5 Fakta Susu Jadi Menu Makan Bergizi Gratis, Nomor 4 Sering Salah Kaprah
SUSU jadi salah satu komponen dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini bertujuan untuk memberikan makanan bergizi dan susu kepada anak-anak sekolah serta santri di pesantren. Bantuan makan bergiziini sebagai salah satu langkah mengurangi stunting danmempersiapkan Indonesia Emas 2045.
Susu adalah minuman bernutrisi yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Minuman yang satu ini memiliki beragam khasiat karena kandungan nutrisi yang ada di dalamnya.
Secangkir susu mengandung 8 gram protein yang banyak dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan, perbaikan sel dan regulasi sistem kekebalan. Protein lengkapnya meliputi sembilan asa amino esensial yang diperlukan tubuh untuk berfungsi secara optimal. Minum susu dapat mengurangi risiko kehilangan otot terkait usia dan baik dikonsumsi setelah berolahraga.
Susu juga memiliki nutrisi utama untuk menjaga kehatan dan kekuatan tulang. Diimbangi dengan kalsium, fosfor, kalium, protein, dan vitamin K2. Menambahkan susu ke dalam makanan dapat mencegah penyakit tulang seperti osteoporosis.
Berikut sejumlah fakta terkait susu yang jadi menu Makan Bergizi Gratis di Indonesia:
1. Konsumsi Susu Masih Rendah
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, rata-rata konsumsi susu di Indonesia dinilai masih rendah yakni hanya 16,27 kg/kapita/tahun. Angka ini jauh di bawah negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang mencapai 36,2/kg/kapita/tahun; Myanmar 26,7kg/kapita/tahun; dan Thailand 22,2kg/kapita/tahun.
Hal itu tentu mengkhawatirkan karena susu adalah mengandung berbagai protein, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan tubuh. Konsumsi susu yang cukup juga dapat mencegah stunting.
2. Ketersediaan Susu
Penyediaan susu di Makan Bergizi Gratis turut menghadapi tantangan besar. Salah satunya karena produksi susu lokal hanya mencapai sekitar 20 dari kebutuhan nasional dan membuat impor menjadi solusi yang mencuat.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika dalam satu kesempatan mengakui produksi susu dalam negeri tidak mampu mengimbangi kebutuhan. Maka diperlukan berbagai macam langkah untuk dapat memenuhi kebutuhan susu nasional.
Siswa TK Kemala Bhayangkari Ciamis Ikuti Mitigasi Bencana, Ciptakan Generasi Tanggap Darurat
Kondisi saat ini, hanya sekitar 20 persen bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri, ucap Putu.
Dia menyebut berbagai faktor menjadi penyebab rendahnya produksi susu di Indonesia. Mulai dari sedikitnya jumlah sapi perah hingga tingginya rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu.
"Kendala utama dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah masih sedikitnya populasi sapi perah di Indonesia, sekitar 592 ribu ekor," papar Putu.
3. Pemerintah Blokir Impor Susu
Di tengah ramainya isu impor susu untuk program MBG, muncul kabar tentang masuknya susu formula asal China bermerek Feihei. Kemunculan kabar tersebut membuat khawatir karena China memiliki rekam jejak yang buruk karena pernah ada skandal ditemukannya kandungan melamin pada sejumlah merek susu formula asal negeri tirai bambu.
Masih seputar susu impor, pada awal November, peternak susu sapi menggelar demo sembari melakukan aksi simbolis mandi susu di Tugu Susu Tumpah, Boyolali. Hal itu dilakukan karena adanya pembatasan kuota susu yang masuk ke pabrik atau Industri Pengolahan Susu (IPS) dan diduga akibat adanya kuota impor susu dari luar negeri.
Pemerintah pun akhirnya turun tangan untuk menjawab protes susu impor. Kementerian Pertanian bahkan sampai memblokir izin susu impor. Hal itu bertujuan agar susu produksi lokal dapat terserap IPS.
4. Salah Kaprah soal Susu Ikan
Sebagai alternatif untuk menghadirkan susu yang murah, muncul ide penggunaan susu ikan (hidrolisat protein ikan) muncul. Inisiatif ini menghadapi tantangan karena masalah rasa, kualitas nutrisi, dan potensi risiko kesehatan dari produk ultra-proses.
Penyebutan susu ikan pun dianggap salah kaprah. Ahlimenilai ekstrak protein ikan tidak termasuk dalam kategori susu. Berdasarkan CODEX Alimentarius yang merupakan standar, pedoman, dan kode praktik pangan internasional, susu adalah cairan yang keluar dengan normal dari hewan perah atau mamalia yang diperoleh dari pemerahan tanpa penambahan ekstraksi.
5. Kental Manis Bukan Susu
Kesalahan persepsi kental manis yang masih dianggap sebagai susu oleh sebagian masyarakat juga menjadi isu hangat. Kesalahan tersebut tidak terlepas dari promosi kental manis sebagai susu yang berlangsung selama ratusan tahun.
Guna memperbaiki kesalahan itu, pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan aturan. Salah satunya adalah Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2021 atas perubahan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, produsen dilarang mempromosikan kental manis sebagai susu.
Meski begitu, aturan tersebut dinilai tidak optimal untuk mengatasi persoalan kental manis. Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKN menyebut perlu intervensi secara holistik. Kerja sama dari semua lembaga terkait perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.