Polri Panggil Adik JK sebagai Tersangka Kasus PLTU Kalbar Hari Ini
JAKARTA, iNews.id - Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri kembali memanggil Halim Kalla (HK), Kamis (20/11/2025). Adik Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla (JK) itu akan diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 di Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar).
“Betul (hari ini terjadwal pemeriksaan Halim Kalla),” kata Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri Brigjen Totok Suharyanto kepada wartawan, Kamis (20/11/2025).
Totok menuturkan, pemeriksaan Halim Kalla diagendakan pukul 10.00 WIB. Meski begitu, belum ada konfirmasi kehadiran HK.
"Belum konfirmasi ini," ujar dia.
Sejatinya Halim Kalla dipanggil untuk diperiksa Rabu (12/11/2025) Lalu. Namun, saat itu Halim Kalla tak hadir memenuhi panggilan penyidik karena alasan sakit.
Diketahui, Kortas Tipidkor Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat tahun 2008-2018. Salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Halim Kalla selaku Dirut PT BRN.
Kakortas Tipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo menjelaskan, penetapan tersangka itu dilakukan pada Jumat, 3 Oktober 2025 usai dilakukan gelar perkara. Selain Halim, kedua tersangka lain yakni Fahmi Mochtar selaku Direktur PLN periode 20018-2009, dan HYL selaku Dirut PT Praba.
"Hari ini kita laksanakan press release terkait penetapan tersangka terhadap dugaan perkara tindak pidana korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga uap PLTU 1 Kalimantan Barat 2x50 Megawatt di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat tahun 2008-2018," ujar Cahyono kepada wartawan, Senin (6/10/2025).
Dia membeberkan modus operandi yang dilakukan ketiga tersangka yakni diduga telah terjadi awal korespondensi sejak awal perencanaan proyek tersebut.
"Artinya ada pemufakatan dalam rangka memenangkan pelaksanaan pekerjaan, setelah dilakukan kontrak kemudian ada pengaturan-pengaturan sehingga ini terjadi keterlambatan yang mengakibatkan sejak 2008-2018 itu diadendum terus. Akibat dari pekerjaan itu, pembangunannya mangkrak sampai dengan saat ini dan sudah dinyatakan total loss oleh BPK," tuturnya.
"Kerugian keuangan negaranya ini sekitar 62.410.523 (62,4 juta) dolar AS. Jadi, 64.410.523 dolar AS dan Rp323.199.898.518," imbuhnya.
Dia menerangkan, kontraknya pun berupa EPCC atau Engineering Procurement Construction Commissioning, artinya yang dihasilkan adalah output-nya. Karena output-nya tidak berhasil, maka dalam konteks kerugian keuangan negara itu adalah total loss.
Cahyono menambahkan, awalnya kasus itu ditangani penyidik Polda Kalbar sejak tanggal 7 April 2021, lantas diambil alih pihaknya pada Mei 2024 hingga akhirnya dilakukan penyelidikan sampai November 2024. Kini, keempat orang itu dikenakan Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.









