau karena tempat, karena dengkurnya suara burung, geraknya mata atau terdengarnya suatu perkataan?!
Apabila nalurinya manusia itu ada kelemahan, maka akan mengalir pada dirinya suatu anggapan sial karena sesuatu. Seharusnya dia tidak mau menerima kelemahan ini. Lebih-lebih apabila dia sudah sampai pada fase bekerja dan pelaksanaan.
RasulullahSAW pernah bersabda:
"Ada tiga perkara yang tidak akan bisa selamat satupun, yaitu: menuduh, tathayyur dan hasud. Oleh karena itu kalau kamu menuduh jangan kamu nyatakan, dan kalau merasa sial jangan surut (jangan kamu gagalkan pekerjaanmu), dan kalau kamu hasud, jangan lanjutkan." (Riwayat Thabarani)
Oleh karena ketiga perkara ini hanya semata-mata perasaan yang tidak berpengaruh pada suatu sikap dan perbuatan, maka dimaafkannya oleh Allah.
Dan diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tathayyur (merasa sial) adalah syirik." 3 kali.
Dan Ibnu Mas'ud sendiri berkata: " ...tetapi Allah akan menghilangkannya dengan tawakkal." (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi)
Apa yang dimaksudkan oleh Ibnu Mas'ud itu, ialah: setiap orang di antara kita ini ada perasaan-perasaan seperti itu, tetapi perasaan semacam ini akan hilang lenyap dari hati orang yang selalu tawakkal dan tidak membiarkan perasaannya itu tinggal dalam hati.