Perda RTRW di Kota Bandung Minim Sosialisasi, Tak Aneh Banyak Warga yang Melanggar

Perda RTRW di Kota Bandung Minim Sosialisasi, Tak Aneh Banyak Warga yang Melanggar

Terkini | bandungraya.inews.id | Rabu, 23 Oktober 2024 - 10:30
share

BANDUNG, iNewsBandungraya.id - Minimnya sosialisasi menjadi penyebab banyaknya pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda), dan untuk beberapa hal acapkali tidak dilengkapi dengan Peraturan Wali Kota (Perwal).

Demikian diungkapkan anggota DPRD Kota Bandung, Juniarso Ridwan. Contoh kurang sosialisasi seperti Perda Nomor 5 Tahun 2022 tentang RTRW Kota Bandung Tahun 2022-2042.

"Penegakan peraturan berkaitan dengan pemanfaatan ruang perlu diperhatikan, karena selama ini ketidaktegasan kepada pelanggar terhadap tata ruang dapat disebutkan tidak terkontrolnya  alih fungsi ruang maupun bangunan," ujar Juniarso, Rabu (23/10/2024).

Perda RTRW ini, kata Juniarso, belum dilengkapi Perwal sebagai penjabaran lebih lanjut. Hal ini membuat petugas di lapangan mengalami kesulitan dalam menertibkan pelanggaran.

"Bagaimanapun perlu ada pengaturan lebih lanjut melalui peraturan Wali Kota. Nah ini yang bikin bingung petugas di lapangan karena tidak ada pegangan operasional. Saya juga tidak mengerti kenapa Perwal selalu tidak segera dibuat," jelasnya.

 

Lebih lanjut menurut Juniarso, tidak adanya Perwal akan menimbulkan masalah karena menindak pelanggaran harus ada dasar hukumn yang jelas, sebagai turunan atau tindaklanjut dalam lingkup teknis.

Di sisi lain, dalam penetapan tata ruang itu sering juga beririsan dengan pengembangan wilayah. Dalam hal ini apabila terdapat perubahan peruntukan, misalnya yang semula  sawah berubah jadi perumahan. Artinya di sini terdapat pengembangan wilayah.

Juniarso mengatakan, di dalam RTRW itu ada pengaturan untuk kawasan perumahan sehingga menjadi pegangan para pengembang membuat komplek perumahan di berbagai tempat.

Tetapi realitas yang sulit ditampik, kini banyak rumah tinggal berubah menjadi resto, kafe,  penginapan, kantor dan tempat usaha lainnya.

"Pada perkembangannya pengaturan Tata Ruang akhirnya tambah tidak terkendali karena lebih banyak dipengaruhi oleh implikasi kepentingan politik," ungkapnya.

Banyak kebijakan yang sarat dengan Ä·epentingan politik, misalnya dorongan kebutuhan untuk membangun kantor kelurahan, kecamatan , koramil, polsek atau kantor pemerintah lainnya di kawasan perumahan, otomatis lambat laun akan tumbuh warung, toko atau bentuk usaha layanan lainnya.

 

Sebagai contoh, kata Juniarso, apakah izinnya ditinjau, dibatalkan atau dicabut, rupanya belum pernah terjadi sampai sekarang yang diangkat ke publik.

"Jadi saya menilai, artinya harus ada turunan aturan-aturan dari perda tersebut, dari pasal-pasal yang berkaitan dengan pelanggaran. Jadi harus ada uraian teknis sebagai penjabaran tindak lanjut pengaturannya," jelasnya.

Juniarso berharap kepada pemerintah agar Perda yang sudah dibuat dengan memakan waktu dan biaya cukup besar agar disosialisasikan secara masif, ditindaklanjuti dengan penyusunan Perwal sehingga lebih bernilai operasional.

"Dalam konteks kegiatan sosialisasi kewajiban organisasi perangkat daerah jika sudah ditetapkan/disahkan, sedangkan kewajiban DPRD mensosialisasikan ketika sedang dalam pembahasan," tandasnya.

Topik Menarik