Hakim Sebut Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Tak Terima Keuntungan Pribadi
JAKARTA, iNews.id — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mengatakan bahwa eks Dirut PT ASDP Ira Puspadewi tak menerima keuntungan pribadi dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
Hal itu diungkapkan oleh Hakim Anggota Nur Sari Baktiana yang dilandasi atas keterangan saksi dan fakta yang ada.
"Menimbang berdasarkan keterangan saksi-saksi keterangan pernah terdakwa tidak ada fakta hukum yang menunjukkan dan membuktikan para terdakwa memperoleh keuntungan pribadi selama KSO dan akuisisi," ujar Nur Sari saat membacakan pertimbangan putusan, di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Nur Sari mengatakan, fakta persidangan ini relevan dengan keterangan Aji selaku pemilik PT JN yang menyatakan bahwa Ira dan terdakwa lainnya tidak pernah menerima barang maupun fasilitas keuntungan yang diberikan.
"Saudara Aji menyebutkan bahwa tawarannya untuk memberikan handphone dan batik Madura ditolak terdakwa 3. Begitu pula terdakwa satu juga menolak hubungan fasilitas penjemputan," ungkapnya.
Terlepas dari itu, Nur Sari mengemukakan bahwa perbuatan Ira dkk dalam proses akuisisi PT JN tetap dinilai merupakan perbuatan pidana. Pasalnya, kata dia, proses akuisisi itu telah menguntungkan Aji dan PT JN.
Selain menguntungkan orang lain, Ira dkk juga disebut telah menambah beban dari PT ASDP karena menerima kewajiban PT JN dalam akuisisi itu.
"Namun demikian sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut di atas keputusan yang kebijakan yang diambil oleh para terdakwa terbukti secara nyata dan pasti telah memberikan keuntungan luar biasa bagi saudara Aji dan PT JN, terutama terkait pengalihan kewajiban PT JN kepada BUMN kepada ASDP," pungkasnya.
Sekadar informasi, Ira dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022.
Sementara itu, dua terdakwa lain yakni, Yusuf Hadi, mantan direktur komersial dan pelayanan; dan Harry Muhammad Adhi Caksono, mantan direktur perencanaan dan pengembangan dijatuhi hukuman yang sama.









